Demi ”Oppa”, Aku Rela...
Kepadatan kereta komuter atau kemacetan lalu lintas di Jakarta yang kerap kita rutuki rupanya membawa berkah bagi sebagian ibu-ibu yang bekerja. Mereka mampu bertahan berkat drakor (drama Korea). Dunia drakor pula yang kini menjadi eskapisme adiktif nan menyenangkan di tengah segregasi sosial gegara preferensi politik.
Kebijakan pengaturan lalu lintas dengan metode pelat nomor ganjil genap di Jakarta membuat Fitri Oktarini (40) meninggalkan mobil pribadi dan memilih naik bus dari rumahnya di Cibubur menuju kantor di Palmerah, Jakarta. Waktu tempuh selama 1 jam hingga 1,5 jam tak membuatnya resah karena sudah ada bekal drakor di ponselnya.
”Makin macet malah makin bagus. Nontonnya bisa lebih lama, ha-ha-ha,” ujar Fitri, ibu beranak dua ini. Fitri belum lama menjadi penggemar drakor. Istilahnya masih anak PAUD (pendidikan anak usia dini), katanya.
Ia mulai kecanduan drakor sejak bertemu serial Something in the Rain. Jadilah setiap berangkat dan pulang kerja dia akan menonton drakor. ”Ceritanya lucu, tentang perempuan berusia kepala empat berpacaran dengan anak muda berusia awal 30-an, he-he-he,” kata Fitri terkekeh penuh makna.
Dalam satu kali perjalanan, dia bisa menonton hingga tiga episode. Jika dalam perjalanan pulang belum tuntas, tiba di rumah dia akan menyelesaikannya, baru beranjak mengerjakan hal-hal lain. Prinsipnya, jangan sampai tidur dalam keadaan penasaran.
Setelah itu, dia mulai mencari-cari drakor lainnya dan semakin jatuh cinta. Ada It’s Okay That’s Love tentang penyakit skizofrenia, Oh My Venus tentang cewek yang diet demi kesehatan, juga Terius Behind Me tentang mata-mata. Fitri menggemari drakor yang terhubung dengan dirinya, seperti tokoh perempuan berusia 40-an atau perempuan yang berdiet.
Serial Terius Behind Me membuat Fitri jatuh cinta kepada si oppa pemerannya, So Ji-sub. Oppa adalah sebutan bahasa Korea yang berarti abang, akang, atau mas. Dia lalu mengikuti semua drakor yang dibintangi So Ji-sub, ikut fans base, follow akun Instagram, dan subscribe akun Youtube-nya. Hal yang tak pernah terbayangkan oleh Fitri sebelumnya.
Dia mengunduh drakor dari aplikasi situs streaming, bahkan berlangganan premium. ”Gue tunggu sampai episodenya habis ditayangkan, baru gue download semua. Jadi, bisa ditonton kapan saja. Pokoknya jangan sampai bepergian tanpa ada drakor di ponsel,” lanjut Fitri. Baginya, punya ponsel tak bermerek pun tak apa asal berkapasitas 256 gigabyte (GB) untuk bekal nonton drakor.
Setiap kesempatan dimanfaatkan semaksimal mungkin untuk menonton drakor. Di sela pekerjaan, saat makan siang, bahkan di toilet. Ini juga yang dilakoni Rizqi (46), manajer divisi kredit dan penagihan sebuah perusahaan di kawasan Sudirman.
Dia menunjukkan ponsel berkapasitas penyimpanan 128 GB seharga Rp 3,7 juta yang khusus dibeli untuk menyalurkan hobinya menonton drakor. Koleksi file drakor-nya kini berjumlah 156 judul, tersimpan dalam dua hard disk eksternal berkapasitas 500 GB dan 1 terabyte (TB) yang hampir penuh.
”File drakor yang ingin saya tonton saya pindahkan ke ponsel. Kalau sudah selesai, dihapus, diganti yang lain. Dulu nontonstreaming, cuma kalau kena blank spot bikin kesal. Saya sampai hafal daerah mana saja yang sinyalnya blank,” ungkapnya.
Ia pun memakai headphone nirkabel agar lebih nyaman saat menonton di angkutan umum. Ia kapok karena kabel headphone lamanya tertarik-tarik saat berdesakan di kereta.
Rizqi mulai berkenalan dengan drakor tahun 2007 saat cuti melahirkan anak ketiga. Hingga kini, ia punya kebiasaan menonton drakor selama perjalanan naik kereta komuter saat pergi dan pulang kantor dari Bogor ke Jakarta. Anak-anaknya yang mulai besar dan sang suami maklum dengan kebiasaan ini.
”Kalau kerjaan lagi agak lega, kadang siang saya ke toilet sambil bawa ponsel. Toilet ditutup, nongkrong, deh, sambil nonton,” katanya tertawa.
Jalan cerita yang menarik dan beragam membuat para penontonnya kecanduan dan penasaran ingin menonton terus. Tidak jarang mereka mengulang menonton drakor yang disukai, seperti Rizqi yang sudah delapan kali menonton seri She was Pretty yang terdiri atas 16 episode.
”Aku suka jalan cerita dan aktornya, Park Seo-joon dan Siwon ’Suju’,” ujarnya.
Meredam konflik politis
Drakor juga membuat para penggemarnya berhimpun dalam berbagai komunitas yang memiliki hobi sama, seperti Funky Mom (FM) Ngedrakor. Di grup ini, anggotanya yang beragam latar belakang asyik bertukar informasi tentang drakor atau ”rebutan pacar” oppa-oppa yang tengah disukai. Para suami mereka pun sudah maklum.
Mereka terhubung di media sosial seperti Facebook. Seakan paham untuk menahan diri, status yang membahas politik biasanya dihindari.
Jumat (7/12/2018) siang, 14 orang dari komunitas ibu-ibu drakorian (penggemar drakor) itu menyempatkan kumpul- kumpul singkat saat jam istirahat makan siang di gedung Citiloft di kawasan Sudirman. Mereka membawa perlengkapan tempur, seperti hard disk eksternal, flash disk, dan flash disk OTG (on-the-go) untuk mengunduh koleksi drakor. Ocehan dan guyonan pun tak jauh-jauh dari isu drakor.
”Ini bahasan receh, tetapi bikin hati bahagia,” ujar Joen Indri, salah seorang drakorian.
”Obrolan soal drakor itu bisa meredam potensi konflik di kantor dan keluarga besar hanya gara-gara politik. Ngomongin politik wis gumoh (maksudnya muntah),” celetuk Eny Kusmayanti yang menyediakan tempat untuk berkumpul pada siang itu.
Eny, Indri, dan kawan-kawan drakorian pada siang itu asyik membahas drakor, mulai dari bokong seksi seorang oppa hingga adegan ciuman romantis klomoh-klomoh yangbikin deg-deg ser para ibu-ibu ini. Kata mereka, drakor menjadi saluran halu (berhalusinasi) yang menyehatkan mental. Duh....
”Aku biasanya pilih enggak komentar kalau ada yang posting soal politik. Namun, kalau soal drakor, bakal banyak yang komen. Orang yang biasanya pasang status alim pun bakal hilang kendali kalau sudah bahas oppa-oppa. Jadi, pilihan politik boleh beda, pilihan oppa bisa sama,” kata Retma, juga anggota FM Ngedrakor.
Jangan ”meleng”
Lain lagi dengan Lita (42). Warga Depok yang bekerja di kawasan Jalan Gatot Subroto, Jakarta, ini kebetulan sedang tidak punya asisten rumah tangga sehingga harus mengerjakan banyak hal sendirian, termasuk menyetrika baju. Agar tidak bosan, dia menyetrika sambil menonton drakor. Seri 100 Days My Prince yang ia ikuti sedang seru-serunya.
”Saya jadi ketawa-ketawa melulu dan lupa kalau lagi setrika. Bolong deh kerudung yang saya setrika, sampai dua kali kejadian,” ungkapnya.
Satu judul drakor kebanyakan terdiri atas 16-20 episode dengan durasi per episode sekitar satu jam. Genre yang disukai sebagian besar drama romantis dengan latar beragam, mulai dari masa kerajaan, masa kini, hingga futuristik.
”Rata-rata kisahnya happy end. Saya malas nonton yang sad end. Hidup butuh hiburan, cukuplah yang sedih-sedih di dunia nyata saja,” kata Lita sambil tertawa.
Pemeran tampan dan cantik dengan kulit putih mulus menjadi daya tarik. Tokoh jahatnya saja cakep, ujar Lita. Latar tempat indah dan musik syahdu ikut menjadi penguat kisah cinta. Dengan segera, saraf-saraf romantis pun menghangat ketika mulai menyaksikan drakor, bahkan sejak saat pertama.
Menunggu kelanjutan ceritanya mirip menunggu diapelin pacar. Ah.... Daebak! (SF)