Cegatan Rasa Borneo
Soto Banjar selalu identik dengan Pulau Kalimantan. Kuahnya yang berkaldu nan gurih ditambah suwiran daging ayam selalu jadi inti sajian. Lalu biasanya dilengkapi sepotong perkedel, irisan telur rebus, mihun, dan ketupat atau kentang rebus. Soto Banjar tak pernah luput membuat orang selalu mengenang kelezatannya.
Dalam acara Festive Borneo yang digelar Dewan Kerajinan Nasional (Dekranas) bersama Lembaga Pendidikan Kuliner Indonesia, Arkamaya, Rabu (10/10/2018), hidangan yang seperti namanya, berasal dari Banjarmasin, Kalimantan Selatan, itu turut disajikan bersama sejumlah kuliner khas Borneo lainnya.
Menurut Bendahara Dekranas Andi Marcelya Hamid Awaludin, selain kuliner acara Festive Borneo juga memamerkan sejumlah hasil kerajinan serta seni tradisional Kalimantan, khususnya Kabupaten Berau, Kalimantan Timur. Beberapa perajin, penari, dan pemusik seni tradisional juga ikut memeriahkan suasana.
Selain soto Banjar, disebut pula dengan nama Banjar bapukah, Head Cooking Chef Arkamaya, Pasya Hardiman, juga menyajikan beberapa jenis menu tradisional lain, dua di antaranya khas dari Kabupaten Berau.
Ada sajian be’telo atau ikan khas sungai pedalaman Kalimantan, ikan munjuk, yang diolah dengan bumbu cabai hijau. Ada juga sayur tung ubi, atau sayur daun ubi tumbuk. Selain itu, juga disajikan menu hayam habang, alias ayam bumbu cabai merah, serta menu ikan patin bumbu terasi pedas yang dimasak dengan cara dibakar di dalam batang bambu.
”Untuk soto Banjar, saya membuat yang versi kental. Caranya, kuah kaldu ditambahi kuning telur rebus yang dilumat. Selain kuahnya jadi lebih kental, rasanya juga jadi lebih gurih. Menurut saya, dibandingkan kuah soto versi bening, versi yang ini jauh lebih cocok untuk lidah masyarakat kota besar seperti Jakarta,” ujar Chef Pasya.
Saat dicicipi, rasanya memang jauh lebih kental dan gurih di mulut. Ditambah lagi dengan potongan-potongan daging ayam suwir yang melimpah dan sepotong perkedel membuat satu mangkuk soto seolah tak cukup. Untuk menambah cita rasa, saat disajikan sang chef juga menambahkan beberapa potong emping melinjo.
Gugah selera
Soto Banjar sangat pas disajikan dalam kondisi panas. Jika berselera, bisa juga ditambah sambal dan perasan jeruk nipis, yang akan semakin memperkaya rasa di lidah saat disantap. Bersama potongan-potongan kecil ketupat berbentuk dadu, hidangan Banjar bapukah ini cocok menjadi semacam makanan pembuka sekaligus penggugah selera.
Tak lama setelah selera makan terbangkitkan, sejumlah menu khas Borneo lain juga telah tersedia. Menu istimewa be’telo dibuat dari bahan-bahan utama khusus, yakni ikan munjuk. Ikan munjuk tersebut digoreng kering dan dibumbui dengan cabai hijau yang aromatik dan khas.
”Cabai hijaunya terlebih dahulu saya rebus sehingga hasil olahan bumbunya nanti tidak terlalu pedas. Memang mirip dengan olahan daging atau ayam bumbu cabai hijau ala Sumatera Barat. Namun, untuk ikan munjuk ini kami tidak menggunakan tambahan daun jeruk dan daun pandan. Rasanya pun lebih light,” tambah Chef Pasya.
Untuk mendampingi menu khas asli Berau itu, sang chef juga menyandingkannya dengan olahan sayur daun ubi atau singkong tumbuk, tung ubi, yang lagi-lagi terbilang mirip dengan olahan sayur berbahan serupa ala Sumatera Utara. Bedanya, sayur tung ubi tidak menggunakan tambahan santan serta kunyit.
Selain itu, sayur daun ubi atau singkong tumbuk versi Berau ini juga menggunakan bahan sayuran sejenis terung-terungan, leunca, yang biasa menjadi bahan lalapan di kuliner khas Jawa Barat. Melengkapi sajian protein, sang chef menyajikan dua macam olahan lezat daging ayam dan ikan, hayam habang serta ikan patin bumbu terasi pedas, yang dibakar di dalam batang bambu. Keduanya sama-sama cocok untuk dinikmati sebagai lauk dengan sepiring nasi panas.
Kedap udara
Walau menggunakan bumbu dari cabai merah kering, hidangan hayam habang terasa sama sekali tak pedas dan bahkan cenderung manis. Rasa pedas yang ”samar-samar” memang
sengaja dibuat dengan membuang bagian biji cabai merah kering.
”Rasa manisnya dari gula merah. Ada juga ditambahkan bumbu kencur dan tak lupa terasi. Rasa manisnya memang lebih dominan di hidangan ini,” ujar Chef Pasya.
Pada menu ini, sang chef juga menggunakan sentuhan modern saat mengolahnya. Sebelum dimasak dengan bumbu, daging ayam terlebih dahulu dimatangkan dengan metode sous vide atau direbus dalam kemasan plastik khusus kedap udara selama beberapa waktu di dalam air dengan temperatur konstan, sekitar 60 derajat celsius sampai matang.
Setelah itu satu menu utama lain, ikan patin bumbu terasi pedas, juga disajikan, menjadi semacam hidangan pamungkas. Baik cara memasak maupun cita rasa yang dihasilkan cukup memberi pengalaman baru dalam berkuliner. Rasa akhirnya unik lantaran cara pengolahannya pun juga tak biasa.
Potongan daging ikan patin, bisa juga menggunakan daging ikan lele, terlebih dahulu dibersihkan, kemudian dibumbui dengan air perasan jeruk nipis serta garam. Setelah itu didiamkan selama sekitar tiga jam, lalu dibubuhkan lagi beragam bumbu yang telah dihaluskan dan dimasak.
Bumbu masak itu terdiri dari cabai merah dan rawit, juga ada kunyit, santan, dan kemiri. Bumbu ini dilumurkan ke daging ikan, lalu disimpan di dalam lemari pendingin dan dibiarkan meresap semalaman.
Setelah bumbu meresap semalaman, semua bahan tadi barulah dimasukkan ke dalam batang bambu, lalu dibakar di atas api kecil selama tiga atau empat jam sesuai ukuran ikan.
Bagi mereka penggemar ikan berbumbu, sajian ini memicu nafsu makan. Aroma dari ikan bakar berbumbu yang sangat khas, ditambah sedikit rasa pedas dan gurih, juga sedikit berminyak, berpadu padan dengan daging ikan patin yang kenyal serta kaya lemak, terutama di bagian perut ikan ini.
Cegatan-cegatan rasa dari Borneo ini membuat lidah kita meloncat-loncat kegirangan, lalu menyantap lagi....