Sari Laut Eksperimental
Di Ubud yang jauh dari laut, sari laut alias ”seafood” ternyata tak sulit dicari. Di Paon Dahar yang berlokasi di kawasan Mas, Ubud, aneka makanan laut nan segar terhidang nikmat dengan olahan bumbu eksperimental yang digali dari cita rasa asli Bali.
Pasangan Ida Bagus Foriyana (35) dan Ida Ayu Andrayuga Paramitha Utami (30) sejak setahun lalu nekat menghadirkan olahan berbagai jenis makanan laut yang menjadi favorit mereka di kawasan Mas, Ubud. Dikatakan nekat karena sebenarnya cukup sulit menghadirkan makanan laut di Ubud mengingat daerah ini merupakan kawasan yang jauh dari laut.
”Ubud, kan, gunung. Nah, kalau seafood, kan, identik dengan laut dan harus selalu (disajikan) segar. Lagi pula, kalau di Bali, orang tahunya seafood, ya, di Jimbaran. Ubud selama ini lebih dikenal dengan bebek-bebekan atau makanan-makanan organik. Makanan sehatlah,” ujar Ayu beberapa waktu lalu di Bali.
Selain itu, kawasan Mas yang menjadi lokasi pilihan mereka juga bukan merupakan lokasi ramai. Orang cenderung melaju kencang jika melewati kawasan itu. Begitu juga dengan suasana malamnya yang relatif sunyi.
Meski begitu, keduanya tak menyerah. Dengan tekad menghadirkan makanan laut yang berkualitas dan bercita rasa tinggi, tetapi tetap terjangkau dari segi harga, Fori dan Ayu pun membuka Paon Dahar. Sebelumnya, mereka sudah lebih dulu melakukan berbagai uji coba, khususnya terkait bahan baku dan bumbu yang menjadi andalan dan kekhasan Paon Dahar.
”Bahan baku yang segar itu harus. Maksimal dua hari sekali kami belanja ikan di Pasar Kedonganan. Ada juga pemasok yang datang. Menu utamanya grill seafood dengan banyak pilihan, tetapi harga terjangkau. Bumbunya bumbu ala kami dengan cita rasa Indonesia,” ujar Ayu.
Untuk bumbu grill, Fori yang memang memiliki latar belakang ilmu masak-memasak dari kuliahnya di bidang perhotelan di Swiss membuat bumbu khusus yang terdiri atas 20 jenis rempah. Bumbu itu diadaptasi dari base genap, bumbu komplet ala Bali yang biasa digunakan untuk mengolah lawar, bebek, dan betutu.
Mereka menggunakan bumbu tersebut untuk beberapa jenis menu andalan, tetapi menggantinya dengan nama begalo. Begalo adalah nama lain base genap bagi masyarakat Bali di daerah Tabanan, daerah asal koki Paon Dahar.
”Nah, bumbu yang kami punya ini porsinya diubah sedikit. Enggak persis dengan yang biasa dipakai orang-orang Bali untuk memasak lawar, bebek, atau betutu. Jahe, misalnya, kami kurangi biar enggak terlalu kuat, tetapi kencurnya kami tambah biar pas dimakan nyegrak,” kata Fori.
Eksperimen-eksperimen itu dilakukan Fori karena mereka ingin menghadirkan olahan makanan laut yang berbeda, tetapi tetap bergaya dan bercita rasa Indonesia. ”Kalau kami ngikuti yang sudah ada, bisa kalah. Sudah banyak yang bikin juga, nanti seragam,” tambah Fori.
Khas Bali
Cita rasa dari bumbu begaloeksperimental yang disebut Fori itu antara lain dapat dinikmati dalam beberapa menu yang tersedia di Paon Dahar. Cumi begalo, kerang ijo begalo, ikan dan udang bakar, serta ikan laut sambal matah.
Baluran rempah-rempah berwarna kecoklatan itu tampak berlimpah menyelimuti berbagai jenis bahan laut yang terhidang di atas meja makan. Menerbitkan air liur siapa pun yang memandang dan tak sabar untuk segera memasukkannya ke dalam rongga mulut.
Udang bakar yang mengawali pesta seafood malam itu benar-benar menjadi pembuka yang pas. Dagingnya pulen dan segar, berbalut rempah yang meski berlimpah, tetapi tetap tercecap ringan, tak merusak cita rasa daging udang yang manis.
Begitu juga dengan ikan bakarnya yang lembut, cumi begalo yang terasa gurih dan lezat dengan sentilan rasa ketumbar. Bumbu yang digunakan antara lain kencur, serai, jahe, terasi, gula, dan sedikit ketumbar.
Teksturnya pun kering, tetapi tidak gosong karena tingkat kematangan yang pas. Ini berbeda dengan penggunaan bumbu base genep pada beberapa menu olahan khas Bali yang biasanya agak basah.
Cumi dan kerang begalo disantap bersama nasi putih, sungguh menghadirkan sensasi bersantap yang nikmat. Sepiring nasi bisa-bisa tak akan cukup.
Meski tak terdengar debur ombak pantai dan angin laut yang biasanya dingin menerpa saat menikmati seafood, berbagai menu olahan laut yang tersaji malam itu terasa sangat memuaskan lidah dan perut. Udang bakar menjadi hidangan yang paling cepat tandas karena sedapnya yang keterlaluan.
”Kalau udang memang sangat gampang diolah karena dagingnya sudah manis. Jadi, mau dipakein bumbu apa saja, garam sama merica pun sudah enak,” ujar Fori.
Kerang bumbu kare yang sempat membuat ragu pun nyatanya segera tandas tanpa sisa. Cita rasa bumbu karenya tidak terlalu kuat, tetapi tetap menjerat lidah.
”Bumbu karenya agak dikombinasikan dengan lidah bule. Agak light (ringan), tetapi rasa karenya tetap dapet,” ucap Fori.
Sebagai pelengkap, ada tumis gonde yang teksturnya mirip kangkung dengan sedikit jejak rasa pahit yang samar. Jika dimasak dengan tingkat kematangan pas, gonde akan terasa renyah.
Di tengah acara bersantap, sajian kerang mozarella datang mengusik konsentrasi. Kali ini Fori menggunakan kerang bakau. Kerang bakau yang biasanya amat jarang dipadukan dengan keju kali ini diolah dengan bumbu pasta yang diperkaya dengan keju mozarella. Cita rasanya mirip pizza bertaburan keju, tetapi ini lebih sedap, lebih kaya rasa dengan cita rasa seafood yang kuat.
”Menu ini eksperimen juga. Pizza seafoodgitu maksudnya. Kerang dikasi mozarella, pasta tomat, dry bassil (basil kering), lalu dipanggang dalam oven,” kata Fori.
Puas dengan aneka olahan hidangan laut yang serba nikmat, penutup makan malam itu berupa bubur injin, salah satu best seller di Paon Dahar. Bubur yang berbahan dasar ketan hitam ini disajikan dengan crepes, kuah dari santan kelapa, dan es krim kopyor (kelapa) yang segar.
”Tetap khas Bali. Hanya tampilannya saja yang beda,” ujar Fori. Di Ubud, sari laut pun kini siap menyambut.