Cengkeraman Balacan Bangka
Tak hanya martabak Bangka yang menginvasi Jakarta, menu-menu kuliner khas Bangka pun kian ramah menyapa belantara Jakarta. Cita rasanya otentik Bangka, dengan bahan-bahan utama didatangkan langsung dari pulau penghasil lada terbesar di Nusantara itu. Sedap, tak terkira....
Cita rasa khas Bangka itu antara lain bermuara di Restoran Kampoeng Bangka di kawasan Panglima Polim, Jakarta Selatan. Di restoran yang sudah berdiri sejak 2011 itu, menu-menu kuliner khas Bangka dihadirkan dalam rasa otentik. Dengan begitu, kaum urban Jakarta bisa mengenal hidangan tradisional Bangka tanpa harus jauh-jauh pergi ke Bangka.
Menunya beragam. Mulai makanan utama sampai hidangan penutup, dengan bahan baku utama didatangkan dari Bangka demi menjaga otentisitas rasa. Begitu juga dengan sang koki, seorang perempuan berdarah Bangka, Evi Wahyuni (41).
Evi, yang bergabung sejak Kampoeng Bangka berdiri, bertugas memasak menu-menu khas Bangka. Menu lainnya, seperti menu khas Thailand dan peranakan yang menjadi pelengkap di restoran itu, dimasak dua koki berbeda.
Selasa (22/1/2019) siang, Evi menunjukkan kepiawaiannya di dapur Kampoeng Bangka. Dia, antara lain, menyajikan ekor tenggiri bakar, ikan kembung bertelok, lempah alar keladi, lempah ikan nanas, dan kerang hijau saus Bangka.
Di jajaran makanan kecil, ada kue-kue tradisional khas Bangka, seperti talam hijau, talam singkong, dan jongkong. Untuk minuman, tersedia jeruk kunci panas dan es kacang merah yang segar menggoda meski hari itu suhu udara Jakarta sedang dingin karena guyuran hujan tanpa henti sejak pagi.
Ikan tenggiri bakar menjadi menu utama siang itu. Ukurannya ternyata cukup besar, 0,5 kilogram. Kampoeng Bangka sengaja menyajikan bagian ekor tenggiri karena cita rasa khas ikan tenggiri terletak pada bagian ekornya.
”Rasa khas ikan tenggiri itu ada di bagian ekornya. Ikan tenggirinya juga didatangkan dari Bangka, kami ambil langsung dari nelayan. Kalau pakai ikan tenggiri dari sini, rasanya beda,” ujar Senior Public Relation Kampoeng Bangka Octa Isdiyanto alias Ocan.
Siang itu, Kampoeng Bangka ramai pengunjung, mayoritas kelompok senior. Selain bersantap bersama, mereka juga juga asyik menikmati lagu-lagu serta ikut menyanyi dan menari bersama iringan lagu yang dimainkan dari organ tunggal. Suasana terasa hangat. Makanan yang tersaji pun terasa kian sedap disantap.
Jejak kesegaran
Selain ikan tenggiri, beberapa jenis ikan yang menjadi bahan utama sajian, seperti ikan pari dan ikan kerisi, juga didatangkan dari Bangka. Begitu juga dengan bahan baku sambal rusep, yakni ikan teri yang difermentasi, yang menjadi hidangan favorit pengunjung.
Tak hanya ikan, bahan untuk sayuran, seperti akar keladi dan jeruk kunci, juga didatangkan dari Bangka. Tak ketinggalan balacan alias terasi khas Bangka yang menjadi bumbu utama menu khas Bangka.
Di tangan Evi dan para juru masak asli Bangka, bahan-bahan baku itu diolah segera setelah pesanan dicatat. Tidak heran jika jejak kesegarannya sangat terasa saat dihidangkan. Cara memasaknya juga tidak terlalu memakan waktu lama.
Ekor tenggiri bakar, misalnya, dimasak hanya dengan cara dibakar tanpa bumbu apa pun. Menurut Evi, daging tenggiri Bangka sudah gurih tanpa tambahan garam. Istilahnya sudah ada rasa garam di sana.
”Untuk mematangkan bagian dalamnya, tenggiri dimasukkan ke dalam microwave 10 menit. Ini karena ukuran ikannya besar, jadi harus matang sampai ke dalam,” katanya.
Daging tenggiri yang masih panas itu disajikan bersama sambal mak non yang terbuat dari cabai, bawang putih, terasi Bangka, air jeruk kunci, dan gula pasir. Sobekan daging tenggiri yang pulen ditambah cocolan sambal mak non pun segera menjerat lidah.
Cengkeraman terasi yang khas terasa sangat kuat, berpadu pas dengan daging tenggiri yang gurih meski dimasak tanpa garam. Jejak kucuran air jeruk menjadikan sambal mak non yang sedikit pedas segar memelintir lidah.
Dominasi terasi yang kuat juga terasa pada lempah alar keladi. Lempah atau disebut juga lempah darat berupa sayur berkuah seperti sup atau sayur bening karena kuahnya bening, tetapi sangat kuat di rasa. Bumbunya hanya tiga jenis, yaitu terasi, garam, dan cabai. ”Akan tetapi, terasinya harus terasi Bangka. Kalau pakai terasi dari tempat lain rasanya pasti beda,” ujar Evi.
Cara memasaknya tidak menggunakan minyak sama sekali. Ketiga bumbu dimasak di dalam air mendidih, setelah itu ditambahkan sayur-sayuran sebagai isi. Lempah alar keladi terdiri dari akar keladi, labu kuning atau labu parang, kecipir, terong ungu, kacang panjang, dan udang.
Akar keladinya harus dimasak lebih lama supaya tidak membuat gatal saat disantap. Jika tidak ada akar keladi, isi lempah darat biasa diganti dengan rebung muda, pepaya mengkal, daun katuk, mentimun, kacang panjang, dan jantung pisang. Khusus isi nangka muda, lempah darat ditambahkan sedikit santan.
Bahan-bahan itu konon tak berubah dari dulu hingga kini. Masyarakat Bangka masih terus memasak lempah di keseharian mereka. ”Lempah darat ini bisa muncul mungkin karena zaman dulu ekonomi susah. Beli bumbu-bumbu susah, jadi pakai terasi. Sayuran juga susah. Masaknya pun enggak butuh waktu lama,” katanya.
Lebih kompleks
Selain lempah darat, ada juga lempah kuning yang berbahan utama ikan. Bumbunya lebih kompleks, mulai dari kunyit, lengkuas, bawang merah, terasi, cabai merah, cabai rawit, air asam, dan nanas matang yang memberikan efek segar sekaligus cita rasa manis. Daun kedondong juga biasa digunakan, tetapi biasanya hanya untuk bahan daging sapi atau ayam.
Siang itu, Evi menyajikan lempah kuning ikan kerisi. Ikan kerisi berbentuk mirip ikan ekor kuning, tetapi ukurannya lebih kecil atau lebih ramping sehingga menyerupai ikan kembung. Rasanya gurih meski tidak diberi tambahan bumbu. Disantap dengan kuah kuning segar dan manis, daging ikan kerisi terasa lembut.
Rasa penasaran dengan cita rasa saus bangka—yang tak sepopuler saus padang—terjawab pada sajian kerang saus Bangka. Saus bangka dibuat dari racikan bawang merah, bawang putih, ketumbar, jintan, lengkuas, dan sedikit jahe.
”Bumbu-bumbu itu ditumis dulu, baru dimasukkan kerang yang sudah direbus. Tambahkan sedikit air sehingga mengental. Kalau mau pedas, tinggal kasih irisan cabai rawit,” kata Evi. Rasa jahe yang kuat mendominasi cita rasa saus bangka.
Satu-satunya menu yang prosesnya cukup memakan waktu adalah ikan kembung bertelok. Untuk mendapatkan daging ikan yang padat tanpa gangguan saat bersantap, duri-duri ikan kembung diangkat lebih dulu dan dagingnya dikeluarkan.
”Setelah diberi bumbu juga santan, daging ikan kembung dimasukkan lagi ditambah dengan campuran daging ikan tenggiri. Setelah itu dikukus, baru digoreng. Jadi, agak lama prosesnya. Kalau di Jawa, ya seperti sate isi atau bandeng isi,” kata Evi.
Seperti hasil yang tidak mengkhianati proses, cita rasa ikan kembung bertelok sangat lezat. Padat, gurih dengan cita rasa yang kuat. Tak salah jika orang Bangka pun tak pernah jauh dari menu tersebut.
Bagi orang Bangka, menumenu masakan yang didominasi sari laut, khususnya ikan seperti yang disajikan di Kampoeng Bangka, merupakan menu harian. Setiap hari orang Bangka selalu mengonsumsi ikan.
”Di Bangka, lebih baik tidak ada sayuran daripada tidak ada ikan. Apalagi dulu, sayur di sana mahal. Dulu makan kangkung atau bayam belum tentu seminggu sekali. Kalau ikan, setiap hari,” kata Evi.