Gemu Famire dan Batik di Panggung New York Fashion Week 2018
Oleh
Sonya Hellen Sinombor
·3 menit baca
Alunan lagu ”Gemu Famire” khas budaya Maumere dan Ende yang beberapa tahun ini populer di Indonesia dengan goyang Maumere berkumandang di panggung New York Fashion Week 2018, awal September lalu, mengiringi langkah-langkah para peragawati Indonesia saat menampilkan busana batik karya Coreta Louise.
Mengangkat tema ”Tropical Heaven”, Coreta mempersembahkan karya busana dalam tiga kategori, yakni ready to wear, evening gown, dan kebaya dengan tampilan modern dan elegan. Di panggung Pekan Mode New York, Coreta juga secara khusus mengangkat motif-motif batik tradisional dari daerah-daerah di Sulawesi Utara, seperti Minahasa, dengan warna-warna cerah.
”Itu momen penting karena kami bisa lolos, menembus New York Fashion Week tahun ini. Kami bisa hadir di panggung fashion bergengsi di Amerika ini karena busana batik yang kami hadirkan dianggap mengikuti tren dunia. Buktinya, kami masuk dalam lima besar peserta peragaan busana di ajang New York Fashion Week,” ujar Coreta dalam perbincangan dengan Kompas di Jakarta, Jumat (28/9/2018) lalu.
Melalui panggung Indonesian Diversity, Coreta menampilkan karya anak bangsa Indonesia bersama dua perancang busana Indonesia, Vivi Zubedi, dan Kimberly Tandra. Coreta menampilkan busana batik kontemporer dengan berbagai desain dan motif. Namun, ada busana yang tidak banyak menggunakan motif batik, tetapi motif batik menyatu dengan aneka warna kain.
Bahkan, ada busana yang hanya di beberapa bagian saja yang bermotif batik, tetapi motif yang ditampilkan begitu kuat. Begitu juga, saat menampilkan kombinasi kebaya dan batik, kebaya yang dihadirkan tidak seperti kebaya pada umumnya karena lebih simpel.
Misalnya, sebuah gaun berwarna hijau diselipkan motif batik di bagian depan bawah, atau dalam motif batik yang berpadu dengan berbagai warna dalam sebuah gaun. Bahkan, sepintas ada yang terkesan tidak bercorak batik, tetapi sebenarnya Coreta meletakkan motif-motif batik Sulawesi Utara di bagian-bagian tertentu.
”Ketika kita bicara batik, sebenarnya kita harus tahu, sebenarnya batik yang akan kita tampilkan adalah yang kita mau atau apa yang diinginkan pasar. Jangan membawa sesuatu produk yang belum tentu pasar mau terima,” ujar pemilik nama lengkap Coreta Louise Kapoyos.
Kehadiran busana batik mendapat perhatian perancang dan pemilik butik, serta media di Amerika dan negara lainnya. Bahkan, hingga awal pekan ini, Senin (24/9/2018), pembicaraan dan publikasi tentang masuknya batik Indonesia dalam New York Fashion Week (2018 masih terus bergulir di media di Amerika, termasuk media sosial.
Coreta mengungkapkan, tidak mudah menembus panggung pekan mode yang digelar dua kali setahun (Februari dan September) yang dihadiri berbagai kalangan di dunia fashion, mulai dari perancang busana, pemilik butik, hingga pembeli.
”Kami berusaha hadir di New York Fashion Week karena kami dengar awal tahun depan, Malaysia juga akan menampilkan batik di sana,” kata Coreta yang mengaku tertantang menembus panggung New York Fashion Week, pada kesempatan di akhir tahun 2018 ini, karena ingin batik dikenal sebagai warisan budaya Indonesia.