Berlibur yang Asyik dan Produktif
Pekan pertama liburan bisa menyusahkan. Sebab, banyak orangtua belum masuk masa cuti bersama Natal dan Tahun Baru, sedangkan anak sudah libur sekolah. Beragam kegiatan produktif nan asyik bisa menjadi pilihan mengisi pekan pertama itu. Mulai dari berteater, belajar menulis dan melukis, hingga membuat dekorasi donat.
Naysheila Aurelia Chantika (12) tampil menawan ketika memerankan Araya di pementasan Teater Musikal ”Aksi Genera.Z”. Bersama 30 lebih anak dari sejumlah sekolah di Jakarta, Aurel antusias dengan penampilan pertamanya di panggung teater itu.
Latihan rutin dilakukan setiap akhir pekan selama tiga bulan terakhir. Namun, latihan intensif baru bisa dilakukan setiap hari ketika memasuki masa liburan.
Berperan sebagai tokoh utama, Aurel tertarik menjajal panggung teater musikal ketika melihat pengumuman audisi di media sosial Instagram. Didukung orangtuanya, ia mengirim video akting serta olah vokal sebelum kemudian terpilih. ”Belum pernah main teater pas liburan. Sebelumnya di rumah saja main bareng adik,” kata siswi Global Prestasi School ini di sela latihan menjelang pementasan di Pusat Perfilman H Usmar Ismail, Kamis (20/12/2018).
Berlatih dari siang hingga malam, Aurel dan anak-anak lainnya tak tampak terbebani. Mereka justru merasa sedih karena akan segera berpisah dengan teman-teman baru yang sudah akrab, begitu pementasan usai.
Pentas berdurasi sekitar dua jam ini berkisah tentang lima tokoh utama yang memenangi sayembara. Kemenangan itu membawa mereka ke Dusun Ternak di Nusa Tenggara Timur. Mereka harus berjuang melawan orang jahat yang ingin membawa anak-anak pergi dan hidup dengan misi #BebasTanpaMama.
Sutradara dan penulis naskah Renata Tirta Kurniawan tertarik menggarap tema generasi Z yang lahir pada rentang tahun 1995- 2010. ”Mereka akan lebih mendominasi, menjadi penentu opini publik, dan penentu pasar. Anak generasi Z punya ambisi, talenta, mau berusaha, dan melek teknologi. Itu bagus, tetapi kita mengingatkan, jangan lupa didampingi, diawasi, dicari tahu mereka terkoneksi dengan siapa secara digital,” ujar Renata.
Lewat pementasan teater yang didominasi pemeran anak-anak dan remaja itu, produser Alexander Vadimitra menambahkan, ia ingin memperkenalkan beragam karakteristik dan talenta generasi Z lewat seni peran, seni tari, dan seni musik.
Salah satu orangtua, Linda, mengarahkan putrinya, Shanessa (8), untuk terlibat dalam teater musikal ini agar bisa melatih keberanian, kepercayaan diri, dan menyalurkan energi.
”Biasanya liburan diisi dengan pelayanan menyanyi solo di gereja-gereja. Liburan kali ini fokus di pementasan teater,” kata Linda yang berencana mengajak anak- anaknya pulang kampung ke Yogyakarta setelah pentas ini.
Komunitas ibu
Tak sedikit orangtua yang sempat bingung mencarikan kegiatan bagi anak mereka saat berlibur. Para ibu yang tergabung dalam Komunitas Me Time Project menawarkan alternatif kegiatan pengisi liburan dengan menggelar rangkaian pelatihan bagi anak-anak mereka.
Para ibu, seperti Soonny dan Helza, tak ingin anak-anak larut memegang gawai, menonton televisi, atau jalan-jalan ke mal ketika orangtua belum libur. Komunitas Me Time Project lantas membuat pelatihan melukis, mix media fun art, hingga pelatihan menulis.
Rabu (19/12) lalu, digelar pelatihan penulisan bagi anak- anak yang dipandu penulis Irene Dyah Respati. ”Menulis dimulai dari apa yang mereka inginkan, tahu banyak, atau yang pengin mereka baca. Anak biasanya takut nulis, takut salah. Yang penting punya ide, keluarkan dulu, baru editing. Jangan dihakimi. Jangan pernah bilang kamu enggak cocok,” ujar Irene.
Selama dua hari pelatihan, Irene membagikan cara menulis yang menyenangkan. Ia menjelaskan cara penulisan yang lebih ke showing, not teling. Irene mengajak anak-anak membuat kalimat tentang suka dan benci, tanpa memakai kata suka atau benci.
”Setiap hari, dia belajar menyanyi dan menari,” kata salah satu peserta, Nadhira, menjelaskan kesukaan pada tarian dan nyanyian tanpa memakai kata suka.
Komunitas Me Time Project yang terbentuk Maret lalu berawal dari ibu-ibu yang mengisi waktu luang saat menunggu anak sekolah. Mereka kemudian membuat pelatihan melukis bagi para ibu, berlanjut ke pelatihan bagi anak-anak pada akhir pekan dan liburan.
Pelatihan di masa liburan sudah tiga kali digelar. Pada libur kali ini saja, ada enam kelas. Setiap kelas diikuti maksimal 20 anak. ”Awalnya ada lomba nulis di sekolah. Ternyata anak saya butuh kelas menulis. Meski antusiasmenya enggak sebanyak melukis, kita perdana buat kelas menulis,” ujar Helza.
Anak Helza, Nada (9), ternyata sangat menyukai pelatihan menulis di awal liburan ini. Nada bahkan sudah beberapa kali menanyakan jadwal pelatihan berikutnya. Dengan kegiatan produktif di masa liburan, anak-anak tak lagi bengong tanpa kegiatan di rumah.
”Anak-anak mau ikut semua workshop yang digelar. Di luar senang atau enggak, mereka mau coba. Kita info ada kelas, orangtua tanya, mereka mau enggak,” kata Soony.
Pelatihan yang diadakan pada masa liburan ini banyak diminati orangtua dan anak-anak, bukan hanya dari anggota Komunitas Me Time Project. Mereka tahu tentang beragam agenda kegiatan itu dari pengumuman di media sosial.
Pelatihan sengaja hanya digelar pada pekan pertama libur sekolah karena orangtua sudah mengagendakan jalan-jalan atau bepergian bersama anak selama sisa libur akhir tahun.
Dua sahabat Nadia Erithiany dan Lidya Marina juga menggagas kegiatan produktif kala liburan yang disebut Dya Hobbies Class. Kegiatan dimulai 2,5 tahun lalu. Keduanya adalah ibu bekerja yang kemudian memilih menjadi ibu rumah tangga dan fokus mengurus anak.
”Main gawai sulit dihentikan. Yang mungkin adalah dikurangi. Daripada anak main gawai terus, kami bikin aktivitas. Jadi, ini berawal dari pengalaman sebagai ibu,” kata Nadia.
Dampak positif
Hingga kini, Dya Hobbies Class rutin membuat kelas liburan yang rata-rata materinya keterampilan tangan (craft), seperti membuat donat, playmat, mainan dari kardus, jam tangan ronce, kereta biskuit, dan menggambar komik.
Biayanya mulai dari Rp 175.000 hingga Rp 250.000 per kegiatan per anak. Di luar liburan, keduanya juga kadang membuat kelas serupa dua-tiga bulan sekali. ”Kami memilih aktivitas yang kira-kira disukai anak-anak,” ujar Nadia yang menyelenggarakan kegiatan di area Jakarta Timur.
Salah satu orangtua peserta Dya Hobbies Class, Febi, rela cuti kerja sehari demi menemani buah hatinya mengikuti kegiatan dekorasi donat. ”Anak saya tipe pemalu. Jadi, kegiatan semacam ini saya manfaatkan agar dia belajar bersosialisasi dengan beragam orang. Tuh, kan,begitu di sini mendadak diam. Padahal, kalau di rumah cerewet,” kata Febi tentang karakter anaknya, Savannah (4).
Savannah mengangguk ketika ditanya, apakah ia menikmati kegiatan itu.
Psikolog Ajeng Raviando berpendapat, liburan produktif dan tematik sebetulnya mempunyai dampak positif buat anak sepanjang kegiatan yang dilakukan disukai atau diminati anak, bukan hanya atas kemauan orangtua.
Unsur menyenangkan ini perlu digarisbawahi supaya anak bisa tetap bahagia, tidak merasa terpaksa atau merasa aktivitas itu tidak ada bedanya dengan keseharian di sekolah.
Liburan menjadi semakin dibutuhkan seiring gaya hidup masa kini yang makin melelahkan. Anak-anak dulu pulang sekolah pukul 12.00 siang, sekarang pukul 16.00, belum termasuk aktivitas lainnya, seperti ekstrakurikuler dan les. Anak kadang baru sampai rumah pada malam hari. Orangtua pun bekerja hingga larut malam.
”Hal ini yang menyebabkan liburan jadi salah satu kebutuhan cukup signifikan, terutama bagi masyarakat perkotaan yang kerap stres dengan kemacetan,” kata Ajeng.
Yuk, liburan!