Peluang Besar Industri Properti Seiring Kemajuan Wisata
Oleh
STEFANUS OSA TRIYATNA
·3 menit baca
Penciptaan 10 destinasi wisata “Bali Baru” oleh pemerintah dinilai dapat meningkatkan permintaan terhadap properti. Tidak hanya mendorong permintaan hunian rumah tapak yang terjangkau dengan berbagai alternatif kemudahan finansialnya, tetapi kini sudah marak apartemen yang dibangun "menyatu" dengan bangunan hotel.
Bahkan, Kementerian Pariwisata mencermati semakin maraknya hunian unik bercirikan kearifan lokal yang disebut rumah inap alias homestay. Titik temu “trickle down effect” pendorong pariwisata dibahas mendalam oleh para pengembang properti yang tergabung dalam Realestat Indonesia (REI), dalam Forum Diskusi FIABCI yang diselenggarakan REI dan harian Kompas di Jakarta, Jumat (30/11/2018).
Sepuluh destinasi pariwisata itu boleh jadi sebagian besar sudah dikenal masyarakat. Yakni, Danau Toba (Sumatera Utara), Tanjung Kelayang (Belitung), Tanjung Lesung (Banten), Kepulauan Seribu (DKI Jakarta), Candi Borobudur (Jawa Tengah), Gunung Bromo-Tengger-Semeru (Jawa Timur), Mandalika (Nusa Tenggara Barat), Labuan Bajo (Nusa Tenggara Timur), Wakatobi (Sulawesi Tenggara), dan Morotai (Maluku Utara).
Presiden Joko Widodo dalam rapat terbatas bidang pariwisata di Istana Bogor, Jawa Barat, pada 16 Februari 2015, telah menyampaikan bahwa pariwisata adalah sektor terdepan.
Ketua Tim Percepatan Pembangunan Destinasi Pariwisata Kemenpar Hiramsyah S Thaib mengingatkan kembali penegasan yang pernah disampaikan Presiden Joko Widodo. Presiden Joko Widodo dalam rapat terbatas bidang pariwisata di Istana Bogor, Jawa Barat, pada 16 Februari 2015, telah menyampaikan bahwa pariwisata adalah sektor terdepan.
“Pariwisata dijadikan sebagai leading sector. Ini adalah kabar gembira dan seluruh kementerian lainnya wajib mendukung dan itu saya tetapkan,” kata Hiramsyah, menirukan kembali penegasan yang disampaikan Presiden Jokowi.
Pariwisata Indonesia pun dinilai memiliki banyak keunggulan kompetitif dan keunggulan komparatif. Hal itu ditunjukkan dengan kontribusi transaksi sangat besar yang dilakukan wisatawan asing bagi pariwisata Indonesia.
Tahun 2019, nilai kontribusi pariwisata Indonesia diperkirakan mendekati 20 miliar dollar AS. Adapun kompetitor utama Indonesia di Asia Tenggara adalah Thailand yang berkontribusi sebesar 40 miliar dollar AS.
Untuk mendorong agar wisatawan mau lebih lama tinggal, maka harus dibangun properti yang mumpuni dengan fasilitas standar internasional.
Namun, kata Hiramsyah, bagi rumah inap sebaiknya dibangun dengan arsitektur tradisional. "Harus juga dibangun atraksi di desa wisata supaya wisatawan yang tinggal di rumah inap dapat tinggal lebih lama," ujarnya.
Tidak hanya pembangunan rumah inap, pariwisata di Bali misalnya, adalah sebuah contoh ketika pariwisata menumbuhkan begitu banyak hotel, ruang komersial hingga bangunan cafe sebagai pendukung pariwisata.
Namun, dalam diskusi itu, REI sempat mengingatkan kembali tentang pencanangan kawasan ekonomi khusus (KEK) terkait wisata, di antaranya, keberadaan Tanjung Lesung di Provinsi Banten. KEK ini perlu terus didukung bersama.
Presiden Direktur PT Banten West Java Tourism Development Purnomo Siswoprasetjo mengatakan, KEK memang biasanya dikembangkan di daerah-daerah terpencil. Di daerah tersebut, masyarakatnya juga belum siap dengan pembangunan destinasi pariwisata.
Namun, kata Purnomo, penetapan KEK dapat mempercepat pembangunan sebuah destinasi wisata. Dukungan yang dibutuhkan tentu saja infrastruktur menuju kawasan itu.
Sebaliknya, dukungan dari masyarakat dapat berupa pelestarian terhadap kearifan atau budaya lokalnya. Masyarakat juga diharapkan menjaga kebersihan maupun melayani tamu dengan baik sehingga destinasi-destinasi wisata dapat menarik untuk disinggahi wisatawan. Tentu saja, ini membutuhkan terus-menerus edukasi di berbagai daerah.
Dukungan pemerintah
Meski tidak spesifik membahas tentang properti destinasi wisata, Budiarsa Sastrawinata, Managing Director Ciputra mengingatkan pentingnya dukungan pemerintah agar pembangunan properti dapat diakselerasi.
Pemerintah, kata Budiarsa idealnya menyediakan infrastruktur jalur kereta, jalan utama, listrik, suplai air bersih, telepon, jaringan internet, dan drainase.
Sementara, di dalam sebuah kawasan perumahan, pengembang juga menyediakan sarana jalan, jembatan, dan bila perlu jalan layang di lingkungan perumahan. Juga, penyediaan lahan untuk substitusi pembangkit listrik, jaringan pipa suplai air bersih, jaringan kabel telepon, kerjasama pengembangan jaringan internet, dan drainase.
Tantangan yang dihadapi pengembang, kata Budiarsa, juga tidak mudah. Terutama terkait koordinasi dengan pemerintah pusat, pemerintah daerah, dan badan usaha milik negara.
Demi akselerasi pembangunan properti, Wakil Ketua Umum DPP REI Rusmin Lawin, juga menekankan pentingnya pemerintahan yang efektif. Dia menekankan ada begitu banyak kebijakan pemerintah pusat yang tidak sejalan dengan kebijakan pemda sehingga tidak mudah membangun properti yang dibutuhkan bersama.