Solidaritas Tanpa Batas
Media sosial bisa menjadi penyambung lidah yang dahsyat. Unggahan di Facebook, Instagram, Twitter, atau Whatsapp mampu membangkitkan solidaritas tanpa batas, tidak mengenal status dan sekat geografis. Dalam hal ini, untuk membantu korban bencana gempa dan tsunami di Palu dan sekitarnya. Dalam waktu singkat sejak peristiwa terjadi, telah terkumpul berbagai macam bantuan untuk mereka yang tertimpa kemalangan.
Panas terik siang itu tidak menyurutkan langkah Syarifuddin Achmad mengantarkan bantuan yang dikumpulkan oleh Yayasan Rama Gemilang, Depok. Di yayasan ini, ia menjadi koordinator kegiatan Peduli Kemanusiaan dan Siaga Bencana. Air mineral, obat-obatan ringan, mi instan gelas, pakaian bayi, makanan kecil, dan pakaian layak pakai diserahkan kepada Lambang Saribuana, Direktur Utama CSM Cargo, di kantornya, Jalan Manggarai Utara 6, Jakarta Selatan. Perusahaan kargo ini menggratiskan pengiriman untuk korban gempa di Palu, Donggala, dan sekitarnya.
Dalam kondisi normal, barang seberat 100 kilogram yang dikirimkan Syarifuddin mestinya dikenai biaya Rp 650.000. Namun, Lambang menggratiskan semua biaya dan akan menyalurkan bantuan melalui Lazis Muhammadiyah (Lazismu) dan Muhammadiyah Disaster Management Center (MDMC) di Palu. Sambil menanti kepastian rute perjalanan, Lambang menunggu jumlah bantuan mencapai 20 ton untuk memaksimalkan kapasitas truk pengangkut. Biasanya hanya butuh waktu 5-6 hari saja seperti pengalaman saat gempa Lombok lalu.
”Saat seperti ini, biaya pengiriman biasanya naik dua kali lipat. Kasihan mereka yang berniat membantu tetapi terkendala biaya pengiriman,” kata Lambang, Selasa (2/10/2018).
Lambang telah menggratiskan jasa kargo untuk membantu korban bencana sejak tahun 2007 saat terjadi gempa di Padang, Sumatera Barat. Saat itu, informasi masih disebarkan melalui faksimile ke berbagai lembaga. ”Hanya dapat beberapa koli barang,” kata Lambang.
Pada 2010 ketika Gunung Merapi di perbatasan Yogyakarta dan Jawa Tengah meletus, ia mulai memanfaatkan media sosial, seperti Facebook dan Twitter. Hasilnya, animo masyarakat meningkat pesat. Bantuan yang terkumpul mencapai dua truk. Untuk korban gempa Lombok, ia mengirim 64 ton bantuan yang dibawa empat truk.
Ifani juga merasakan dampak positif media sosial. Lewat akun pribadinya di Facebook dan fans page Yayasan Cinta Negara Kesatuan Republik Indonesia (YCNKRI) yang didirikannya, dengan cepat ia menggalang dana dan tenaga sukarelawan. Semua bantuan donatur disalurkan tanpa potongan. Biaya operasional keluar dari kantong pribadinya dan sukarelawan. Rekening koran donasi dipublikasikan lewat Facebook, demikian pula dengan struk belanja barang bantuan. ”Kalau saldo belum nol, masih terus kami belikan barang bantuan,” kata Ifani.
Sejauh ini, pihaknya telah mengirim 4,5 ton beras, mi instan, tikar, tenda, terigu, air mineral, selimut, dan lainnya. Barang-barang ini dibawa dengan menumpang kapal KRI Dr Soeharso (990) yang berlayar dari Bali 2 Oktober lalu dan tiba 5 Oktober. Bantuan telah diberikan kepada korban di Sigi dan Palu.
Uniknya, ketika Ifani mengunggah gambar mi instan yang dibelinya untuk korban gempa Palu, seorang teman Facebook yang baru dikenalnya protes dengan mengatakan makanan itu tidak sehat. Ifani lantas menantangnya memasak untuk korban. Gayung bersambut. Sang pemrotes, Bernard Chew, ternyata chef yang memiliki restoran di Jimbaran, Bali. Tidak lama, Bernard menunjukkan tiket ke Palu. Ia juga mengajak berangkat istrinya, Figie Subrata, yang juga seorang chef serta tiga chef lain. Mereka tiba 4 Oktober lalu dan mulai memasak Sabtu kemarin. Mereka akan memasak 10 ton beras dan lauk-pauk lainnya. Selain bantuan yang dibawa YCNKRI, kelimanya juga mengolah bantuan yang dibawa sebuah yayasan lain.
”Saya tinggal di Indonesia, cari uang di sini, menikah di sini. Ketika Indonesia terkena masalah, tentu saya akan membantu sepenuh hati,” kata Bernard, pria asal Singapura yang sudah menjadi warga negara Indonesia.
Berjiwa sosial
Sahabat Peduli Indonesia (SPI) juga merasakan dampak ampuh media sosial untuk menggalang dana dan menjalin komunikasi transparan dengan penyumbang. SPI fokus pada bantuan untuk pembangunan WASH facilities (Water-Sanitation-Hygiene). Untuk tahap pertama bantuan ke Palu, mereka sedang membuat field assessment dan akan mengirim tim ke Palu. Bantuan awal yang akan dikirimkan, antara lain, berupa solar lamp dan water filter.
”Setelah itu, kami akan mengirim arsitek dan structural engineer untuk pembangunan. Kurang bersihnya lingkungan kalau dibiarkan bisa menimbulkan penyakit bagi pengungsi,” kata Didiet Maulana, desainer mode yang merupakan satu dari empat pendiri SPI. Pendiri lainnya adalah Tri Clay, pekerja sosial di bidang manajemen kebencanaan; Dewi ”Dee” Lestari, penulis dan penyanyi; serta Dr Vivi
Wirahadikusumah, Managing Director Medic One Indonesia.
Penggalangan dana yang mendapat respons besar juga terlihat di Kitabisa.com. Alvi Anugerah dari humas galang dana Kitabisa.com menuturkan, sambutan kampanye galang dana untuk Palu sangat luar biasa. Ini terlihat, antara lain, dari kunjungan website.
”Website Kitabisa rata-rata dikunjungi 100.000 pengunjung per hari. Sejak bencana Palu dan banyak yang membuat kampanye galang dana, kunjungan ke website naik sampai 2 juta visitor,” kata Alvi.
”Semua orang ingin gerak cepat dengan membuat galang dana. Dalam sejarah Kitabisa, baru kali ini server kami begitu penuh sampai down,” kata CEO Kitabisa.com M Alfatih Timur yang biasa dipanggil Timmy.
Dalam waktu seminggu ini, galang dana yang digagas 100 pengampanye (campaigner) sudah mencapai Rp 20 miliar. Ditambah dengan donasi nondaring, jumlahnya mencapai 500 campaigner. Sebagai perbandingan, penggalangan dana untuk gempa Lombok mengumpulkan dana hampir sama dan melibatkan 1.300 lebih campaigner dalam waktu 2-3 minggu.
Galang dana tercepat dilakukan oleh Aksi Cepat Tanggap, beberapa jam setelah terjadi gempa dan tsunami di Palu. Setelah itu, sejumlah tokoh publik dan berpengaruh turut serta menggalang dana, antara lain Gubernur Jawa Barat Ridwan Kamil, aktris Tatjana Saphira, Hannah Al Rashid, Ririn Ekawati, Ariel Tatum, hingga penyanyi Raisa.
Tatjana Saphira memanfaatkan akun Instagram-nya untuk mengajak pengikutnya berdonasi. Ia sebenarnya ingin sekali langsung datang untuk membantu para korban. Namun, tampaknya itu sulit dilakukan akibat akses menuju lokasi yang masih terbatas. ”Dalam kondisi seperti itu kita tidak bisa asal datang,” ujar Tatjana.
Untuk penyaluran bantuan, Kitabisa bekerja sama dengan organisasi kemanusiaan, seperti Aksi Cepat Tanggap, Dompet Dhuafa, Lazisnu, dan Lazismu. Khusus galang dana untuk bencana alam dan zakat tidak dikenai biaya kampanye.
Belajar dari kasus ini, Timmy makin percaya bahwa Indonesia tidak kekurangan orang baik. Berdasar survei World Giving Index yang menunjukkan sifat pemurah, Indonesia menempati nomor dua setelah Myanmar, disusul Kenya. Yang kurang adalah jembatan untuk menghubungkan orang-orang baik, salah satunya lewat jalur digital yang dilakukan Kitabisa.
Warganet
Antusiasme warganet dalam menanggapi kampanye gerakan bantuan terhadap korban gempa dan tsunami di Palu memang besar, seperti terpantau oleh Provetic, perusahaan konsultan strategis berbasis data. Terkait gempa di Palu dan sekitarnya, Provetic memantau data, khususnya di Twitter.
Selama 28 September hingga 4 Oktober 2018, tercatat 400.000 kicauan seputar bencana alam Palu oleh lebih dari 150.000 akun Twitter. Lebih dari seperlimanya spesifik membahas upaya pemberian atau penerimaan bantuan oleh korban bencana.
”Angka-angka itu sangat masif. Dari sana kita bisa lihat masyarakat kita punya jiwa sosial dan solidaritas yang sangat tinggi,” ujar Chief Executive Officer Provetic Iwan Setyawan.
Menurut Iwan, media sosial saat ini punya peran penting yang tidak bisa diabaikan, terutama dalam upaya menggalang dan menyalurkan bantuan bencana alam. Melalui media sosial yang interaksi di dalamnya bersifat dua arah, orang-orang bisa saling terkoneksi.
”Antarwarganet bisa saling menginformasikan. Semisal ada orang yang ingin memberikan bantuan spesifik macam tenaga medis, buku anak sekolah, atau mainan anak, tetapi enggak tahu harus menyalurkan ke mana, warganet lain bisa langsung merespons jika tahu jawabannya,” tambah Iwan.
Meski begitu, Iwan juga meminta masyarakat berhati-hati memilah dan memilih informasi, terutama jika terkait upaya penggalangan dana. Akan lebih baik jika mengecek dahulu kredibilitas akun-akun penggalang dana itu.
”Lebih baik disalurkan ke organisasi-organisasi yang akunnya sudah terverifikasi, seperti PMI, bank-bank swasta dan pemerintah, atau lembaga lain yang punya kredibilitas baik sehingga pertanggungjawabannya jelas,” ujarnya.
(WKM/NIK/DOE/DWA/EKI)