Wastra nan Megah
Kekayaan wastra Nusantara tak henti menjadi inspirasi. Para desainer yang tergabung dalam Wastra Pelangi kali ini menghadirkan kekayaan wastra Nusantara itu dalam ragam busana modern dan glamor untuk pasar Belanda.
Ragam rancangan busana dengan material kain-kain Nusantara tersebut dipamerkan dalam pergelaran busana bertajuk The Modest Heritage of Indonesia, Jumat (7/12/2018) waktu setempat, di Museon, Den Haag, Belanda.
Selain menampilkan sejumlah rancangan busana, pergelaran yang merupakan kerja sama dengan Kedutaan Besar Republik Indonesia (KBRI) Belanda itu juga menampilkan rancangan tas, sepatu, dan aksesori perhiasan.
Para desainer yang terlibat adalah Leny Rafael yang mengangkat tema ”The Mystical Charm of Baduy Weaving”, Lala Gozali dengan tema ”The Magical Stripes of Javanese Loerik”, Adelina Willy Suryani ”The Natural Beauty of Garut Silk”, Dwi Lestari Kartika dengan tema ”Patriot Candrabhaga, the Bekasi Batik”, dan Rizki Permatasari dengan ”The Secret of Sumba”.
Berpartisipasi pula Melisa A Bermara dengan ”A Touch of Heritage”, Gita Orlin dengan ”Trenggalek Batik, Shades of Heritage”, serta Putrai Permana yang mengangkat tema ”The Authentic Jepara Bag”. Dua perancang aksesori yang ikut terlibat adalah Saara dan Baroqco.
Semua perancang sepakat mengangkat tema The Modest Heritage of Indonesia yang lebih mengedepankan rancangan-rancangan busana modest atau mode terbatas. Secara kebetulan, pergelaran busana berlangsung saat musim dingin sehingga busana-busana yang ditampilkan pun menyesuaikan musim itu. Konsep layering atau bertumpuk-tumpuk lebih dari satu potong busana juga menjadi pilihan.
”Material berupa wastra Nusantara sengaja kami pilih karena kami ingin wastra Nusantara dikenal lebih luas di dunia internasional. Kami juga ingin menunjukkan bahwa wastra Nusantara sangat beragam, mencakup tenun dan batik,” papar Adelina.
Kali ini, ragam wastra Nusantara yang diolah menjadi busana-busana modern juga berkesan glamor oleh Wastra Pelangi adalah tenun Sumba, tenun Garut, tenun Baduy, tenun Jepara, lurik, batik Bekasi, dan batik Trenggalek.
Warisan
Rizki Permatasari yang mengangkat tenun Sumba dalam rancangannya mengungkapkan, dirinya tertantang mengangkat tenun Sumba karena tenun Sumba yang proses pembuatannya memakan waktu lama dan sulit merupakan warisan yang harus terus digali.
”Saya juga ingin menunjukkan wastra dari daerah lain. Selama ini orang lebih sering melihat wastra dari Jawa atau Bali. Kalau Sumba motifnya lebih banyak berupa fauna, warna-warnanya pun banyak berupa warna alam sehingga sangat unik,” kata Rizki.
Untuk rancangannya kali ini, Rizki lebih banyak membuat outer (luaran) dan celana panjang. Dia mengombinasikan bahan tebal dan tipis agar tidak terlalu berat meski dipakai dalam beberapa lapis.
Adapun Lala Gozali menyuguhkan rancangan berbahan lurik Yogyakarta. Menurut Lala, kesederhanaan lurik yang didominasi garis melintang atau kotak-kotak memiliki filosofi kuat dalam setiap proses penciptaannya. Ini menjadi tantangan tersendiri untuk menampilkannya dalam rancangan yang modern.
”Untuk pasar Belanda, lurik yang klasik saya kombinasikan dengan batik yang lebih cerah agar tidak terasa flat.Kali ini saya memilih batik Cirebon dan batik Madura,” kata Lala.
Rancangan Lala didominasi model tiga lapis terdiri dari celana panjang, baju dalam, dan outer. Desain outer sengaja dibuat agar bisa digunakan saat spring,tanpa harus memakai baju dalamannya sehingga lebih efisien.
Kesan modern tetapi tetap simpel juga ditampilkan Adelina yang mengangkat tenun sutra Garut. Perancang yang lebih banyak membuat busana-busana siap pakai ini menampilkan sutra tenun Garut dalam busana berbentuk outer dan rompi dalam warna-warna yang gelap, dengan penggunaan warna terang sebagai highlight.
”Tenun sutra Garut ini belum banyak dieksplorasi. Saya ingin perkenalkan ini kepada masyarakat di luar negeri,” katanya.
Tantangan yang harus dihadapi dalam pengembangan tenun sutra Garut adalah produksi yang masih berbiaya tinggi serta proses pembuatan yang belum ramah lingkungan.
Glamor
Sementara itu, Gita Orlin mengusung batik Trenggalek sebagai material utama rancangannya yang bernuansa girly dan glamor, seperti baju-baju pesta model klok penuh. Namun, karena bertema musim dingin, Gita tetap menggabungkan gaun-gaun itu dengan luaran ataupun blazer.
”Tetap dua-tiga pieces.Batiknya dibordir handmade,lalu diaplikasikan dengan bahan organza atau sutra,” kata Gita. Dia memilih batik dengan nuansa warna hitam atau gelap agar sesuai dengan musim.
Untuk perhelatan itu, Dwi Lestari memilih mengangkat batik Bekasi sebagai bagian dari program pengembangan batik Bekasi yang dilakukannya bekerja sama dengan para perajin batik Bekasi. Berbeda dengan pilihan warna gelap pada rancangan Gita, Dwi tetap menggunakan warna-warna cerah yang identik dengan batik Bekasi selama ini. Misalnya merah, kuning, hijau, oranye, dan biru. Dari sisi motif, batik Bekasi banyak menampilkan motif flora dan fauna, seperti bunga teratai, ikan lele, dan ikan gabus.
”Rancangan saya sebenarnya beraliran glamor. Karena ini untuk pasar Eropa, saya bikin outer, celana, dan daleman. Tapi, ada yang dress juga, dan karena glamor, ya, tetap ada bordir dan payet. Saya juga sengaja memilih warna cerah karena, menurut saya, winter tidak selalu harus suram,” katanya.
Leny juga mencoba menampilkan sisi glamor dari tenun Baduy yang sederhana. Untuk mendapatkan kesan glamor itu, Leny menggabungkan tenun Baduy dengan bahan yang memberikan kesan glamor seperti chiffon dan sutra.
”Tenunnya aku gunakan sebagai aksen misalnya di bagian dada. Kesan glamor enggak dari tambahan aplikasi seperti batu atau payet, tetapi tetap dari kesederhanaannya itu. Jadi, aku banyak main di cutting,modelnya mermaid,atau semi ball-gown,” kata Leny.
Putri memilih tenun Jepara dalam rancangan tas miliknya. Sebagaimana pilihan Leny, Putri tidak menampilkan motif tenun yang umumnya ramai. Dia juga memilih motif yang ia rasa glamor, tanpa perlu tabrak warna atau tabrak motif.
”Jadi tetap indah dilihat, tetap ada unsur Indonesia banget, tapi tetap glamornya ada,” kata Putri. Dia fokus pada rancangan tas pesta berupa clutch atau tas tangan dengan aplikasi tambahan berupa bulu, batu-batuan, payet, juga renda.
”Intinya, kami memang mengedepankan konsep desain modern, tetapi materialnya tradisional. Meski simpel, bisa tampil modern dan glamor,” tambah Leny.