Gaya Bervakansi Kaum Muda
Berwisata menjadi gaya hidup kaum muda di tengah perkembangan media sosial. Di tengah gaya bervakansi kaum muda, keluarga masih berperan kuat menentukan tempat tujuan wisata.
Berwisata merupakan agenda tahunan yang selalu mendapat prioritas perencanaan dari responden. Kaum muda lebih fokus dalam perencanaan karena memiliki minat tinggi berwisata.
Hasil jajak pendapat Kompas mengungkapkan, 64,1 persen responden kelompok muda (17-35 tahun) dan 58,2 persen responden kelompok usia menegah (36-55 tahun) selalu menyiapkan waktu berwisata setiap tahun. Proporsi itu lebih tinggi dibandingkan dengan kelompok usia tua (56-75 tahun) yang hanya 40,4 persen. Ini menunjukkan, minat generasi muda berwisata melampaui generasi tua.
Kelompok muda menunjukkan sejumlah karakter bervakansi. Hampir seluruh responden dari kelompok ini (92,3 persen) memilih berlibur di dalam negeri akhir tahun nanti. Hanya 7,7 persen yang mempertimbangkan berlibur ke luar negeri. Kelompok usia menengah pun menunjukkan hal yang sama, yaitu hanya 3 persen.
Pilihan liburan di negeri sendiri selaras dengan dana yang disiapkan. Lebih dari separuh kaum muda dan menengah menyediakan dana tidak lebih dari Rp 3 juta. Jumlah ini sesuai dengan kebutuhan wisata antarkota, seperti biaya transportasi, tiket wisata, dan akomodasi.
Dari sisi obyek wisata, kelompok muda memilih pergi ke pantai (38,5 persen) dan bersilaturahmi (23,1 persen). Pilihan tersebut menunjukkan, generasi milenial tetap mementingkan keluarga dalam mengisi agenda liburan. Menjalin hubungan dengan saudara, teman, dan kolega memiliki sensasi hiburan yang sama dengan menikmati keindahan obyek wisata.
Preferensi memilih obyek wisata juga masih ditentukan keluarga. Tiga dari 10 responden muda dan menengah menempatkan keinginan keluarga sebagai pertimbangan utama memilih obyek wisata. Sebaliknya, tren di media sosial atau internet yang menjadi rujukan gaya hidup kaum milenial justru diabaikan. Hanya 5,1 persen yang menjadikan media sosial sebagai referensi dalam memilih tempat liburan.
Sayangnya, kelompok ini menunjukkan tingkat eksplorasi yang rendah. Generasi muda cenderung mengunjungi obyek wisata yang sama berkali-kali. Sebanyak 65,4 persen kelompok muda dan 79,1 persen kelompok menengah mengaku akan mengunjungi obyek wisata yang sama pada akhir tahun nanti.
Penopang pariwisata
Karakter lain dari kelompok ini adalah spontanitas atau tanpa perencanaan. Separuh publik muda (51,9 persen) dan sebanyak 39,6 persen publik usia menengah tidak membuat perencanaan saat akan berlibur. Sebaliknya, responden berusia tua lebih matang dalam perencanaan. Hanya 17,7 persen kelompok tua menentukan tempat liburan secara spontan.
Untuk urusan dana, kaum milenial terbilang irit karena ketersediaan dana cenderung minim. Tidak mengherankan jika berwisata di negeri sendiri menjadi pilihan utama. Potret ini menjadi potensi bagi pengembangan wisata domestik agar semakin variatif sehingga menarik perhatian pengunjung muda.
Animo tinggi berlibur yang tidak dibarengi kebiasaan membuat perencanaan juga menjadi satu peluang bagi penyedia jasa akomodasi. Potongan harga, bonus, dan cashback yang menggiurkan dapat memicu kelompok ini untuk ”tiba-tiba piknik”. Apalagi, di tengah libur akhir tahun bagi first jobber yang notabene belum memiliki tanggung jawab lain, promo wisata akan sangat menggelitik kantong.
Menyongsong puncak bonus demografi pada 2020 mendatang, ledakan jumlah kaum muda adalah potensi meraup animo anak muda berwisata. Generasi muda dapat menjadi motor penggerak transformasi bonus demografi menjadi bonus ekonomi.
(Arita Nugraheni/Litbang Kompas)