Hulu Laran Perdamaian
Ragam budaya Tanah Air tak henti menjadi inspirasi. Melalui label Happa, Mel Ahyar meluncurkan koleksi terbaru bertajuk Hulu Laran. Koleksi ini terinspirasi dari cerita budaya masyarakat di Nusa Tenggara Timur.
Hulu laran bagi masyarakat Nusa Tenggara Timur berarti penunjuk jalan. Dia berupa adat istiadat, yang kemudian menjadi penuntun laku hidup (penunjuk jalan) dalam keseharian masyarakat setempat.
Dua cerita budaya yang menjadi inspirasi koleksi Hulu Laran Happa adalah kisah tentang penyair dari bagian timur, serta tari Caci dari bagian barat. Dalam budaya masyarakat NTT, keduanya mengajarkan tentang tata cara hidup bersama, hidup bermasyarakat.
Kisah tentang penyair yang diangkat sebagai penunjuk jalan adalah cerita leluhur Wato Wele-Lia Nurat yang merupakan salah satu tradisi lisan para penyair sastra dari Suku Lamaholot. Konon, para penyair cerita sakral ini adalah orang-orang pilihan yang mendapat anugerah bersyairnya dari Mnuno Buno (bintang jatuh).
Saat sang penyair tertutur, dia didatangi dan didampingi Sili Gokok, burung elang yang diyakini turut memberikan kemampuan bersastra. Syair yang berisi tentang fungsi sosial kekuasaan di wilayah itu biasa dituturkan dalam ritual adat perkawinan, upacara pemakaman, pembukaan ladang, dan panen.
Sementara tari Caci yang merupakan tari khas Manggarai merupakan tarian perang yang dilakukan dua penari laki-laki, menggunakan cambuk dan perisai. Pesannya menyerukan tentang sportivitas dan pesan perdamaian. Tarian ini biasa dijadikan ritual untuk bersyukur atas musim panen, tahun baru, dan berbagai ritual adat lainnya.
Kedua kisah tersebut, oleh Mel Ahyar yang bermitra dengan penyanyi Andien, dituangkan dalam rangkaian koleksi terbaru Happa yang terdiri dari 35 ragam koleksi. Mulai dari atasan (top), luaran (outer), gaun, dan bawahan berupa celana dan legging. Koleksi-koleksi tersebut juga dilengkapi dengan aksesori berupa tas, kalung, dan scarf.
Selain menggunakan material tenun khas Nusa Tenggara Timur yang didominasi warna-warna gelap, koleksi Hulu Laran juga banyak menggunakan material berupa katun dan linen kanvas serta kain-kain yang berjenis lembut melayang.
Ciri khas desain Happa yang unik dengan model yang loose atau longgar, kaya dengan permainan teknik desain saling bertabrakan dan bertumpuk, bisa ditemui di koleksi ini. Begitu pula dengan kesan rancangan yang jenaka (playful) dan unik, seperti ciri khas Happa selama ini.
Kisah sang penyair tampil dalam bentuk visual bordir dan digital print yang diaplikasikan pada bahan kanvas linen dan katun yang teksturnya paling mendekati kain tenun. Pada beberapa koleksi, terdapat potongan sastra lama suku Lamaholot. Begitu juga dengan simbol-simbol yang terkait dengan kisah sang penyair, seperti bintang jatuh, burung elang, hingga perumpamaan wajah sang penyair.
Adapun dari tari Caci, warna-warni kostum tari yang didominasi warna biru, kuning mustard, merah marun, hijau toska dan hitam juga menjadi warna-warna dominan di koleksi Hulu Laran. Warna-warna yang sebenarnya kerap digunakan di koleksi Happa terdahulu karena, menurut Mel Ahyar, warna-warna itu ada dalam berbagai kultur di berbagai tempat di Indonesia, memiliki makna dan filosofi yang hampir dapat dipastikan sama. Seperti kuning, misalnya, yang merupakan simbol ketuhanan.
Sentuhan tangan
Menurut Mel Ahyar, koleksi Hulu Laran kali ini lebih banyak didominasi oleh sentuhan tangan alias handmade. Koleksi ini juga tidak terlalu didominasi manik-manik atau payet yang ramai, tetapi lebih menonjolkan kekuatan kain tradisional yang cenderung berwarna gelap.
”Untuk koleksi kali ini lebih banyak bordiran, handmade. Enggak terlalu banyak beads atau payet. Kalau warna, culture itu muter terus. Tone color yang basic seperti merah dan kuning di beberapa daerah menyimbolkan sesuatu yang sama. Kalau yang spesifik, di koleksi ini ada lebih banyak detail, seperti rumbai-rumbai yang jatuh. Motifnya dibikin ulang dari bordiran,” kata Mel Ahyar.
Untuk menjaga napas Happa yang selama ini identik dengan culture, Mel yang lebih banyak berperan dalam hal desain berupaya selalu mendasari ide-idenya dengan riset yang kuat. ”Selama pesannya jelas, aku enggak pernah khawatir. Ide pasti akan mengalir. Aku juga berusaha tetap menghormati pakem, tanpa harus merasa terbatasi. Di situlah sebenarnya kreativitasku ditantang,” tutur Mel.
Menurut Andien, budaya memang tidak pernah lepas menjadi landasan inspirasi Happa, seperti koleksi-koleksinya terdahulu. Tidak melulu budaya di Tanah Air, tetapi juga budaya global di luar Tanah Air.
”Ini memang ciri khas Happa. Budaya menjadi inspirasi, yang kemudian membawa pada cara berpakaian, gaya yang dekat dengan culture,” kata Andien. Hulu Laran merupakan koleksi Happa ke-14.
Begitu juga dengan pesan yang ada di baliknya. Khusus untuk koleksi Hulu Laran, terutama yang diangkat dari tari Caci yang mengajarkan tentang sportivitas dan pesan damai, menurut Andien, sangat baik untuk diangkat kembali di tengah kondisi Tanah Air yang tengah beraroma kompetisi menjelang pemilihan presiden. Walaupun ”hanya” tertuang dalam busana, pesan ini tetap bisa diceritakan kepada banyak orang.
”Aku dan Mel sangat ingin memberi semangat kebaikan dan suasana di Tanah Air yang lagi berkompetisi. Dari cerita-cerita di Nusa Tenggara Timur ini, kita bisa belajar bagaimana cara berdamai dalam situasi sosial kemudian bagaimana kita bisa bersikap sportif dalam kehidupan sehari-hari,” papar Andien.
Baik Mel maupun Andien bahkan masih sangat yakin inspirasi untuk karya-karya Happa masih terbuka lebar dengan kekayaan budaya yang luar biasa, baik budaya Tanah Air maupun budaya global.
”Masih banyak banget yang ingin kami angkat ceritanya karena makin ke sini makin perlu. Anak-anak muda makin sulit bersentuhan dengan cerita dan filosofi semacam ini. Fashion bisa menjadi salah satu media untuk menyampaikan ini secara soft dan keren,” kata Andien.