Bangunlah, Teh Tua
Berkunjung ke Kedai Siang Ming Tea sejatinya adalah rekreasi bagi jiwa. Tak hanya seteguk, pelanggannya bisa menghabiskan waktu beberapa jam menyeruput teh. Teh yang disajikan selalu istimewa. Andalan utamanya adalah teh phu erl berumur puluhan tahun yang juga menjadi barang koleksi bagi penikmatnya.
Pemilik Kedai Siang Ming Tea, Suwarni Widjaja yang juga Sensei of Chado ”Urasenke Tankokai Indonesia” dan The Secretary of Chado ”Urasenke Tankokai Indonesia”, siap menuang teh bagi tamu-tamunya dengan teh terbaik. Suwarni hanya akan absen dari kedai di Mangga Dua Square lantai B tersebut jika sedang mengajar seni penyeduhan teh ala Jepang (Chado) di Japan Foundation pada Selasa dan mengajar privat pada Sabtu.
Meskipun menguasai dan menyajikan upacara minum teh ala Jepang, suguhan utama di Kedai Siang Ming Tea yang bermakna teh yang wangi ini justru menonjolkan teh dari China. Primadonanya tetap phu erl, si teh tua dengan rasa yang earthy menyerupai tanah dan aroma woody serupa kayu tua. Teh phu erl tergolong dalam jenis teh hitam dari daerah Yunan yang sengaja disimpan bertahun-tahun sehingga juga bermanfaat bagi kesehatan.
Dengan gerakan lembut, Suwarni menyeduh phu erl yang disebut liu an yang sudah berumur hampir 30 tahun. Ia membuang seduhan pertama yang sekaligus berfungsi untuk membersihkan peralatan teko teh. Semakin baik phu erl, warna tehnya akan makin mirip dengan anggur merah. Seduhan yang kedua segera dituang ke gelas dan Suwarni berpesan: harus langsung diminum sampai habis.
Begitu masuk ke rongga mulut, phu erl memberi kejutan rasa yang terasa berat dan dalam. Aroma tanah dan kayunya segera terserap hingga seluruh bagian dalam mulut. Jangan buru-buru menelan teh phu erl, tetapi nikmati sensasi mirip orkestra yang menari-nari di mulut. Setelah menahan untuk diserap hingga ke gusi-gusi, phu erl hangat siap ditelan dan memberi kesegaran rasa.
”Seduhan yang ketiga, keempat, dan seterusnya akan makin berwarna tua, tapi tetap bening dan enggak keruh. Ada lingkaran kuning di permukaan kayak ada minyaknya. Ada aroma tanah: earthy. Tehnya bagus karena dari pohon besar tua berusia ratusan hingga ribuan tahun,” kata Suwarni yang bernama asli Tjen Soen Tjau.
Begitu mencicipi seduhan teh phu erl, rekan bisnisnya, Hardi Singgih, setengah berteriak:
”Wuah, enak sekali! Ini juga bisa jadi obat.”
Phu erl bisa terus-menerus diseduh hingga berulang-ulang sampai penikmatnya tak lagi mau karena kebanyakan minum. Saking istimewanya, harga teh jenis phu erl bisa mencapai puluhan hingga ratusan juta per keping. Akibatnya, teh ini pun menjadi barang koleksi.
Ayo, bangun!
Ada sensasi tersendiri ketika Suwarni menyeduh phu erl. Teh tua yang sudah disimpan lama dan diibaratkan sedang tidur itu perlahan seolah-olah sedang ditepuk-tepuk untuk dibangunkan. ”Teh dipanggil. Ini saatnya kamu bangun. Jangan tidur lagi. Berpuluh tahun tidur. Ditepuk ini
saatnya kamu bangun,” tambah Suwarni.
Sama seperti anggur tua, penanganan phu erl pun persis sama. Ia harus disimpan dalam suhu dan kelembaban tertentu agar kualitasnya tetap terjaga dan tidak berjamur. Disimpan dalam bentuk lempengan, phu erl harus terlebih dulu dipatahkan dengan alat semacam pisau sebelum kemudian diseduh. Semakin tua umurnya, semakin tinggi kualitasnya.
”Saya fanatik dengan phu erl karena rasanya nikmat serta bisa meluruhkan lemak dan kolesterol,” kata salah seorang pelanggan, Eva Sofia.
Meskipun tergolong mahal jika dihitung dari harga lempengan tehnya, harga phu erl yang disajikan di Kedai Siang Ming Tea bisa disiasati karena dijual dalam ukuran yang lebih kecil. Untuk satu lempeng phu erl seharga Rp 4 juta dengan berat 0,5 kilogram, misalnya, bisa dipatahkan menjadi potongan berukuran 8 gram per poci teh seharga Rp 80.000. Jika setiap poci bisa disajikan untuk empat orang dengan tiga kali isi ulang, setiap orang hanya membayar tak sampai Rp 10.000 per gelas phu erl kualitas tinggi.
Seusai menuang phu erl, kini giliran teh lain yang tak kalah berkualitas, yaitu white tea atau teh putih. Fuding white tea dibuat dari tunas teh yang memiliki bulu halus berwarna putih dan diproses dengan fermentasi ringan. Jika phu erl diseduh dengan suhu hingga 100 derajat celsius, white tea cukup dengan suhu kurang dari 85 derajat celsius. Berbeda dengan teh lain yang bisa diseduh hingga tujuh kali, white tea cuma bisa tiga kali seduh karena hanya terdiri atas tunas muda.
Belum habis mengagumi rasa phu erl dan white tea, Suwarni sudah mengganti teh di tekonya dengan teh hijau gao san yin yang tak kalah spesial. Setiap kali menyeduh teh, ia menggunakan pengalaman puluhan tahun bersentuhan dengan teh guna menakar suhu, air, dan saat yang tepat untuk menuangkan teh.
Teh hijau, misalnya, membutuhkan waktu yang paling tepat untuk dituang agar tidak kemudian menjadi terlalu pahit. ”Teh itu menarik bisa segala usia. Bagi anak muda, saya suka teh hijau. Ada rasa yang pengin terus diminum. Green tea lebih grassy,” kata putra Suwarni, Hutomo Joe, yang juga membuka usaha
Koningsplein Tea.
Meditasi gerak
Mengamati Suwarni berproses dengan teh juga menjadi keasyikan tersendiri. Gerakannya yang lembut jadi suatu meditasi tersendiri untuk melatih kesabaran. ”Ini meditasi bergerak. Sambil ngobrol, saya isi air. Ini berapa detik sudah oke belum. Suhu air harus tepat. Kalau kelamaan enggak bisa diminum. Otak kanan, kiri, dan tangan terus bergerak. Ini latihan fokus,” ujarnya.
Tak sekadar menuang, upacara minum teh juga bagian dari seni. Menggunakan teko dari tanah liat atau teko yang berasal dari yixing, seduhan pertama biasanya perlu waktu 20 detik. Untuk seduhan selanjutnya, waktunya ditambah 5 detik lagi. Bisa diulang-ulang hingga tujuh kali.
Suwarni mempelajari ilmu pengetahuan tentang teh, seni penyeduhan, dan tradisi teh langsung di China, Taiwan, dan Jepang. Tradisi minum teh atau etiket minum teh di China memang sangat tua, antara lain
diketahui dari karya Kong Hu Chu (551-479 SM). Teh digunakan dalam jamuan untuk pertama kalinya pada 273 Masehi dan pertama kali masuk ke Eropa pada 1559.
Pelanggan juga bisa memesan khusus untuk menikmati upacara minum teh ala Jepang di Kedai Siang Ming Tea. Secara reguler, Suwarni yang mendapatkan predikat Sensei dan mendapatkan gelar teh (Ochamei) ”Sojun” dari Urasenke Kyoto, Jepang, ini masih terus belajar mendalami tentang Chado ke Pusat Urasenke di Kyoto.
Selain mempertahankan kualitas, Kedai Siang Ming Tea juga menyajikan keragaman jenis teh. Teh oolong atau dikenal juga dengan nama qing tea menjanjikan aroma bunga ringan karena fermentasi ringan.
Ada pula teh merah dari Indonesia dengan fermentasi berat dan memiliki aroma rasa yang kuat serta dapat menghilangkan lemak. Biasanya, pelanggan yang datang dari China akan dijamu teh merah dari Tegal ketika bertandang ke kedai ini.