Mewujudkan Jejak Peradaban
”Dengan riset dan ilmu pengetahuan yang baru, patung GWK ini mampu bertahan lebih kurang 100 tahun. Bahkan, saya yakin, 100 tahun lagi patung ini akan menjadi mahakarya peradaban yang dibicarakan, menjadi kebanggaan bangsa, dan warisan generasi masa depan bangsa Indonesia,” ujar Presiden Joko Widodo.
Presiden Joko Widodo mengungkapkan hal itu, Sabtu (22/9/2018), saat meresmikan patung Garuda Wisnu Kencana (GWK) di Ungasan, Kuta Selatan, Badung, Bali.
Padahal, pesimisme pernah nyaris menyelimuti kawasan GWK. Mengapa? Karena selama 28 tahun, Indonesia menanti terselesaikannya GWK. Sang penggagasnya, maestro seni I Nyoman Nuarta, bahkan sempat pesimistis.
Baca: Tulisan Mendalam tentang Garuda Wisnu Kencana
Meski hanya butuh kurang dari lima tahun, akhirnya GWK dituntaskan. Bahkan, tinggal beberapa bulan ke depan, boleh jadi bangunan pedestal atau fondasi penyangga patung GWK dapat semakin berdiri kokoh dalam kemegahannya.
Kini, lempengan-lempengan tembaga berpadu dengan kuningan dengan jumlah 754 modul telah terangkai begitu megah menampilkan sosok legenda yang dikenal rakyat Bali, Garuda Wisnu Kencana. Jika diperhatikan, patung GWK itu seakan dari kejauhan sudah mengucapkan ”Welcome to Bali” bagi wisatawan saat masih di Bandara Ngurai Rai.
Mengapa Dewa Wisnu dan Garuda? Patung itu terinspirasi dari legenda mitologi Hindu. Legenda yang menyingkap cikal bakal lahirnya Sang Garuda. Legenda seekor burung raksasa yang gagah perkasa. Kekuatannya yang begitu dahsyat membuat gempar para dewa.
Total tinggi patung GWK mencapai 121 meter, berdiri di atas sebuah bangunan pedestal setinggi 46 meter. Dengan bentang sayap mencapai 64 meter, patung GWK menjadi ikon landmark termegah di Bali. Secara keseluruhan, bangunan ini berdiri di ketinggian 276 meter di atas permukaan laut.
Beragam solusi rekayasa diaplikasikan dalam pembangunan GWK. Strukturnya telah mengikuti peraturan untuk mengantisipasi gempa. Fisiknya mampu menahan embusan angin yang tertiup kencang di Bali selatan.
GWK sebagai bangunan tinggi didesain mampu menangkal petir dengan sekaligus berfungsi sebagai sangkar faraday, di mana semua listrik akan diserap oleh kulit patung yang terbuat dari tembaga dan kuningan.
Membangun memang tak sekadar membangun. Merekatkan tak sekadar merekatkan. Memadukan antara nilai karya seni, teknologi, dan kemampuan sains, tanpa mengabaikan eksistensi sebuah kawasan kultural menjadi fokus PT Alam Sutera Reality Tbk yang menjadi kekuatan utama di balik pembangunan patung GWK.
Langkah Alam Sutera
Setelah patung GWK menjulang tinggi, langkah apa yang hendak dikerjakan Alam Sutera? Terlebih lagi kawasan kelola GWK mencapai luas 60 hektar.
Presiden Komisaris Grup Alam Sutera Haryanto Tirtohadiguno menegaskan, ”Mayoritas lahan akan dimanfaatkan sebagai cultural park. Aspek pendukung lainnya akan dibangun supaya kenyamanan pengunjung dapat terdongkrak naik dengan cepat.”
Secara umum, kata Haryanto, Grup Alam Sutera berencana membangun fasilitas umum, seperti hotel, perbelanjaan, hiburan, dan restoran. ”Peluang membangun residensial di lahan yang begitu luas ini tidak memungkinkan,” ujarnya.
Meski demikian, belum ada jadwal pasti mengenai pembangunan fasilitas umum walau Alam Sutera sedikit demi sedikit terus membangun.
Selain terbangunnya patung GWK, jejak pembangunan mulai tampak pada bangunan pedestal. Kini terlihat, pelataran pedestal patung GWK mulai tertata apik. Tampak dua kolam air mancur dibangun sebagai simbol kekuatan energi yang diperoleh dari air.
Menurut Yanti Oktaviani Murtrianti, Kepala Divisi Komersial PT Garuda Adhimatra Indonesia, bangunan pedestal patung GWK yang memiliki 23 lantai ini belum dapat dibuka untuk umum. Penyempurnaan konstruksi terus dilakukan. Niscaya kemegahan dan keanggunan patung GWK ini dapat dinikmati wisatawan dalam beberapa waktu mendatang.
Dongkrak wisata
Sebelumnya, begitu lamanya penyelesaian GWK membuat sebagian masyarakat Bali nyaris melupakannya. Ketika terbangun, terbitlah optimisme baru. Ada yang menyebutnya ikon ”Pulau Dewata” terbaru. Ada yang lebih menyebutnya sebagai pendongkrak pariwisata Indonesia, khususnya Bali. Bagi kalangan milenial, GWK sungguh menarik karena instagramable.
Menteri Pariwisata Arief Yahya mengatakan, jumlah wisatawan mancanegara ke Bali tahun lalu mencapai 5,6 juta. Tahun 2018 diproyeksikan mencapai 6,5 juta orang dan kemungkinan target itu tercapai. Mengapa? Karena hingga bulan Juli 2018, Bali telah dikunjungi 3,5 juta orang wisatawan mancanegara.
Diinformasikan Arief, pengunjung GWK mencapai 2 juta orang.
Diproyeksikan, setelah patung GWK telah selesai, antara 3 dan 4 tahun ke depan akan ada 4 juta turis per tahun. Apabila seluruh fasilitas penunjang telah dibangun, boleh jadi wisatawan dapat lebih banyak lagi.
Menurut Menteri Koordinator Kemaritiman Luhut B Pandjaitan, peningkatan wisatawan menjadi salah satu program prioritas pemerintahan Presiden Jokowi. Dukungan pemerintah pun berbentuk pembenahan Bandara Ngurah Rai dengan penambahan lahan apron seluas 5 hektar. Total luas apron akan mencapai 40 hektar dengan target 39 juta penumpang per tahun.
”Karena itu, sudah kita minta studi World Bank untuk mencari alternatif lalu lintas dari airport menuju destinasi turis. Juga, studi mengenai lapangan terbang di daerah utara Bali dan jalan yang menghubungkan dari sebelah selatan ke utara. Kita akan berangkat dari hasil studi yang kredibel. Tidak asal pengin ini, lantas bikin ini. Tidak bisa kayak begitu,” ujar Luhut.
Dalam waktu dekat, patung GWK pun akan menjadi magnet di sela-sela pertemuan tahunan IMF-World Bank. Luhut, sebagai ketua pelaksana penyelenggaraan pertemuan tahunan itu, mengatakan, berapa pun dana yang dikeluarkan pemerintah akan dicurahkan untuk infrastruktur dan penggunaannya diharapkan pembangunannya berkelanjutan dalam peningkatan wisatawan.
Pembangunan berkelanjutan menjadi kata kunci. Namun, hal itu hanya dapat dilakukan dengan komitmen sepenuh hati. Tengok pula torehan jejak peradaban oleh sang pendiri Alam Sutera, Haryanto Tirtohadiguno, pada sebuah galeri di sisi dalam pedestal.
Torehan itu bertuliskan, ”Sebuah karya besar yang dimulai dengan sebuah pemikiran besar; dan untuk mewujudkannya, dibutuhkan tekad, komitmen, keterampilan, kedisplinan, serta energi yang besar dan restu dari Ida Sang Hyang Widhi Wasa”.
Kerja-kerja Nyoman Nuarta dengan didukung Alam Sutera telah membuktikan bahwa gagasan besar didukung oleh komitmen tidak berkesudahan mampu mewujudkan sebuah mahakarya.