Jaga Bumi Terus Berdetak
Persoalan sampah di Jakarta seolah tak pernah selesai. Perkara ini menggerakkan sejumlah orang berkomitmen mengurangi sampah plastik, mengangkut sampah, dan memberi edukasi kepada masyarakat. Satu harapan mereka agar bumi terus berdetak.
Usia boleh membuat dahi Ni Luh Adiri atau Nila (70) berkeriput. Namun, ketika memunguti sampah, mata perempuan yang berprofesi sebagai pengajar gamelan Bali di Jakarta Selatan ini tampak berbinar-binar. Senyum selalu menghiasi wajahnya. ”Happy is number one,” ujar perempuan kelahiran Bali itu.
Sudah dua tahun Nila tergabung dalam komunitas Trash Hero Jakarta. Selama kurun waktu itu pula, ia selalu mengikuti kegiatan komunitas ini memunguti sampah di sudut- sudut Jakarta.
Waktu menunjukkan pukul 08.00, Sabtu (19/1/2019), saat Nila bersama puluhan orang lain melangkah pelan dari rumah susun Marunda menuju Pantai Marunda, Cilincing, Jakarta Utara. Mereka menyusuri jalan di tengah hujan deras yang disertai angin pagi itu. Kaus kuning yang mereka kenakan pun basah.
Pantai Marunda terletak di perbatasan Bekasi dan Jakarta Utara. Sebagai salah satu kawasan yang punya nilai sejarah, tak heran apabila pada akhir pekan tempat ini ramai oleh pengunjung. Keramaian itu pula yang membuat pantai itu menghasilkan sampah berserakan.
Sesekali, Nila berhenti tatkala melihat sampah plastik yang terserak di pinggir jalan. Tanpa pikir panjang, Nila memungut sampah itu dan memasukkannya ke dalam karung yang dipegang di tangan kirinya.
”Sudah terbiasa setiap kali melihat sampah, secara otomatis badan saya bergerak memungutnya,” kata Nila, yang sesakali menyeka peluh bercampur air hujan di wajahnya.
Nila selalu membawa botol minum ke mana pun ia pergi. Menurut dia, itu satu langkah kecil untuk mengurangi sampah plastik. ”Saya sadar, kita tak bisa menoleransi persoalan sampah plastik. Kita harus melakukan perubahan sekecil apa pun itu,” katanya.
Trash Hero merupakan komunitas yang digagas pemuda asal Swiss, Roman Peter, di Thailand pada 2013. Komunitas ini pun berkembang ke beberapa negara, termasuk Indonesia.
Trash Hero Jakarta, yang terbentuk pada 17 Desember 2017, merupakan satu dari 20 cabang Trash Hero Indonesia. Ketua Trash Hero Jakarta Priadi Wibisono mengatakan, komunitas ini berkomitmen mengurangi penggunaan sampah plastik. Salah satunya dengan membawa peralatan makan dan tempat minum pribadi setiap kali berkegiatan.
”Ini salah satu misi kami mengurangi penggunaan botol plastik. Karena itu, kami mewajibkan para anggota membawa peralatan makan dan minum dari rumah,” kata Wibisono, Sabtu siang.
Menurut Wibisono, sampah plastik merupakan ancaman nyata bagi bumi. Di Jakarta, semisal, data Dinas Lingkungan Hidup DKI menyebutkan, sampah di Ibu Kota mencapai 2,5 juta ton per tahun. Dari jumlah itu, 357.000 ton di antaranya berupa sampah plastik.
Komunitas ini juga aktif mengadakan kegiatan bersih- bersih (clean up) setiap minggu di Bundaran Hotel Indonesia. Tak hanya memunguti sampah, mereka juga mengedukasi warga di lokasi kegiatan agar tertib membuang sampah.
Edukasi ini juga dikampanyekan Trash Hero Jakarta kepada anak-anak sekolah. ”Kami berusaha mencegah agar sampah jangan dibuang sembarangan. Edukasi itu bisa dimulai dari anak-anak,” ujar Wibisono yang bekerja di sebuah agen wisata.
Keanggotaan di Trash Hero Jakarta bersifat longgar atau tidak mengikat. Mereka bisa mengikuti kegiatan jika memiliki waktu luang saat akhir pekan. Jadwal kegiatan bisa dilihat di situs mereka, trashhero.org, akun Facebook, atau di akun Instagram @trashherojakarta.
Karena tidak mengikat, tak jarang kegiatan bersih-bersih hanya diikuti tiga sampai lima orang. Meski demikian kegiatan terus berjalan. Sering kali pada setiap kegiatan ada saja orang baru yang tergerak ikut memunguti sampah.
Pandangan sinis
Namun, tak jarang ada juga orang-orang yang memandang sinis atau aneh kegiatan tersebut, seperti diceritakan Tery (29), calon pegawai negeri di salah satu lembaga pemerintah yang bergabung di Trash Hero Jakarta.
”Bahkan, masih ada orang menitipkan sampah kepada kami saat sedang berkegiatan. Padahal, kami bukan petugas kebersihan,” ujarnya.
Meski awalnya malu, Tery memberanikan diri mengingatkan orang-orang agar membuang sampah pada tempatnya. ”Sampah itu tanggung jawab kita masing- masing,” katanya.
Hari Sabtu itu, seusai memunguti sampah di Pantai Marunda, mereka menuju Rumah Si Pitung untuk mengevaluasi kegiatan. Di situ, mereka berbagi pengalaman sekaligus motivasi.
Motivasi mereka yang bergabung dengan Trash Hero Jakarta pada dasarnya berawal dari keprihatinan. Bagi Tery, keprihatinan itu bermula ketika ia mendengar berita tentang ikan paus yang tewas dengan perut berisi penuh sampah plastik di Wakatobi, Sulawesi Tenggara.
”Itu kenyataan bahwa bumi kita tidak lagi aman, baik bagi manusia maupun makhluk hidup lain,” ujarnya. Dampak buruk melimpahnya sampah plastik itu tidak hanya menghancurkan ekosistem laut.
Mikroplastik atau serpihan plastik berukuran 1 hingga 5 milimeter juga berpotensi mengganggu kesehatan jika masuk ke tubuh manusia. Apalagi plastik diperkirakan baru bisa terurai 500-1.000 tahun.
”Global warming itu nyata. Kita tak bisa lagi mengatakan harus mengurangi, tetapi kita harus benar-benar berhenti menggunakan sampah plastik,” ujar salah satu peserta kegiatan bersih-bersih di Pantai Marunda saat sesi diskusi.
Nila, Wibisono, dan Tery menyadari bukan hal mudah mengatasi persoalan global ini. Namun, setidaknya, mereka telah mengambil langkah untuk ikut menjaga lingkungan dan membuat hidup lebih bermakna.
Ingatan tentang dampak sampah plastik perlu dipelihara. Lalu, segera diikuti tindakan nyata agar bumi terus berdetak. (E14)