Eksotika Lokal yang Mengglobal
Nun jauh dari metropolitan, bintang-bintang dari panggung musik internasional hadir menghibur pencinta musik di Tanah Air. Mereka tampil di antara kemegahan candi, bangunan bersejarah, hingga kota kecil seperti Boyolali di Jawa Tengah yang selama ini lebih dikenal sebagai ”kota susu”.
Awal November 2018, konser diva musik dunia Mariah Carey di area bangunan warisan budaya dunia UNESCO dari abad IX, Candi Borobudur, berlangsung sukses. Carey tampil memukau, para penonton pulang dengan gembira.
Nyaris tak ada yang mengira, beberapa jam menjelang konser, panitia dibuat pening lantaran hujan gerimis membasahi kawasan bersejarah nan magis yang jadi lokasi konser itu.
Carey lantas mengunggah foto dirinya berlatar belakang Candi Borobudur di akun Instagramnya, ”memapar” pengikut Carey yang jumlahnya mencapai 7,7 juta akun. Meski di foto itu Borobudur terlihat mungil—karena diambil dari jarak yang jauh—Carey memberikan keterangan foto tentang penampilannya yang berlatar belakang Candi Borobudur nan indah. Foto itu menuai 122.522 likes.
Tahun lalu, penyanyi klasik crossover asal Inggris, Sarah Brightman, juga melakukan hal serupa saat tampil pada Prambanan Jazz Festival 2017 di Candi Prambanan, Sleman, Yogyakarta. Brightman juga menampilkan foto dirinya dengan ekspresi wajah semringah berlatar candi Hindu terbesar di Indonesia itu dalam dua kali unggahan.
Jejak Brightman itu diikuti penyanyi jebolan kelompok vokal Westlife, Shane Filan, yang juga tampil di Prambanan Jazz Festival 2017. Filan mengunggah dua foto, satu foto dirinya berlatar Candi Prambanan, satu lagi foto Candi Prambanan yang tampak magis gemerlap disiram tata lampu warna-warni.
”Nice backdrop for tonight’s concert!” tulis Filan.
Selain Candi Borobudur dan Prambanan, pada Maret 2018, kawasan bekas Pabrik Gula Colomadu di Karanganyar, Jawa Tengah— kini berubah nama jadi De Tjolomadoe—juga menjadi lokasi konser The Hitman, David Foster. Konser The Hitman berhasil menarik 3.000 penonton.
PG Colomadu berjaya pada tahun 1928 dan pernah menjadi pabrik gula terbesar di Asia. Sejak 1998, PG Colomadu berhenti beroperasi. Baru pada 2017 dilakukan revitalisasi terhadap pabrik itu.
”Kota susu”
Bergeser dari Colomadu, Mei 2018, Boyolali membuat pencinta musik terperangah karena mendatangkan band Europe. Europe terakhir kali konser di Tanah Air tahun 1990 di Jakarta dan Surabaya. Boyolali menjadi satu-satunya kota di Asia yang disambangi Europe di tur dunia 2018. Bayangkan, Boyolali, loh!
Kedatangan mereka ke Boyolali disambut penggemar setianya. Mereka datang berbondong-bondong dari banyak kota. Sedikitnya 10.000 orang memadati Stadion Pandan Arang, Boyolali, untuk menyaksikan Joey Tempest dan kawan-kawannya manggung.
Di kota kecil yang terkenal dengan produk unggulan susu sapi ini, Joey (vokalis), John Norum (gitar), John Leven (bas), Ian Haugland (drum), dan Mic Michaeli (kibor) tampil maksimal mengobati kerinduan penggemarnya di hajatan Volcano Rock Festival. Mereka bahkan tak mengkhawatirkan Gunung Merapi yang sehari sebelumnya mengeluarkan letusan freatik.
Di Stadion Kridosono, Yogyakarta, hajatan Jogjarockarta tahun ini juga menghadirkan Megadeth. Tentu ini membuat pencinta musik rock bungah.
Yogyakarta yang dinamis, juga salah satu tujuan wisata utama Indonesia, menjadi pertimbangan digelarnya Jogjarockarta. Menurut CEO Rajawali Indonesia Communication Anas Syahrul Alimi, selama ini konser rock biasa digelar di Jakarta sehingga hanya dinikmati warga sekitar Jakarta.
”Dengan digelarnya festival di daerah, warga lebih dekat menonton konser. Sebaliknya, warga di kota-kota besar lain bisa ke Yogyakarta untuk nonton konser sekaligus berwisata,” kata Anas.
Pemilihan Stadion Kridosono sebagai lokasi Jogjarockarta dilakukan dengan mempertimbangkan sisi historis. Kridosono yang terletak di pusat kota Yogyakarta pernah menjadi lokasi konser band rock legendaris Indonesia, seperti Ucok AKA dan Giant Step di tahun 1974.
Ada sejumlah pertimbangan menarik yang mendasari konser dengan penyanyi internasional digelar di daerah. Kedatangan Europe ke Boyolali, misalnya, tak lepas dari campur tangan Bupati Boyolali Seno Samodro.
Selain penggemar slow rock, mantan jurnalis olahraga yang pernah tinggal selama 13 tahun di Paris, Perancis, ini ingin mem-branding Boyolali. Boyolali bukan sekadar kota kabupaten berbasis pertanian, namun sedang bertransformasi menjadi kota modern berbasis industri.
”Masyarakat harus siap berubah karena kami (Boyolali) tak lagi (kota) agraris,” ujar Seno.
Walaupun digagas sang bupati, hajatan Europe tak menggunakan APBD. Namun, harga tiket yang ditawarkan saat itu ”relatif murah”. Tiket festival Rp 150.000, VIP Rp 250.000, dan VVIP Rp 500.000. Konser di Boyolali juga dilengkapi tata suara berkekuatan 150.000 watt. Setelah Europe, Seno berangan-angan mendatangkan Def Leppard dan Scorpions.
Alasan serupa ada di balik kedatangan Carey ke Borobudur. Penyelenggara konser, PT Taman Wisata Candi Borobudur, Prambanan, dan Ratu Boko serta Himpunan Bank Milik Negara (Himbara), berharap, dengan konser Carey, keberadaan candi peninggalan masa kejayaan agama Buddha di Nusantara itu makin dikenal dunia global.
”Kami berharap konser ini bisa jadi kampanye lebih luas untuk memperkenalkan kawasan wisata Candi Borobudur ke mancanegara,” ujar Direktur Utama PT Taman Wisata Candi Borobudur, Prambanan, dan Ratu Boko Edy Setijono. Kelar dengan Carey, panitia sudah menyiapkan gebrakan lanjutan. Tahun 2019 dipersiapkan konser dengan kaliber setara dan berkelas dunia.
Antisipasi
Tentu saja mendatangkan para bintang internasional punya banyak risiko. Untuk mendatangkan Europe ke Boyolali, Bupati Seno Samodro menggandeng Rajawali Indonesia Communication sebagai event consultant dan Boyolali Satu sebagai promotor.
”Tak semudah membalik telapak tangan mengajak Europe menjejakkan kaki di Boyolali. Manajemen Europe memiliki standar saat menggelar tur dunia, seperti fasilitas hotel berbintang lima,” kata Anas.
Namun, ia berhasil meyakinkan manajemen Europe setelah menjelaskan, Boyolali dekat dengan Solo yang memiliki hotel bintang lima dan dekat Bandara Internasional Adi Soemarmo.
Begitu pula dengan upaya menghadirkan Mariah Carey yang dikenal ”rewel”. Creative Director Borobudur Symphony Bakkar Wibowo menyebutkan, pihaknya telah mengantisipasi kebutuhan Carey beserta kru.
Hal itu termasuk menyediakan area ganti privat di dekat panggung yang serba wah alias mewah. Bakkar bahkan harus terbang ke Singapura untuk membeli anggur khusus kesukaan Carey lantaran tak dijual di Tanah Air. Untuk akomodasi dan tempat menginap Carey, disediakan kamar kelas presidential suites nyaris seluas lapangan sepak bola di salah satu hotel terbaik di Yogyakarta.
Meski begitu, Bakkar mengungkapkan, Carey dan timnya sangat antisipatif dan mengapresiasi lokasi konser mereka yang merupakan bangunan bersejarah dunia. Awalnya, tim Carey meminta di atas panggung yang berkonsep atap terbuka dipasang layar LED sepanjang 17 meter. Layar itu justru akan menutupi pemandangan latar belakang candi.
”Setelah diberi masukan lagi tentang Candi Borobudur sebagai warisan budaya dunia UNESCO dari abad IX, ditambah beberapa kiriman preview foto dan video, last minute sebelum mendarat mereka memutuskan semua layar LED dicopot agar tak menutupi kecantikan dan kemegahan Borobudur,” kata Bakkar.
Secara teknis, konser di lokasi cagar budaya seperti kawasan Candi Borobudur juga harus mematuhi aturan dan perlu koordinasi, terutama dengan Balai Konservasi Borobudur. Ketentuan itu seperti letak panggung tak boleh terlalu dekat dengan area candi, juga kekuatan tata lampu yang tak boleh lebih dari 20.000 watt.
Namun, Carey juga toleran. Dia bersedia memakai busana yang relatif sopan lantaran Candi Borobudur merupakan tempat ibadah umat Buddha. Carey bahkan melakukan penyesuaian pada kostumnya dengan melapisi bagian leher depan pakaian yang berbentuk rendah dengan bahan tule berwarna senada kulit.
Tampaknya sang diva pun takluk di pelukan Borobudur….
(WISNU DEWABRATA/ERWIN EDHI PRASETYA/YUNIADHI AGUNG)