Menjanjikan Bahagia
Petang menjelang, jalanan menuju Pantai Seminyak, Bali, dipadati turis yang hendak mengejar matahari terbenam. Hanya beberapa ratus meter dari garis pantai itulah rumah Michael Brozio Orah berada. Meski begitu, jika rindu pantai, musisi ini justru memilih pergi lebih jauh.
Ketika malam makin larut, bising suara kendaraan dan keriuhan aktivitas orang mereda, suara ombak yang bermain di pantai akan terdengar lebih jelas dari rumah Zio (39), begitu ia biasa dipanggil.
Rumah musisi berdarah Manado yang lahir dan tumbuh besar di Bali ini memang berada di jajaran vila di area Pantai Seminyak. Dari rumah pemain bas grup Dialog Dini Hari itu, Pantai Seminyak bisa dijangkau dengan berjalan kaki beberapa menit saja.
Tempat tinggal Zio bersama keluarga kecilnya—sang istri bernama Aylin Kanginnadhi dan putri mereka, Liv Brozio (7)—itu terbagi menjadi tiga: paviliun di bagian terdepan, rumah induk, dan studio musik Zio. Paviliun dengan loft yang difungsikan sebagai kamar tidur itu kadang digunakan oleh kerabat yang datang berkunjung, bisa pula disewakan untuk turis atau tamu yang ingin menikmati Seminyak.
Saat tak sedang dihuni, sofa di paviliun berlangit-langit tinggi itu menjadi item favorit Zio untuk sekadar duduk bersantai. Jangan salah, itu juga aktivitas yang kerap menghadirkan inspirasi bermusik buat musisi seperti Zio.
Ketika kaki melangkah menuju rumah induk, tulisan besar ”Happy Together” di dinding luar yang bercat warna merah muda tersebut mencuri perhatian. ”Itu nama rumah ini, Happy Together. Nama itu, kan, doa. Zaman sekarang ini makin sering orang enggak bahagia...,” kata Zio.
Tentu doa Zio, semoga ia dan keluarga yang menghuni rumah itu dikaruniai kebahagiaan.
Joglo
Bagian utama rumah induk Zio merupakan bangunan joglo berukuran 12 x 13 meter persegi. Langit-langit yang ditopang sepenuhnya oleh jajaran kayu itu terkesan kokoh dan eksotik. ”Joglo ini yang memilih kami. Ini kado dari sahabat keluarga ketika kami membangun rumah,” kata Zio.
Pada satu sisi ruangan, langit-langit kayu itu langsung bersambung dengan bidang pintu dan jendela tinggi terbuat dari kayu dan kaca. Sisi ini menghadap ke halaman belakang yang asri. Pintu-pintu tinggi yang terbuka itu membawa terang sinar matahari leluasa masuk ke tengah rumah.
Di ruang tengah, suasana hidup berkeluarga terasa amat nyata. Sofa-sofa besar mengapit rak berisi beraneka pernik favorit setiap anggota keluarga. Di sini pula diletakkan piano yang sudah cukup piawai dimainkan oleh si gadis kecil Liv.
Pada dinding, dipajang foto-foto keluarga, juga sobekan lembar kalender hari kelahiran Liv yang dibingkai. Tak ketinggalan, ditempel pula tata tertib harian untuk si buah hati: harus ganti baju, istirahat, bikin PR, dan seterusnya…. Semua menyumbang nuansa warna-warni nan hangat pada ruang keluarga ini.
Bertumbuh
Zio mulai tinggal di kawasan itu sejak ia menikah dengan Aylin pada tahun 2010. Setahun kemudian, mereka dikaruniai Liv. Lahan tempat rumah itu berada telah lama dimiliki keluarga Aylin sebelumnya. Setahap demi setahap, pasangan ini membangun di atas lahan tersebut.
Mereka mulai membangun rumah pada 2009 bersamaan dengan membangun kafe di bagian terdepan. Kafe yang dinamai Straw Hut itu sampai kini masih semarak.
”Kami mulai dari nol, saya ikut belanja ke pasar. Waktu-waktu awal, masih ada almarhumah ibu saya yang ikut bantu bikin menu Indonesia untuk kafe itu,” ujar Zio.
Ia melanjutkan ceritanya, ketika Liv lahir, mereka masih tinggal di rumah bertipe studio yang hanya terdiri dari satu ruangan dengan dapur kecil dan kamar mandi. ”Compact banget, dengan anak masih bayi dan dua anjing golden (retriever) besar-besar,” kata Zio diiringi tawa.
Bermula dari kafe dan tempat tinggal kecil itu, rumah pasangan ini bertumbuh hingga kini ada rumah induk, paviliun, dan studio musik Zio, selain kafe di bagian depan. Dalam proses bertumbuh itu, desain interior terutama ditangani Aylin. ”Dia passionate banget dalam urusan desain interior,” kata Zio tentang sang istri.
Tinggal di kawasan pantai yang tenar, ada juga tantangannya. Kata Zio, ia kerap harus bersabar menghadapi kemacetan di area Seminyak yang kian padat. Kepadatan itu pula yang membuat Zio justru kerap memboyong keluarganya ke pantai yang lebih jauh dan lebih tenang, misalnya di Nusa Dua, jika sedang ingin menikmati laut.
Tinggal di antara jajaran vila-vila juga ada susahnya. ”Tetangga kami sering banget ganti!”
Warna pribadi
Salah satu area pribadi Zio di rumah tentu adalah studio musiknya. Sejak 2008 hingga kini, ia bergabung dengan grup musik Dialog Dini Hari (DDH). Tumbuh besar di Denpasar, sejak SMA, Zio mulai nge-band. Ketika kuliah, dia tampil menyuguhkan musik dari satu kafe ke kafe lain di Denpasar.
Setelah sebelumnya sempat bergabung dengan beberapa band lain, Zio awet bermusik bersama DDH selama 10 tahun terakhir. Grup musik DDH, selain Zio pada bas, diawaki pula oleh Dadang SH Pranoto (vokal dan gitar) dan Putu Deny Surya Wibawa pada drum.
”Kami bertiga sangat open, dalam pengertian bermusik. Enggak membatasi satu sama lain. Walaupun disepakati penulis lirik adalah Dadang, untuk mengolah musik itu kami benar-benar saling mengisi,” ujar Zio.
Selain berkarya bersama DDH, Zio juga meluncurkan album solo perdananya bertajuk ”See the Sun”,tahun lalu. Banyak orang berkomentar, album itu adalah representasi warna personal Zio, dengan cita rasa musik yang berbeda dari DDH. Akan tetapi, Zio menambahkan, dalam grup DDH, ia juga tetap menjadi dirinya sendiri. Pada karya-karya DDH, setiap awak grup ini menorehkan warna personal mereka dalam harmoni.
”Ibaratnya, rumah DDH itu warnanya pink, saya sendiri nge-cat di situ. Di rumah yang ini, saya nge-cat dengan warna putih. Orang, kan, tidak hanya punya satu warna,” kata Zio memberi misal.
Hidup memang akan lebih indah ketika penuh warna. Warna-warna yang menjadi representasi kejujuran pada diri sendiri. Seperti juga warna-warni di ruang tengah rumah Zio.
Soal rumah, kini Zio dan Aylin tengah menyiapkan rumah masa depan. Di dekat pantai lagikah? Jawab Zio, ”Bukan. Di area permukiman di Denpasar, di belakang ruko-ruko gitu....”
Untuk bahagia, memang tidak harus tinggal di tepi pantai atau puncak gunung. Sebab, bahagia itu tumbuh di hati, di mana pun berada rumah tetap bisa menjanjikan bahagia.