Kiblat Imajinasi Kedua
Sejak era ”Winter Sonata” (2002) hingga ”Encounter” (2018), drama Korea alias drakor terus memikat para pencintanya, bahkan menjaring pencinta baru. Infrastruktur menonton terbangun makin baik. Cerita dan visualisasi ditangani serius. Belum lagi taburan produk Korea yang menggiurkan, tempat shooting indah, sampai aktor ganteng. Formula tepat untuk ”mencandu” drakor.
Winter Sonata dipercaya sebagai drama yang melambungkan gelombang Korea ke segenap penjuru Asia, bahkan dunia. Kini, penikmat drakor di Tanah Air kian dimanjakan oleh kemudahan fasilitas. Membuat penetrasidrakor kian masif. Penonton bisa mengakses drakor dari saluran televisi berbayar, baik kabel maupun satelit, termasuk televisi-televisi saluran Korea.
Ada pula aplikasi dan situs streaming yang memudahkan pencinta drakor untuk menonton seri kesukaannya di mana saja dan kapan saja, seperti Viu dan Iflix. Menontonnya pun bisa berulang-ulang. Lengkap dengan subtitle atau teks alih bahasa.
Di Iflix, konten drakor dipilih berdasarkan tim kurasi dan nasihat dari special advisor Iflix Group, yang merupakan ahli konten dan pintu masuk utama, baik bagi perusahaan konten lokal maupun internasional, mewakili 13 saluran internasional di Korea. Selain itu, konten drakor juga dihadirkan berdasarkan kemitraan bersama Korean Broadcasting System (KBS), Oh!K, Seoul Broadcasting System (SBS), dan Total Variety Network (TVN).
Tidak jauh berbeda, Viu mendapatkan konten drakor berdasarkan kerja sama dengan lima studio yang memproduksi dan menayangkan drama-drama di Korea. Drama yang disiarkan di Korea dalam waktu delapan jam setelahnya sudah bisa dinikmati di Viu Indonesia lengkap dengan terjemahan dalam bahasa Inggris.
Dalam waktu 24 jam, drama sudah tersedia dengan terjemahan bahasa masing-masing di 16 negara jangkauan Viu, termasuk Indonesia. Pengerjaan alih bahasa dilakukan di kantor regional di Hong Kong.
Sementara Iflix menggarap proses alih bahasanya di Malaysia, yakni dari bahasa Korea ke bahasa Inggris. Selanjutnya, alih bahasa dari Inggris ke Indonesia dikerjakan oleh tim khusus di Indonesia. ”Semua proses penerjemahan dilakukan oleh tim subtitle Iflix,” kata PR Executive Iflix Indonesia Bintang Angkasa.
Iflix kini tengah menayangkan beberapa judul drakor, baik yang lama maupun baru. Konten drakor yang diminati penonton cukup beragam, mulai dari drama fantasi, komedi, romantis, hingga sejarah. Para pengguna dapat mengusulkan konten drakor yang ingin mereka tonton melalui kanal media sosial Iflix.
Viu yang hanya menyajikan konten Asia mempunyai 20 juta pengguna aktif yang tersebar di 16 negara Asia. Viu tidak menyediakan konten produksi dari Hollywood.
Para penggemar drakorini biasanya terus menanyakan kapan drama seri tertentu tersedia. Penontonnya cukup imbang antara perempuan dan laki-laki, seperti diungkapkan Country Head Viu Indonesia Varun Mehta. Ia tidak bersedia mengungkapkan persentasenya. Penonton Indonesia menyenangi berbagai genre drama, mulai dari horor hingga romansa, thriller, komedi, dan reality show. ”Yang penting sajiannya segar dan berkualitas,” kata Varun.
Konten Korea paling banyak digemari di negara-negara Asia Tenggara, seperti Indonesia, Malaysia, Singapura, Filipina, dan Thailand. Meski begitu, konten Korea ini kurang diminati di India, Hong Kong, dan Timur Tengah.
”Namun, waktu saya tinggal di Riyadh, ibu-ibu penduduk asli sana banyak, lho, yang juga tergila-gila dengan drakor. Mereka dengan berbagai siasat berhasil mengakses tontonan itu,” kata Tyas Nugraheni Syahid, istri seorang diplomat yang pernah bertugas di Arab Saudi.
Internalisasi budaya
Selain menawarkan jalan cerita dan visual yang disukai penonton, drakor secara sadar dan cerdik juga dimanfaatkan sebagai sarana penyebaran budaya serta komodifikasinya. Dari berbagai drama bisa kita saksikan gambaran tradisi dan budaya Korea terinternalisasi dengan baik dalam cerita. Begitu pula beragam produk Korea yang banyak hadir secara natural dalam adegan. Belum lagi lokasi pengambilan gambar yang menjelma menjadi tempat wisata.
Dalam Terius Behind Me (2018), kemajuan teknologi ponsel terlihat lewat gawai milik pemerannya, yakni Samsung keluaran terbaru. Tampaknya, hampir di semuadrakor, ponsel yang dipakai adalah Samsung yang merupakan produk Korsel. Dalam serial Encounter, produk mobil Hyundai, kosmetik Sulwhasoo, dan sebuah merek minuman bolak-balik muncul.
Lewat peran yang dibawakan aktris dan aktor yang berwajah menarik, kehadiran produk-produk menyusup ke alam bawah sadar secara lebih halus sehingga lebih bisa diterima ketimbang iklan terang-terangan. Tidak mengherankan, kini di Tanah Air berbagai produk Korea kian populer. Selain Samsung dan Hyundai, ada juga kosmetikseperti Laneige, Sulwhasoo, dan Nature Repu- blic.
Latar cerita yang tentu saja kebanyakan berlokasi di Korea juga mendongkrak keinginan orang mengunjungi negeri itu untuk napak tilas adegan atau lokasi latar drama, seperti dirasakan Erry Andriyati (40), bloger dan penggemar drakor.
Bikin baper
Sangat ingin ke Korea tetapi anggaran terbatas, Erry rajin mengikuti kontes blog yang menawarkan hadiah ke Korea. Setelah puluhan kali gagal, ia berhasil memenangi kontes Touch Korea Tour tahun 2012 yang membawanya tur ke Seoul dan Pulau Jeju.
Ia juga mendapat kesempatan bertemu boy band 2PM dan grup Miss A. Saat mengunjungi Gwanghwamun Palace, Erry menangis terharu melihat ritual pergantian pengawal di pintu gerbang istana. Ia teringat adegan dalam drama sageuk (berlatar kisah kerajaan) yang ditontonnya.
”Semua momenku di Korea, mulai dari naik subway sampai ngemil street food mengingatkan akan adegan di drama. Cuma nongkrong di bandara atau disapa ’annyeonghaseyo’ oleh petugas bandara saja sudah bikin aku baper,” kata Erry tertawa.
Peneliti di Pusat Penelitian Kemasyarakatan dan Kebudayaan LIPI, Wahyudi Akmaliah, membenarkan bahwa budaya pop Korea tumbuh sebagai bentuk diplomasi lunak seiring pertumbuhan industri negara itu. Tujuannya agar produk Korea di banyak negara bisa berkembang. Hal ini sebenarnya mirip dengan diplomasi Amerika Serikat melalui industri film Hollywood.
”Bedanya, produk AS lebih menekankan maskulinitas, sementara produk Korea lebih lunak atau soft masculinity. Bisa dilihat penyanyi atau aktor Korea tidak terlihat cowok banget, ada sisi femininnya,” tutur Wahyudi.
Industri drakor juga melalui jalan yang panjang dengan proses jatuh bangun. Itulah sebabnya, pembangunan ceritanya ditangani dengan serius, ada perbaikan konten seiring dengan peningkatan kualitas industri Korea.
”Yang menarik, Korea sekarang ini menjadi imajinasi kedua atau kiblat imajinasi baru budaya pop setelah sebelumnya AS dan Eropa. Selain penontonnya merasa terhubung, ada nilai-nilai Asia yang ditawarkan,” lanjutnya.
Ah, drakor yang mungkin terkesan receh itu ternyata bagai ”kuda troya” yang membawa dampak yang sama sekali bukan recehan. Drakor menjadi semacam outlet yang sangat efektif bagi kepentingan industri Korea dari berbagai bidang.
Dari ”negeri ginseng” itu, sudah seharusnya kita belajar bahwa strategi kebudayaan (pop) adalah koentji....