Yuk, Bermain Sambil Belajar di Taman Lalu Lintas Bandung
Di ruang terbuka hijau. Tinggalkan gawai dan berlari-larilah bersama teman-temanmu. Sekadar jalan-jalan atau bermain sepeda, bahkan duduk-duduk sambil ngobrol-ngobrol di bawah rindangnya pepohonan pun tidak masalah. Namun, tak sekadar bermain, belajar tertib sejak dini pun begitu mengasyikkan di Taman Lalu Lintas Ade Irma Suryani Nasution, Bandung, Jawa Barat.
Siang itu, keluarga kecil Budi dan Dian membawa anaknya, Maurin, berjalan menyusuri taman yang terletak di sudut kota Bandung, Kamis (11/10/2018).
Panas terik tak terasa menyengat tubuh anaknya yang berada dalam gendongan Budi, karena pepohonan besar melindunginya. Hanya bayang-bayang sinar mentari yang menembus di antara dedaunan.
Sejak pukul 10.00, keluarga kecil ini menemani jalan-jalan anaknya. Selain kolam renang anak, ada pula titik lokasi yang asyik untuk dinikmati oleh anak-anak, seperti rumah pohon, perosotan, kereta rel anak-anak, dan sepeda kecil yang disewakan menjadi pilihan di taman itu.
Tak ketinggalan, sebuah titik perhentian yang bisa dimanfaatkan untuk swafoto berupa sebuah mobil miring di dinding, yang harus membuat pengunjung mengeluarkan sesaat gawainya.
Inilah sejumlah fasilitas yang terdapat pada Taman Lalu Lintas Ade Irma Suryani ini. Begitu kental sejarahnya berdirinya taman ini membuat beberapa orang mungkin akan bertanya, di mana fasilitas bermain flying fox yang dulu pernah ada?
Rupanya, sesuai gagasan berlalu-lintasnya, lokasi itu sudah diubah menjadi sebuah jembatan penyeberangan yang mirip dengan flyover atau jalan layang.
Hanya saksi bisu pepohonan tua yang tetap kokoh berdiri menaungi taman ini. Batangnya tegak berdiri dipenuhi ranting-ranting yang membuat keindahan tersendiri.
Kerindangannya memang bikin taman ini layak menjadi salah satu taman yang boleh dibilang murah, hanya Rp 6.000 per orang. Apalagi, ada pula tikar yang disediakan untuk duduk-duduk seharga Rp 5.000 sekali sewa.
Ibarat tubuh
Kesegaran tubuh mungkin menjadi gagasan awal para pendiri taman ini. Secara biologis, kesegaran tubuh yang sehat dibangun salah satu upanyanya adalah dengan fungsi insulin yang baik di dalam tubuh manusia.
Tak mengherankan, taman ini secara historis dinamakan Taman Nusantara Insulinde Park.
Taman Insulin, konon begitulah kerap disebut untuk taman yang dibangun tahun 1921. Zaman Belanda masih menduduki Indonesia, kebutuhan akan kesegaran alam diperoleh dengan penataan kota yang baik.
Dari buku “60 Tahun Taman Lalu Lintas Bandung Ade Irma Suryani Nasution – Sumbangsih Untuk Bangsa” terungkap secara terjelas tentang cikal-bakal keberadaan ruang publik ini.
Perkembangan sejarah yang terus berubah pasca Kemerdekaan RI, keberadaan taman ini diubah dengan sebuah brand baru Taman Lalu Lintas Ade Irma Suryani Nasution. Ikon kebanggaan kota Bandung diyakini memberi makna dan keceriaan kepada warga Bandung, khususnya anak-anak.
Yayasan Taman Lalu Lintas Ade Irma Suryani Nasution mencoba merujuk pada ide cemerlang dari para penggagasnya yang tergabung pada organisasi Badan Keamanan Lalu Lintas.
Kondisi tahun 1954, saat lalu lintas Bandung masih lengang, BKLL sudah memikirkan pendidikan kelalulintasan anak-anak usia dini. Anak-anak diajak memahami cara berlalu-lintas yang benar agar selamat di dalam perjalanan sedini mungkin.
Selain menggagas sebagai taman rekreasi, taman ini juga menjadi taman edukasi dan konservasi alam. Dalam buku kenangan itu, digambarkan kota Bandung yang berada di ketinggian rata-rata 768 meter di atas permukaan lalut dengan iklim tropik basah yang sejuk, banyak sekali taman yang dirancang dengan tujuan tertentu yang saling menunjang di kota itu.
Taman ini pun pernah diubah menjadi lapangan militer. Namun, dikembalikan fungsinya sebagai taman untuk kepentingan publik.
Tahun 1898, lahan rawa seluas lebih dari tiga hektar menjadi cikal-bakal Taman Insulinde. Taman ini dikelilingi Borneo Straat (Jalan Kalimantan) di sisi timur, Biliton Straat (Jalan Belitung) di selatan, Sumatera Straat (Jalan Sumatera) sebagai batas barat, dan di sisi utara dibatasi jalan yang kini dikenal sebagai Jalan Aceh.
Keadaan berubah pada tahun tahun 1923, saat sekelompok arsitek yang menanam diri Bandoeng Vooruit mengusulkan pembangunan sebuah taman berkonsep tropis. Usulan itu disetujui pamerintahan kolonial Belanda.
Saat ini – seolah memang takdir – Bandung dipenuhi taman tematis berinduk pada kondisi iklim lokal. Ada Taman Pieter Sijthoff (1885), Taman Maluku (1919), Taman Izyerman (1919), Lapangan Nassau van Oranje (1920), Taman Tjilaki (1920), Taman Jubileum (1920) dan lainnya.
Setelah Indonesia merdeka, Taman Insulinde diubah menjadi Taman Nusantara (1950). Namun, fungsinya sebagai taman pendidikan dan pembentukan karakter anak-anak bangsa.
Tepat 1 Maret 1958, menjadi momentum bagi penggagas dan pengelola Taman Lalu Lintas Bandung. Saat itu, pemerintah kotapraaja Bandung bersama Badan Keamanan Lalu Lintas (BKLL) cabang Bandung yang dipimpin Ajun Komisaris Polisi Nazaruddin meresmikan taman tersebut menjadi Traffic Garden.
Tujuan pendiriannya, mendidik masyarakat agar disiplin dan beradab di jalan raya. Organsasi nirlaba ini ditopang oleh para tokoh formal lintas instansi. Secara misi, Taman Lalu Lintas Bandung merupakan taman yang didedikasikan sebagai lokasi Penyuluhan Pendidikan Keamanan Lalu Lintas, tempat konservasi lingkungan dan juga rekreasi anak-anak, keluarga dan umum.
Pengawas Lapangan TLL-AISN Daantje Syaiful yang ditemui di Bandung, Kamis (11/10/2018), mengatakan, “Banyak pohon di taman ini yang dipertahankan. Dengan seiring kemajuan zaman, Kang Emil (sebutan Wali Kota Bandung Ridwan Kamil) saat itu ingin gerbang depan taman ini menjadi lebih luas, sehingga pohon-pohon dibenahi."
Hadi Purwanto, Adminstrator TLL-AISN, mengatakan, biasanya, taman ini bukan sekadar sebagai taman bermain, melainkan juga taman untuk praktik pengenalan lalu lintas secara riil. Anak-anak sekolah dasar, misalnya, diberikan tugas oleh gurunya untuk mengenal rambu-rambu lalu lintas.
“Taman ini sebagai taman pembelajaran yang menarik. Mereka pun kerap diminta menggambar atau memahami tentang rambu-rambu lalu lintas yang biasanya terdapat di jalan-jalan,” kata Hadi.
Selain itu, kata Hadi, layanan pemandu taman lalu lintas dengan memasukkan guru-guru SD maupun TK ke dalam tim PPKLL (Penyuluhan Pendidikan Keamanan Lalu Lintas). Panduan ini sengaja diberikan secara cuma-cuma agar menarik minat pengunjung taman ini.
Menarik sekali, taman ini menjadi tempat bermain sekaligus belajar. Hal inilah yang mendorong PT Toyota Astra Motor untuk menggulirkan sebagian dana tanggung jawab sosial korporatnya.
Hingga kini, TAM masih ingin menunjukkan komitmennya dalam bentuk memanfaatkan Taman Lalu Lintas ini.
“Banyak pembenahan yang masih diperlukan agar menarik minat masyarakat untuk berkunjung ke taman ini. Kerinduan akan ruang terbuka hijau masih menjadi dambaan masyarakat. Sejak dini, anak-anak memang perlu diperkenalkan untuk pentingnya keselamatan di dalam perjalanan dengan memahami rambu-rambu lalu lintas,” ujar Head of Public Relation PT Toyota Astra Motor (TAM) Rouli Sijabat. (HARYO DAMARDONO)