Jendela Hidup Baru
Mereka yang bahagia saat memasuki pensiun adalah yang bisa menemukan sisi dirinya yang berdaya. Soal uang adalah satu hal, tetapi menemukan diri sendiri menjadi pangkal mereka bisa tetap tertawa saat menjalani masa kebebasan itu. Kisah beberapa pensiunan berikut ini mungkin bisa mengilhami kita.
Waktu menunjukkan pukul 20.00 saat Agus Setia Permana (59) duduk melingkar bersama empat anak muda. Obrolan di antara mereka tak kalah riuh dengan lalu lalang kendaraan di Jalan Pecenongan Raya, Jakarta Pusat. Cerita demi cerita mengalir tak berjeda.
Kendati berusia lebih tua, Agus tidak mendominasi obrolan di antara anak muda itu. Ia justru lebih banyak melontarkan pertanyaan ketimbang berbicara dan sesekali berseloroh. Wajahnya ceria malam itu. Senyum selalu mengembang di wajahnya.
”Bertemu dan berkumpul dengan anak muda ataupun orang-orang baru selalu membuat saya bersemangat,” ujar Agus yang hobinya nongkrong, ngopi, dan ngobrol.
Itulah yang membuat Agus membuka Roots Koffie, sebuah kedai kopi berjalan yang dirancang dalam sebuah VW Combi merah marun. Selain untuk menyalurkan hobi ngopi, usaha miliknya ini membuka ruang bagi Agus untuk bercengkerama dengan teman-teman lama dan baru.
Sebagai pemilik Roots Koffie, Agus kerap melayani langsung para tamu yang datang ke kafenya. Rasa gengsi tidak tebersit di pikiran mantan wakil pemimpin salah satu divisi di Bank BNI tersebut. Dia bekerja di bank itu hampir 32 tahun.
”Enggak ada rasa gengsi. Dari dulu saya biasa bergaul dengan orang-orang dari berbagai kalangan. Melayani sudah tugas saya dari dulu,” kata Agus yang pensiun pada 2017.
Cara bergaulnya yang luwes membuat Agus memiliki banyak teman. Hampir satu per satu pengunjung di Roots Koffie mengenali sosoknya. Mereka yang datang akan menyalami Agus sebelum memesan kopi kesukaan di kedai tersebut.
Agus membesarkan Roots Koffie, yang sudah punya empat titik mangkal di Jakarta dan Bandung, dari modal sendiri. Dia sama sekali tidak meminjam kredit usaha dari bank. ”Sejak masih kerja kantoran, saya sudah berpikir harus punya anggaran untuk hidup di masa tua,” ujarnya.
Hobi jadi rezeki
Dari hobi jadi rezeki juga dialami Jimmy S Harianto (66). Ia pensiun sebagai karyawan di perusahaan media massa pada Desember 2012. Sebelumnya, tak terbayangkan di benaknya akan melakukan apa setelah pensiun. Menurut dia, hal yang serupa juga dialami rekan-rekannya pensiunan lain.
Saat jatuhnya hari untuk pensiun, Jimmy mengaku bersiul-siul senang dengan jumlah pesangon yang dikantonginya.
”Üang pensiunan seember. Tapi harus ingat, kalau ember itu ember bocor, nanti yang masuk ember enggak sepadan dengan yang keluar lewat bocoran,” celotehnya.
Saat hari raya, misalnya, dia tetap harus memberikan THR tetapi tidak mendapat THR. Jadi, bersiul-siulnya karena dapat uang pensiun cukup banyak itu hanya berlangsung beberapa bulan saja. Berikutnya, sampai dua tahun lamanya, ia merasa shock, kaget. Pengeluaran terjadi terus-menerus. Uang pensiun yang cukup besar tadi sudah dibelikan rumah baru.
Dua tahun setelah pensiun, Jimmy mengalami situasi yang mampu mengubah keadaan. Dari keadaan bingung karena tak tahu apa yang harus dijalani di masa pensiun itu, Jimmy mendapat tawaran pekerjaan.
”Pekerjaan itu terkait dengan keris yang jadi hobi saya sejak tahun 1990-an. Sudah 18 tahun,” ujar Jimmy.
Jimmy kerap diminta menjadi pembicara soal keris. Lalu berkembang menjadi kurator pameran keris, kemudian membuat buku soal keris. Tahun 2019 saja, Jimmy mendapat tawaran menyelesaikan empat buku soal keris atas pesanan beberapa pemerintah daerah di Sumatera dan kolektor keris.
Ia mengaku pendapatan dari semua kegiatan itu cukup besar. ”Semua kerjaan ini gara-gara hobi. Saya hobi koleksi keris, tetapi enggak pernah untuk jual beli,” kata Jimmy.
Jimmy sempat 36 tahun bekerja sebagai wartawan di media nasional. Di sinilah ia dapat rezeki ”mendadak” lagi. Tawaran lain berdatangan, mulai dari mengajar penulisan di media, melatih menulis, hingga mengoreksi untuk sebuah penerbitan.
Dunia kewartawanannya ternyata tak mengenal istilah pensiun. Ia kini mengelola situs Kerisnews.com. ”Saya tetap jadi wartawan. Wartawan untuk media yang saya buat sendiri,” ujarnya.
Keterampilan unik
Kisah Mujirun (61) berikut ini mungkin bisa terhubung dengan pengalaman banyak orang pula. Ia adalah pensiunan Peruri (Perusahaan Umum Percetakan Uang Republik Indonesia), yang dulu mengabdi sebagai engraver atau pengukir gambar sejak 1979. Engraver adalah orang yang biasanya menangani gambar utama pada uang. Jumlah pengukir gambar di Indonesia yang bisa mencukil di atas pelat masih sedikit.
Saat bekerja di Peruri, dia mengukir gambar 13 pecahan mata uang Indonesia, seperti Rp 20.000, Rp 5.000, Rp 1.000, dan lain-lain. Ia juga menggambar pada uang Rp 50.000 yang menampilkan wajah mantan Presiden RI Soeharto tengah tersenyum.
Mujirun pensiun pada 2009. Kini ia menikmati masa pensiun dengan bekal keterampilannya. Ia kerap diminta menggambar beberapa orang mulai dari tokoh hingga orang kebanyakan. Di masa kecilnya, dia sudah terbiasa membuat wayang kulit. Ia juga kerap menjadi pembicara tentang dunia seni dan memotivasi anak-anak muda, serta menggelar berbagai pameran seni.
Mujirun mengaku, beberapa orang sempat menertawakan dirinya ketika ia memilih pensiun dini. Kini, semua anaknya sudah sekolah, kuliah, dan bekerja. Ia juga bisa membeli tanah, punya kontrakan, juga rumah toko alias ruko. Mujirun pun masih bisa membantu saudaranya. ”Saya tinggal memetik buahnya saja,” katanya.
Meretas kelimbungan
Pensiun sebagai pegawai memang tidak berarti pensiun dalam berkegiatan yang produktif sekalipun itu disikapi sebagai hobi. Dengan tetap berkegiatan atau bekerja, orang mendapatkan manfaat psikologis tersendiri. Seperti yang dirasakan I Nyoman Sudira (67), pensiunan pegawai negeri sipil di Klungkung, Bali. Berbekal keterampilan mendesain, ia tetap berkarya menjadi desainer kain songket Bali di Pertenunan Astiti milik keluarganya.
”Saya tidak mau seperti teman-teman saya yang ketika masuk pensiun jadi post-power syndrome, lalu sakit. Saya senang sekarang bisa mengajari anak-anak muda yang tertarik belajar soal kain Bali,” kata Sudira.
Soal memanfaatkan uang pensiun, kita bisa menilik pengalaman Siti Rochanah (58). Ketika suaminya, karyawan PT Kereta Api Indonesia, meninggal pada 2001, Siti limbung, kehilangan sandaran ekonomi. Padahal, kedua anaknya masih butuh biaya kuliah. Siti pun bertindak cepat. Ia menggunakan uang pensiun suaminya untuk merintis usaha kuliner. Siti kebetulan jago masak.
Ia pun tekun mengikuti pelatihan wirausaha yang diadakan Bank Tabungan Pensiunan Nasional (BTPN) serta rajin menimba ilmu standardisasi makanan dan penjualan di instansi lain. Dari Universitas Negeri Semarang, ia dibantu peralatan teknologi untuk usaha. Kini, bisnisnya yang bernama Ananda Jaya Industri mengelola merek dagang olahan ikan ”Iwak Nyuzz” yang memiliki 17 jenis produk.
Sikap Siti yang mau dan tekun untuk terus belajar menambah kapasitas diri membuat usahanya kian berkembang. Ia menjadi salah satu wirausaha sukses nasabah BTPN Purnabakti Semarang dan kini kerap memberi pelatihan bisnis, menjadi motivator.
Bekal kredibilitas
Bekal untuk pensiun tak melulu ilmu atau keterampilan, tetapi juga reputasi dan kredibilitas. Ini yang bisa kita petik dari sosok Agus DW Martowardojo (63), mantan Menteri Keuangan dan Gubernur Bank Indonesia, yang 30 tahun lebih sebagai bankir.
Selama menjadi pejabat, baik di pemerintahan maupun di badan usaha milik negara (Direktur Utama Bank Mandiri periode 2005-2010), Agus berinvestasi pada nama baik, integritas, dan kredibilitas. Rekam jejak performa kerjanya signifikan. Tak heran, meski sudah pensiun, ia didapuk sebagai komisaris utama di Tokopedia, perusahaan rintisan digital bervaluasi 1 miliar dollar AS (unicorn). Meski usianya kepala enam, sosok Agus bersenyawa baik dengan perusahaan rintisan yang identik dengan anak muda. Ini adalah buah dari reputasi baik yang ditabungnya.
Simak nasihat PM Susbandono, pensiunan dari sebuah perusahaan energi yang kini menjadi konsultan sumber daya manusia dan motivator.
”Apa kehebatanmu? Yang bisa jawab Anda sendiri. Biasanya orang tidak tahu dengan dirinya sendiri. Ini yang membuat kita tenang setelah bekerja resmi dan akan menjadi bekal saat kita masuk masa pensiun,” katanya.
(E14/MEDIANA/ANDREAS MARYOTO/NAWA TUNGGAL)