Bonga-Bonga dan Khitah ”Lapo”
Bonga-Bonga adalah lepau (”lapo”) yang berupaya meretas persepsi keliru tentang kedai khas Batak itu. Mengusung label lepau halal, keunggulan rasa tetap dijunjung dengan memasok bumbu-bumbu orisinal Sumatera Utara.
Musik instrumen Batak yang rancak menari di telinga ketika memasuki Bonga-Bonga, Sabtu (22/12/2018). Di langit-langit, lima lembar ulos panjang berwarna merah, hitam, dan biru bergoyang-goyang diembus angin sejuk dari penyejuk ruangan.
Kap lampu dari anyaman pandan dan daun jagung menambah nuansa etnik Batak. Mereka yang sedang makan bisa menyaksikan lima karyawan memasak di dapur dengan posisi menghadap langsung ke ruang utama. Uap tebal mengepul dari panci dan wajan.
Kepala Dapur Bonga-Bonga Rahung Nasution menyapa tamu yang datang dengan ramah. Rahung juga menghampiri dua pasangan yang sedang menikmati sajian sambil mengobrol santai. ”Kalian marga apa? Bagaimana, enak enggak makanannya? Coba deh, es martabe,” ujarnya.
Di rumah makan yang terletak di Jalan Cipete Raya, Jakarta, itu, masakan-masakan disajikan secara prasmanan dalam wadah logam beralaskan daun pisang.
Daging ayam berbumbu cokelat sungguh menggugah selera, demikian pula dengan potongan daging bebek yang berlumuran gulai kental. Potongan ikan emas digenangi kuah pekat dengan cacahan lokio dan kacang panjang tak kurang pula menerbitkan hasrat bersantap.
”Oh, itu ayam bumbu saksang. Kalau yang itu, bebek gulai andaliman dan ikan arsik,” ujar Rahung seraya menunjuk beberapa masakan tersebut. Tamu-tamu memilih langsung makanan yang diinginkannya lantas membayar di kasir. Setelah itu, mereka duduk dan bersantap nikmat.
Saat dikunyah, daging ayam bumbu saksang terasa empuk. Bumbu-bumbu seperti jintan, bawang merah, bawang putih, dan merica menyatu dalam gurihnya saus menyerupai rendang. Daun jeruk memberi kejutan rasa segar di sela sensasi pedas yang sesekali menyeruak.
Ketumbar, kemiri sangrai, lengkuas, jahe, serai, hingga daun kunyit terasa menyatu dalam campuran bumbu dasar merah dan kuning. Hidangan saksang—dalam tradisi Batak—kadang memakai darah untuk menggurihkan masakan.
”Tenang, di sini kami menggunakan hati ayam dan sapi. Rasanya, kan, lumayan mirip dengan darah,” kata Rahung.
Daging bebek gulai andaliman pun bertekstur lunak. Cita rasa yang membuat bebek gulai andaliman berbeda, yaitu ombu—ombu atau kelapa yang digongseng dan digiling hingga berminyak. Sajian itu sudah tentu istimewa berkat andaliman, rempah khas Sumut yang dicampur asam gelugur.
Tambahan kemiri dan ketumbar menguatkan rasa gurih santan pada bebek gulai andaliman. Sejumput daun ubi tumbuk dengan campuran tekokak dan kecombrang, berikut teri medan dipadu cabe rawit menambah sedap hidangan ini.
Sementara ikan arsik berbumbu dasar kuning dengan campuran asam. Ketika dicecap, hidangan ikan ini sangat kaya akan rasa bumbu karena terus dimasak hingga kuahnya nyaris mengering. Meski demikian, sajian itu masih menyisakan rasa ikan emas yang tulen.
”Bumbu-bumbu utama yang digunakan dipasok langsung dari Sumut, seperti asam gelugur, kecombrang, asam kandis, dan andaliman,” ujar Rahung.
Bonga-Bonga dibuka pada November 2018. Rumah makan yang bisa menampung sekitar 40 tamu ini buka pada pukul 10.30-22.00.
Rahung menjelaskan, Bonga-Bonga didirikan dilatari keinginan untuk meluruskan asumsi tentang lepau yang sedikit berbelok dari pakem. ”Kami ingin memberi tahu kalau stereotip makanan lapo enggak halal, itu keliru,” katanya.
Di Sumut, banyak lepau yang menyajikan makanan halal. Lepau, menurut Rahung, berarti kedai. Makanan yang dijajakan bisa halal dan nonhalal. Lepau bisa juga untuk menjual kopi, tuak, dan sayur-mayur.
”Kami mau orang makan hidangan Batak di Bonga-Bonga tanpa khawatir. Apalagi, di luar Sumut, makanan Batak belum dikenal banyak orang,” ujarnya.
Upaya mengembalikan khitah lepau memang menjadi tantangan terbesar buat Rahung dan kawan-kawannya yang mendirikan Bonga-Bonga. ”Sebenarnya kami nekat banget. Lapo identik dengan makanan tak halal. Mereka yang biasa mengonsumsi makanan nonhalal lalu datang ke Bonga-Bonga, sempat kaget,” katanya.
Darah batak
Berdirinya Bonga-Bonga berawal sewaktu Rahung yang juga seorang videografer lepas itu syuting bersama dua aktor, yaitu Rio Dewanto dan Chicco Jerikho, di Eropa pada 2017. Mereka mengobrol dan tercetus ide untuk membuka rumah makan. Kebetulan, mereka semua mempunyai hubungan dengan keluarga Batak.
”Darah Batak Chicco mengalir dari ibunya. Mertuanya Rio, Batak. Saya sudah jelas Batak asli dari namanya,” ujar Rahung sambil tersenyum. Rahung sudah mencicipi makanan dari berbagai lepau. Namun, Rahung menafikan upaya memirip-miripkan rasa.
”Kalau komparasi saja bolehlah. Kecuali daging, bahan-bahan dasarnya kebanyakan sama, tetapi masakan kami punya cita rasa sendiri,” katanya.
Bonga-Bonga sebenarnya bukan bahasa Batak. Menurut Rahung, itu istilah dia dan teman-temannya yang kerap diucapkan apabila mereka bercengkerama. ”(Bonga-Bonga) artinya senang-senang. Kami sering bikin istilah sendiri,” ucap Rahung seraya tertawa.
Selaras dengan polah tersebut tercantum pula tulisan ”Mantap Kawan!!” pada sudut kiri bawah lembar menu Bonga-Bonga. ”Itu semacam slogan saja. Kalau ada yang tanya, ’bagaimana kabarnya?’ Kami jawab, ’Mantap kawan!!’,” ujar Rahung.
Dede (48), warga Kelurahan Menteng, Kecamatan Menteng, Jakarta, mengatakan, dia tertarik datang ke Bonga-Bonga karena makanannya halal. ”Kalau ke lapo biasa, saya belum tentu bisa makan. Saya tahu Bonga-Bonga dari teman dan media sosial,” ucapnya.
Makanan yang paling disukai Dede di Bonga-Bonga adalah ayam bumbu saksang. Itu karena paduan rasanya yang unik, antara asam, asin, pedas, dan segar. ”Bonga-Bonga juga nyaman dan bersih. Ini lapo modern, tetapi harga makanannya tidak mahal,” katanya.
Harga ayam bumbu saksang, gulai bebek andaliman, ataupun ikan arsik di Bonga-Bonga sama, Rp 35.000 per porsi.
Sonny Laksamana (33), warga Pesanggrahan, Jakarta, punya pendapat, cita rasa hidangan di Bonga-Bonga tak seperti kebanyakan makanan di Jakarta. ”Rasa makanan di Jakarta biasanya modern. Jadi, mirip- mirip. Kalau di Bonga-Bonga, rasanya seperti di daerah. Enak dan beda,” ujarnya.
Sonny yang berprofesi sebagai produser itu menambahkan, makanan favoritnya di Bonga-Bonga adalah ikan arsik. Segarnya ikan emas yang otentik masih terasa tanpa terhalang bumbu. Jika diistilahkan, seperti slogan yang tercantum pada lembar menu Bonga-Bonga, rasanya mantap kawan!