Indonesia Yang Menggiurkan
Tahun ini Indonesia secara bertubi-tubi kedatangan bintang-bintang musik internasional papan atas. Potensi pecinta musik yang besar, menjadikan Indonesia pasar yang menggiurkan.
Tahun 2018 adalah tahun yang menggembirakan bagi Frans Hartaja (44), karyawan yang bekerja di Cikokol, Tangerang. Tahun ini, dia bisa menonton langsung empat konser grup dunia, yaitu Europe, Megadeth, Guns N Roses, dan Judas Priest.
Demi menonton konser-konser itu, Frans sampai rela cuti dan melakukan perjalanan ke luar kota seperti saat menonton Europe di Boyolali, Jawa Tengah dan Megadeth di Yogyakarta. “Rock dan metal adalah musik kesukaan saya sejak remaja. Saya mulai aktif menonton pentas grup musik lokal di kampung halaman saya di Klaten, Jawa Tengah, dan berlanjut hingga sekarang,” ujar Frans, Jumat (7/12/2018) di Jakarta.
Hampir semua konser musik metal di Indonesia dia tonton. Khusus di tahun 2018, dia terpuaskan karena bisa menikmati variasi genre rock. Guns N Roses dan Europe menyuguhkan musik hard rock, Judas Priest di ranah heavy metal, sementara Megadeth kokoh di jalur thrash metal.
Frans bergabung dalam grup chat media sosial WhatsApp (WA) Front Row yang menjadi media komunikasi penikmat musik metal dan rombongan penonton konser rock. Nama Front Row dipilih karena mereka mengincar posisi paling depan ketika menonton konser.
Saat menonton konser Judas Priest di Ecopark Ancol, Jakarta, Frans bersama teman-temannya sudah mencari posisi paling depan sejak gerbang masuk konser dibuka. “Kami janjian nonton bareng konser rock di luar kota. Beberapa anggota Front Row sama-sama ke Yogyakarta nonton Megadeth” tambah Frans.
Seperti halnya Frans, Adelia Putria (32), juga bungah setengah mati karena tahun ini bisa menonton konser-konser artis idolanya tanpa harus jauh-jauh keluar negeri. “Terakhir nonton Coldplay di Singapura sama Bruno Mars di Bangkok. Harus banget karena mereka enggak ke Jakarta. Abis itu aku nonton yang konser ke Jakarta aja. Makin banyak dan bagus-bagus,” kata Adelia.
Beberapa konser yang sempat dia tonton antara lain Katy Perry, Khalid, The Chainsmokers, Fifth Harmony, Charlie Puth, dan terakhir Guns N Roses. Adelia sempat ingin mengejar The Weeknd yang tampil Bali awal Desember lalu, tapi urung karena mendadak keluar kota untuk urusan pekerjaan. “Belum rezeki,” katanya.
Tahun depan, dia berharap bisa menonton Ed Sheeran yang akan berkonser di Jakarta pada Mei 2019 dan John Mayer pada April 2019. “Aku belum sempet nyari tiketnya karena ribet kerjaan akhir tahun,” kata Adelia.
Diserbu
Bila dirunut lebih jauh sebenarnya bukan hanya di tahun 2018 saja Indonesia diserbu penyanyi dan musisi internasional. Sepuluh tahun terakhir, Indonesia, khususnya Jakarta, sudah kerap kebanjiran ‘artis’ internasional.
Di kuartal pertama tahun 2008 misalnya, Jakarta sudah kedatangan Incubus, My Chemical Romance, Saosin, hingga Sum 41. Penyanyi senior seperti Diana Ross, Toto, serta grup Skid Row pun tak ketinggalan.
Bila dirunut lebih jauh lagi, sebagaimana tercantum dalam buku 100 Konser Musik Di Indonesia yang ditulis Anas Syahrul Alimi dan Muhidin M Dahlan, konser musisi internasional pertama yang digelar di Jakarta adalah Konser Deep Purple tahun 1975 di Stadion Utama Senayan, Jakarta (sekarang Gelora Bung Karno). Disusul konser Al-Jarreau di Balai Sidang Senayan (sekarang JCC) tahun 1987 dan konser Mick Jagger tahun 1988 di Stadion Utama Senayan, Jakarta.
Java Musikindo yang dimotori Adrie Subono, sempat menguasai panggung konser di Tanah Air di awal tahun 2000-an. Nama-nama seperti Foo Fighter, Mr. Big, Alanis Morissette, Westlife, Korn, Mariah Carey, Muse, Bruno Mars, hingga Alicia Keys pernah didatangkan Java Musikindo.
Setelah era Java Musikindo berakhir, muncul promotor-promotor baru yang tak kalah gesit, salah satunya Ismaya Live. Dimulai dari Djakarta Warehouse Project yang berhasil mendatangkan DJ-DJ (Disc Jokey) internasional, Ismaya lalu merambah genre musik lain.
Ismaya, antara lain mendatangkan The Chainsmokers, Zedd, Marshmellow, Charlie XCX, Khalid hingga The Weeknd. Merekalah artis yang kini tengah meramaikan jagad musik internasional.
Selain Ismaya, ada banyak promotor yang kemudian juga mendatangkan Guns N Roses, Charlie Puth, Ed Sheeran, Black Pink, Lauv hingga John Mayer. Di luar Jakarta, khususnya Yogyakarta dan sekitarnya, ada Rajawali Indonesia Communication (Rajawali) yang juga aktif mendatangkan musisi dan penyanyi internasional.
Panggung musik di Tanah Air makin bergairah, makin meriah. Seperti dilansir Kontan.co.id, riset yang dilakukan PT Neurosensum Technology Internasional bertajuk Memahami Tren Konsumen Masa Kini, kebutuhan rekreasi berdampak pada pengeluaran konsumen untuk menyaksikan konser dan film yang meningkat 40 persen dalam 2 tahun terakhir.
Harry Sudarma, Marketing & Project Director PK Entertainment yang akan menggelar konser Ed Sheeran menuturkan, pemilihan artis yang didatangkan ke Indonesia dilakukan berdasar profil artis serta besaran fans base mereka di Tanah Air. Nilai mereka makin tinggi apabila belum pernah tampil di Indonesia.
“Kami tertarik mendatangkan Ed Sheeran, juga waktu itu Celine Dion karena selain artis besar, mereka juga belum pernah ke Indonesia. Kami ingin membawa mereka ke Indonesia untuk mendekatkan mereka kepada fans mereka,” tutur Harry.
Meski begitu, tak mudah mendatangkan artis-artis besar tersebut ke Indonesia. Harry menuturkan, meski tak merinci detil, ada banyak proses yang harus dilewati. “Enggak mudah dan lumayan panjang prosesnya. Ada banyak variabel untuk meyakinkan manajemen artis agar menyetujui ‘undangan’ ke Jakarta,” kata Harry.
Beberapa variabel yang biasanya ampuh untuk mengundang para artis datang ke Indonesia adalah potensi pasar Indonesia yang besar, fans base yang juga besar, hingga pengalaman baru yang tak bisa mereka dapatkan dari tempat lain. “Indonesia kan punya latar belakang budaya yang dikenal menarik, bukan sekadar Bali misalnya sebagai tempat wisata, tapi karena Indonesia dikenal sangat multikultural. Dengan tampil di Indonesia, si artis bisa mendapat pengalaman yang tak didapatkan di tempat lain,” papar Harry.
Soal keamanan, tambah Harry sudah pasti menjadi prioritas. Namun menurutnya, saat ini sudah amat jarang menjumpai artis yang mempersoalkan isu keamanan di Tanah Air. “Pas Celine kan ada kejadian di Surabaya, manajemennya pernah sih membicarakannya, tapi hanya sekali. Habis itu udah. Kami juga lalu coba yakinkan bahwa kami akan meningkatkan keamanan selama konser,” kata Harry.
Genre musik mainstream seperti pop memang paling banyak menyedot penonton, namun genre jazz dan rock juga punya penggemar tersendiri. Tak heran bila grup rock yang populer di era tahun 1980-an hingga tahun 1990-an menjadi salah satu target konser Rajawali Indonesia Communication.
CEO Rajawali, Anas Syahrul Alimi mengatakan, penikmat musik rock yang tumbuh di tahun 80-90an adalah penggemar setia musik ini. Sajian grup band dari era tersebut menjadi hal menarik bagi mereka.
Namun begitu, meski mengundang grup rock jadul, proses negosiasi bisnis dengan para band itu tak lantas mudah. Contohnya saat mendatangkan Judas Priest.
“Kami bernegosiasi selama dua tahun. Saya bahkan hadir di salah satu konser Judas Priest di London, Inggris, untuk bertemu dan meyakinkan mereka agar menggelar konser di Indonesia” tambah Anas.
Pertanda Baik
Menurut penyanyi elektronik Tanayu (33), maraknya konser artis asing di Tanah Air adalah pertanda baik. Artinya, Indonesia dianggap memiliki pengaruh besar bagi industri musik dunia.
“Gimana enggak, penduduk Indonesia sangat banyak. Dan negara kita termasuk pengguna media sosial yang aktif. Aku rasa market Indonesia punya pengaruh yang patut diperhitungkan. Ini juga membuka peluang buat musisi Indonesia untuk mengembangkan sayapnya ke pasar internasional,” ujarnya.
Di sisi lain, maraknya konser artis asing juga menggambarkan Indonesia cukup meyakinkan dari segi keamanan. Dari segi pariwisata, juga menarik wisatawan asing datang ke Indonesia demi mengejar musisi idola mereka.
“Seringkali aku datang ke konser musisi asing di Indonesia atau festival musik, banyak wisatawan asing yang datang karena mengejar musisi idolanya,” kata Tanayu.
Hal serupa diungkapkan musisi Yovie Widianto yang November lalu menggelar Konser Inspirasi Cinta di antara konser Guns n Roses dan Mariah Carey. Meski diapit dua konser artis luar, tiket konser sebanyak 5.500 lembar tetap sold out.
“Indonesia adalah pasar yang sangat potensial karena memiliki populasi hingga 270 juta orang. Dan orang-orang ini juga adalah orang-orang yang benar-benar suka musik, jadi benar-benar jadi target market yang luar biasa untuk musisi asing juga,” kata Yovie.
Namun dia menegaskan, musisi-musisi Tanah Air tak perlu berkecil hati karena punya kekuatan lebih yang tak dimiliki artis asing. “Jangan takut. Kita juga bisa,” katanya.
Senada dengan Yovie, gitaris Slank, Mohammad Ridwan Hafiedz (45) alias Ridho yang kini menjadi promotor dengan bendera Liztomania, juga menilai maraknya konser artis luar tak akan berpengaruh bagi penyelenggaraan konser musik musisi dan band Tanah Air karena masing-masing punya pasar dan kekhususan tersendiri. Contohnya konser-konser yang digelar Liztomania di Gedung Kesenian Jakarta. Bagi Ridho, pilihannya menggelar konser musik musisi Tanah Air lebih menjadi semacam give back sesama musisi untuk membangkitkan musik Tanah Air.
(Yuniadhi Agung/Wisnu Dewabrata)