Seni Melawan Gravitasi
Gerakan akrobatik disuguhkan para pencinta ”aerial arts” atau seni udara. Menggunakan alat bantu, seperti ”aerial hoop” yang terbuat dari besi berbentuk bulat serta kain ”silk” yang menjuntai panjang, mereka menari sembari bergelantungan di udara. Tubuh-tubuh atletik itu pun lantas melayang, melawan gravitasi bumi.
Baru dua bulan bergabung bersama komunitas pencinta seni udara, ketakutan tampak jelas di wajah Vivi Visia Rosa. Ia yang punya fobia ketinggian berusaha keras melawan ketakutannya.
Kedua tangannya memegang erat seuntai kain panjang berwarna biru tua yang melilit tubuhnya. Keringatnya bercucuran ketika mulai bergerak mengayun-ayunkan kain serupa gerakan mendayung agar tubuhnya berputar di udara.
Dari bawah, rekan-rekannya segera menyemangati dengan teriakan. Pelatihnya, Marina Martam, memberi arahan teknik-teknik melilit tubuh sembari berakrobat di udara. ”Don’t think! You have to relax. Pelan-pelan, pasti bisa,” kata Marina sembari menjelaskan trik-trik agar tubuh mampu bertahan tetap di udara.
Perlahan, Vivi pun melayang. Beberapa menit bertahan di udara sudah menjadi awal yang baik baginya. Apalagi, ia baru berkenalan dengan silk selama sebulan terakhir. Meski disebut silk, kain ini bukanlah sutra. Kain dari bahan yang tidak mudah terbakar yang biasa dipakai pemadam kebakaran itu mudah melekat di tubuh saat dicengkeram.
Seusai berlatih dengan silk, kali ini giliran Didi dan Mieke Suharini unjuk kebolehan menari di udara dengan aerial hoop. Lingkaran serupa hula hoop dan terbuat dari besi ini digantung dengan seutas tali. Berpasangan, Didi dan Mieke lalu menari dengan akrobatik kepala di bawah. Tak cukup berdiam diri, mereka menari sembari berpegangan tangan. Berputar-putar di udara.
Ada pula alat serupa sangkar besi yang juga digantung di udara dengan tali. Berenam, mereka segera menari di setiap sisi sangkar. Semua gerakan antigravitasi yang dipertontonkan mampu melenturkan tubuh, memperbaiki postur tubuh, dan melatih otot punggung. Tulang belakang dan lengan pun menjadi kuat sehingga badan tegap berisi.
Terapi kesehatan
Agustina Limans (46) segera menunjukkan otot-otot di tubuhnya yang keras dan liat. Sebagai ibu dari tiga anak yang sudah menginjak remaja, ia tetap bisa tampil prima. Tak ada kulit yang menggelambir, tubuhnya terasa ringan, dan jarang sakit. Gerakan indah di udara ternyata juga bermanfaat mengurangi rasa sakit akibat cedera lutut yang sempat menghinggapinya.
Cedera tersebut dialami Tina karena gerakan tubuh atas dan bawahnya tak sinkron ketika menari. Perlahan, rasa sakit yang dirasa menghilang ketika mulai mengakrabi seni udara. Di rumah, ia juga rutin berlatih tari tiang atau pole dance. ”Badan bertumpu di tiang. Jadi, beban hanya terasa separuhnya. Menguatkan otot,” katanya.
Agar tak cedera ketika berakrobat di udara, pencinta seni udara harus melakukan pemanasan yang tepat. Berjumpalitan di udara, stamina tubuh otomatis terbentuk. Darah yang terus mengalir ketika menari di udara membuat tubuh tidak gampang sakit. Asalkan dilakukan dengan benar, olahraga ini relatif aman.
Kecintaan kepada seni udara juga berkembang karena tertantang oleh gerakannya yang sulit, tetapi indah secara estetika. ”Karena susah gerakannya, butuh kekuatan. Harus mampu mengatasi rasa takut. Bikin kita merasa senang bisa mengalahkan diri sendiri dari malas. Enggak menyangka bisa kuat dan fleksibel,” tutur Tina menambahkan.
Alasan kesehatan pula yang membawa Didi pada perjumpaan dengan seni udara. Kelainan jantung membuatnya harus menghindari jenis olahraga tertentu yang membahayakan kesehatan jantungnya. Ketika menemukan bahwa aerial arts ternyata aman bagi kondisi tubuhnya, Didi yang berkenalan dengan seni udara di Instagram segera mempelajarinya sejak tiga tahun terakhir.
Agar mempermudah latihan rutin, ia pun lantas merombak studio balet di halaman belakang rumahnya menjadi studio aerial arts. Studio tari yang berdampingan dengan kolam renang pribadi ini dilengkapi dengan alat seni udara yang cukup lengkap. Matras terhampar di lantai sebagai pengaman apabila terjatuh.
Atap studio yang dinamai Sangkar Tari tersebut dirombak menjadi lebih tinggi sekitar 10 meter. Rangka atap besi didesain khusus untuk menggantung beragam alat akrobatik.
Setiap hari, Didi berlatih seni udara bersama Marina dan teman-temannya sesama pencinta aerial arts. ”Gerakannya manis. Wanita suka gerakan yang feminin. Apalagi, kalau pakai kostum, difoto pun sangat menarik,” ujar Mieke.
Rekreasi sirkus
Selain karena alasan kesehatan, Didi juga menjajal seni udara karena mulai bosan dengan balet yang dilakoni sejak kecil.
Meski sama-sama mengedepankan keindahan, balet dan seni udara adalah dua hal yang berbeda. ”Pertama kali belajar, saya enggak bisa apa-apa. Mulai dari nol,” ujar Didi yang rutin berlatih 30 menit hingga 1 jam setiap hari.
Setelah jenuh dengan yoga dan pilates yang ditekuni bertahun-tahun, Bani juga melirik seni udara. Latihan sekali dalam sepekan, seni udara mengajarkannya bahwa di balik keindahan yang disuguhkan ada kerja keras yang luar biasa.
Pemain akrobat, misalnya, harus pintar mempertahankan konsentrasi. Tubuh wajib bertahan di udara dengan hanya mengandalkan kekuatan tubuh mencengkeram alat akrobatik.
Vivi mengaku bosan membentuk tubuh dengan nge-gym yang selama ini dijalani. Banyaknya trik baru yang dipelajari di seni udara membuat olahraga terasa menantang. Perkenalan dengan seni akrobatik dimulai ketika bertemu Marina saat menyelam di sebuah pulau. ”Saat itu, saya lihat Marina manjat pohon tinggi untuk lihat sunset,” kata Vivi.
Dari kecil, Marina yang melatih di empat studio seni udara di Jakarta dan dua studio di Bali ini senang memanjat apa pun yang terlihat bergelantungan. Tak hanya menari di udara dengan beragam alat, Marina pun piawai berayun dengan trapeze di ketinggian panggung sirkus. Mengakrabi seni udara sebagai pemain sirkus sejak 2003, ia melanglang buana menimba ilmu dari satu sirkus ke sirkus lain di empat benua.
Kini, kebanyakan muridnya justru ibu rumah tangga yang ingin sehat. Hal serupa terjadi di Amerika Serikat sehingga seni udara juga disebut sebagai recreational circus. Berbeda dengan negara lain yang memiliki budaya sirkus yang sudah lama, seni udara memang hal baru di Indonesia dan terus diperkenalkan.
”Ini tentang self discovery: a journey to yourself. You find yourself can do more. Kita jadi mengenal diri sendiri. Aku demen ketinggian. Begitu tahu bahwa ketinggian itu bisa menyakitkan, maka jadi humble,” ujar Marina. Bergelantungan menari di udara lantas menjadi sebentuk perjalanan spiritual untuk lebih mengenal diri sendiri.