Penyedia Aplikasi Tanda Tangan Digital Sasar Warga yang Belum Miliki Rekening Bank
Oleh
ADHI KUSUMAPUTRA
·4 menit baca
JAKARTA, KOMPAS – Rumitnya pengurusan dokumen dan minimnya akses membuat banyak warga Indonesia tidak menggunakan fasilitas perbankan. Berbagai inovasi untuk memudahkan pengurusan terus dikembangkan, termasuk inovasi tanda tangan digital pada penyedia layanan pinjam-meminjam uang berbasis teknologi. Tetapi, keamanan data pribadi masih menjadi keraguan di tengah banyaknya aduan.
Menurut data World Bank Global Findex 2017, masih ada 51 persen dari populasi penduduk dewasa Indonesia tidak memiliki rekening bank atau unbanked. Alasan utama sebagian besar dari 95 juta orang ini karena mereka tidak memiliki akses untuk menjangkau produk perbankan. Lokasi daerah mereka juga tidak terjangkau oleh bank atau lembaga keuangan.
Oleh karena itu, perusahaan teknologi finansial (tekfin) peer to peer lending Amartha dan startup penyedia tanda tangan digital PrivyID, bekerja sama mengakses masyarakat unbanked. Mereka dapat meminjam uang dengan pengisian dokumen lengkap, tetapi melalui digital.
Sebelumnya, Amartha telah berjalan meminjamkan dana kepada perempuan-perempuan di daerah terpencil di Pulau Jawa dan Madura. Pada peminjaman awal, dana harus digunakan peminjam untuk usaha skala mikro kecil. Jika lancar, peminjaman selanjutnya baru bisa digunakan untuk hal pribadi seperti membangun rumah, membeli perabot, dan lainnya. Oleh karena itu, awalnya peminjam diberikan pelatihan selama tiga hari.
Rata-rata jumah pinjaman Rp 3 juta - Rp 15 juta per orang dengan tenor maksimal satu tahun. Hingga saat ini telah memiliki 152.000 orang peminjam dengan target 170.000 peminjam pada tahun ini. Penyaluran pembiayaan saat ini sekitar Rp 650 miliar.
“Amartha memiliki agen lapangan di 108 lokasi daerah pelosok dengan capaian rata-rata 20.000 kontrak per bulan. Menggunakan tanda tangan digital dari PrivyID akan membantu data masuk secara real time,” kata Vice President Amartha, Aria Wisyanto.
Sebelumnya, pengurusan di Amartha dilakukan dengan manual. Peminjam cukup membawa Kartu Tanda Penduduk (KTP) dan surat izin dari suami ke agen Amartha. Dalam waktu 30 menit, peminjam sudah bisa mendapatkan dana.
Pada Desember 2018 ini, Amartha akan didigitalisasi termasuk penggunaan tanda tangan digital PrivyID. Tetapi, permasalahan utamanya, masih banyak nasabahnya belum memiliki ponsel. Tetapi, Aria menganggap, permasalahan ini akan terselesaikan sekitar tiga tahun mendatang.
Diwajibkan OJK
Otoritas Jasa Keuangan (OJK) mewajibkan seluruh tekfin menggunakan tanda tangan digital. Aturan ini tercantum dalam Pasal 41 Peraturan OJK Nomor 77/POJK.01/2016 tentang Layanan Pinjam Meminjam Uang Berbasis Teknologi Informasi.
Sayangnya saat ini, satu-satunya perusahaan swasta penyedia jasa tanda tangan digital baru PrivyID. Sedangkan Kementerian Komunikasi dan Informatika memiliki Sistem Verifikasi Identitas Online Nasional atau Sivion.
Saat ini, PrivyID memiliki 2,1 juta pengguna yang berasal dari pelanggan dan nasabah perusahaan, seperti Telkom Indonesia, CIMB Niaga, Bank Mandiri, Bussan Auto Finance, Kredit Plus, Adira Finance, dan Bank Rakyat Indonesia. Pada startup, ada AwanTunai, Klik Acc, Kerjasama.com, ITX, dan Sewa Kamera.
Memberikan data pribadi yang dapat digunakan untuk pengurusan berbagai dokumen penting tentu membawa banyak ketakutan bagi masyarakat. Terlebih lagi banyaknya aduan masyarakat mengenai tekfin yang dapat mengakses data pribadi penggunanya.
Sebanyak 818 aduan mengenai layanan tekfin masuk ke laman pengaduan Lembaga Bantuan Hukum (LBH) Jakarta, kurun waktu sekitar dua minggu, 5-19 November 2018. Ditambah lagi, 283 aduan secara langsung dari 30 April hingga 4 November 2018. Selain itu, Yayasan Lembaga Konsumen Indonesia telah menerima ratusan aduan yang terus bertambah tiap harinya (Kompas.id, 24/11/2018).
Dalam ribuan aduan itu, salah satunya yaitu penggunaan data pribadi mereka. Misalnya saja kontak mereka dapat terakses melalui aplikasi peminjaman. Oleh karena itu, PrivyID menegaskan bahwa akses aplikasinya terbatas pada ponsel pengguna.
“Akses aplikasi kami ke ponsel pengguna itu hanya kamera. Ini untuk memverifikasi wajah pengguna kami,” kata Co-Founder PrivyID, Guritno Adi Saputra.
PrivyID juga melakukan proses verifikasi e-KTP saat akan menjamin identitas pengguna. Akses data pribadi ini dilakukan untuk meminimalisir penipuan dan meningkatkan keamanan transaksi elektronik.
Keamanan data memang masih menjadi hutan belantara bagi masyarakat, khususnya bagi mereka yang baru menyentuh dunia digital. Butuh niat, usaha, dan akses untuk bisa paham perkembangan digital, minimal yang digunakan diri sendiri.
Ke depan, data menjadi hal yang mahal dan harus dilindungi, sehingga tak ada lagi puluhan iklan masuk ke kotak pesan ponsel tiap harinya dengan mudahnya. Tidak ada lagi telepon rutin yang menawarkan kartu kredit tiap harinya dan tidak ada lagi telepon yang masuk ke kerabat untuk menagih tunggakan pinjaman. (SITA NURAZMI MAKHRUFAH)