Zaman dahulu kala, lahir seorang anak perempuan dari buah mentimun. Anak tersebut dinamai Timun Mas. Ia dibesarkan seorang wanita tua yang pernah dititipi benih mentimun oleh raksasa bernama Buto Ijo. Suatu hari, raksasa tersebut menagih janji untuk mendapatkan hasil tanam benih tersebut, yang tak lain adalah Timun Mas.
Ketika Timun Mas tumbuh menjadi gadis cantik usia 17 tahun, Buto Ijo datang untuk menjemputnya. Tidak rela anak asuhnya diambil, wanita tua itu meminta Timun Mas meninggalkan rumah dan memberinya empat perbekalan, yaitu benih timun, duri, garam, dan terasi. Dengan keberanian dan perbekalan tersebut, Timun Mas berhasil menghadapi Buto Ijo dan mengalahkannya.
Dongeng rakyat Jawa Tengah tersebut menjadi inspirasi bagi Chitra Subyakto, Founder dan Creative Director jenama mode Sejauh Mata Memandang (SMM). Memori masa kecil tersebut ia tuangkan dalam koleksi terbarunya yang ia namai Musim Rintik 2018.
”Timun Mas adalah dongeng favorit saya,” tutur Chitra di Jakarta, Kamis (8/11/2018). Tidak hanya sekadar cerita rakyat, ia menilai dongeng Timun Mas memiliki nilai pembelajaran positif bagi siapa pun yang dapat memaknainya.
Untuk menyebarkan pesan tersebut, Chitra menuangkan penggambaran kisah dan sosok Timun Mas melalui berbagai motif dan desain pada media tekstil dan busana. Koleksi yang ada menggunakan bahan-bahan seperti katun sari, katun foal, hingga cupro yang berasal dari bahan organik.
Ia membuat motif bergambar Timun Mas hingga simbol yang merepresentasikan empat jenis perbekalan dalam warna-warna cerah, seperti kuning kunyit, biru, hijau, dan merah.
Menariknya, Chitra mengenalkan koleksi terbarunya dalam bentuk pameran seni. Berkolaborasi dengan kreator seni Davy Linggar, Chitra mengajak penikmat karyanya untuk masuk ke bagian kisah Timun Mas saat berusaha bebas dari Buto Ijo.
Di dalam ruang pameran, pengunjung akan dihantar untuk memasuki labirin yang dilingkupi potongan-potongan panjang kain putih. Instalasi tersebut memberikan pengalaman berbeda dari pameran mode pada umumnya.
Tidak lama setelah melalui pintu masuk, pengunjung akan menemukan layar besar yang menampilkan video animasi dongeng Timun Mas. Narasi animasi dongeng tersebut diisi oleh suara aktris Dian Sastrowardoyo. Sementara untuk lagu dan musik disumbang penyanyi dan musisi Tulus serta Petra Sihombing.
Kolaborasi tersebut bukan hanya untuk kepentingan komersial, melainkan juga kesadaran akan menghadirkan kembali kerifan lokal yang telah dilupakan.
”Dongeng ini bagi generasi saya mungkin pernah didengar, tetapi bagi generasi milenial mungkin sudah banyak yang tidak mengetahuinya,” ujar Dian. Menurut dia, proyek tersebut dapat menjadi contoh bagus bahwa karya mode tidak hanya untuk diperjualkan, tetapi bisa bercerita tentang kekayaan Indonesia.
Pemberdayaan
Dalam pameran interaktif tersebut, berbagai produk dengan edisi terbatas dipamerkan. Produk tersebut seperti selop, topeng, tas kecil yang disebut pouch bag, hingga buku cerita dari kain yang disulam.
Sejumlah koleksi dibuat dengan bantuan perkumpulan ibu rumah tangga di Rusun Pesakih dan Rusun Marunda di Jakarta. Berbagai motif pun dibuat dengan tangan untuk mengerjakan karya bermetode tulis, cap, sablon, hingga bordir.
”Saya suka proses pembuatan karya dengan tangan karena lebih soulful (penuh perasaan) dibandingkan teknologi yang membuat proses pengerjaan lebih cepat dan efektif. Indonesia itu kekuatannya ada di sumber daya manusia yang banyak sekali,” tutur Chitra.
Bersamaan dengan pameran tersebut, SMM juga bekerja sama dengan Yayasan Dian Sastrowardoyo dan Bantu Guru Belajar Lagi untuk memberi dukungan pemberdayaan di bidang pendidikan. Hasil penjualan beberapa produk terbatas akan disumbangkan untuk beasiswa pendidikan S-1 hingga pelatihan pada guru-guru.
Berbagai karya yang dipamerkan dijual dengan harga mulai dari Rp 400.000 hingga Rp 3 juta. Pameran tersebut hadir di lantai 1 pusat perbelanjaan Senayan City, Jakarta Pusat, mulai 8 November 2018 sampai dengan 8 Januari 2019. (ERIKA KURNIA)