Olah raga elektronik atau e-sport merupakan salah satu industri yang tengah mengalami pertumbuhan pesat selama beberapa tahun terakhir. Berdasarkan laporan Superdata, industri e-sport meraup keuntungan sebesar 1,5 miliar Dolar AS pada 2017. Jumlah ini diproyeksikan akan meningkat 20 persen pada 2020 mendatang dengan memperkirakan rata-rata pertumbuhan jumlah penonton sekitar 12 persen per tahunnya.
Dukungan terhadap olah raga ini pun muncul dari berbagai pihak. Sebelumnya, hanya perusahaan-perusahaan teknologi yang “berani” mengucurkan uang. Kini, sejumlah badan usaha non-teknologi hingga pemerintah menaruh perhatian terhadap e-sport. Bahkan, pemerintah RI saat ini tengah menggelar kompetisi Piala Presiden E-Sports yang dihelat di delapan kota besar, yaitu Palembang, Manado, Solo, Bekasi, Pontianak, Surabaya, dan Denpasar. (kompas.id, 28/1/2019).
Industri terbaru yang mulai melibatkan diri dalam dunia e-sports adalah Fast-Moving Consumer Goods (FMCG). PT Dua Kelinci resmi bekerja sama dengan dua tim e-sport profesional, Rex Regum Qeon (RRQ) dan EVOS E-Sports pada Senin (18/2/2019).
Selain PT Dua Kelinci, PT Indofood Sukses Makmur juga melakukan hal sama. Jumat (15/2/2019) lalu, mereka resmi bekerja sama dengan salah satu perusahaan e-sports terbesar di dunia, ESL sebagai sponsor resmi ESL National Championships pada Maret mendatang.
Co-Founder dan Chief Executive Officer (CEO) RRQ Andrian Pauline berpendapat, terjunnya perusahaan-perusahaan swasta yang tidak berkaitan dengan teknologi seperti industri makanan merupakan sebuah pengakuan yang telah dinantikan oleh pelaku e-sport sejak lama. Kini, e-sport dinilai telah memasuki ranah olah raga populer seperti sepak bola atau bola basket di Indonesia.
Menurut Andrian, perkembangan dunia e-sport mulai berjalan cepat pada 2018 lalu. Tahun lalu, perusahaan-perusahaan non-teknologi seperti usaha rintisan (startup) atau laman belanja dalam jaringan (daring) mulai melibatkan diri baik sebagai sponsor ataupun mengadakan kompetisi-kompetisi. Pertumbuhan ini semakin diperkuat dengan dipertandingkannya e-sport sebagai ajang eksibisi pada Asian Games lalu.
Perubahan stigma masyarakat terhadap olah raga ini turut berperan di balik perkembangan pesat e-sport. Sudah banyak lapisan masyarakat yang memandang bahwa e-sport merupakan salah satu industri luas yang menjanjikan.
Andrian mencontohkan perkembangan dari sisi para atlet e-sport. Mereka tidak hanya mendapat uang dari hadiah turnamen atau gaji pada satu tim. Sejumlah pemain, baik di timnya maupun pada tim lain, kini sudah menjadi selebriti yang tampil pada acara televisi hingga dikejar-kejar perusahaan untuk mempromosikan produk.
Hal ini cukup jauh berbeda bila dibandingkan dengan sekitar lima tahun lalu. Pada saat itu, menurut Andrian, komunitas e-sports di Indonesia belum sebesar sekarang. Tim-tim profesional harus berjuang sendiri membiayai anggotanya untuk mengikuti sebuah turnamen karena belum terlalu diperhatikan pemerintah dan minimnya keterlibatan pihak swasta.
“Exposure yang didapat e-sport dalam dua tahun terakhir adalah hal yang dicari-cari oleh industri berkembang lainnya,” ungkapnya.
Hal senada dikatakan Co Founder tim E-Sports Evos Hartman Harris. Harris mengatakan, munculnya dukungan dari industri di luar teknologi menunjukkan upaya-upaya yang dilakukan seluruh pelaku dunia e-sport berada pada jalan yang benar.
Harris melanjutkan, perkembangan e-sports menambah bukti nyata bahwa karir di zaman revolusi industri 4.0 semakin beragam. Generasi muda sekarang dapat mempertimbangkan untuk terjun pada bidang pekerjaan ini karena variasi profesi yang beragam seperti pemain, caster (komentator pertandingan e-sport), manajer tim e-sport profesional, hingga pemilik tim seperti dirinya.
Ia juga yakin, kemajuan di bidang olah raga ini akan semakin pesat. Salah satu faktor utamanya adalah perkembangan infrastruktur pendukung e-sport. Pemerintah kini telah melakukan pembangunan besar-besaran pada sisi teknologi seperti memperbaiki jaringan internet dan memperluas jangkauan telekomunikasi hingga wilayah terpencil.
“Kendala jaringan (internet) memang masih ada. Namun, bila dibandingkan dengan dua hingga empat tahun yang lalu, infrastruktur pendukung e-sports di Indonesia sudah berubah jauh lebih baik. Bahkan, sekarang pemerintah juga dukung melalui turnamen Piala Presiden,” sambungnya.
Harris berharap, dukungan dari bidang usaha non-teknologi kepada e-sports semakin banyak. Sokongan sebagai sponsor ataupun penyelenggara turnamen sangat diperlukan untuk meningkatkan ekosistem e-sports Indonesia agar dapat bersaing dan mengejar ketertinggalan dengan negara lain yang perkembangan e-sport nya sudah lebih maju contohnya Korea Selatan dan China di wilayah Asia.
Perusahaan yang turut telibat dalam e-sport juga berpeluang meningkatkan keuntungan serta memperluas pangsa pasarnya. Nama dan produk perusahaan akan semakin dikenal oleh generasi muda yang dalam beberapa tahun ke depan akan menjadi populasi yang dominan di Indonesia.
Baca juga : https://kompas.id/baca/olahraga/2019/01/03/momentum-mengembangkan-olahraga-digital/
Sementara itu, Direktur PT Dua Kelinci Edwin Sutiono mengatakan, keputusan pihaknya untuk “terjun” dalam dunia olah raga elektronik adalah karena melihat perkembangan pesat industri tersebut. Saat ini, e-sport merupakan salah satu hal yang tengah digandrungi anak muda. Keyakinan Edwin ditambah dengan dukungan yang didapat e-sport dari pemerintah, dalam hal ini Kementerian Pemuda dan Olahraga (Kemenpora).
“Penetrasi pemain e-sport di Indonesia telah mencapai lebih 20 juta orang. Menurut data yang kami kumpulkan, jumlah ini akan meningkat 12,5 persen pada 2023. Hal inilah yang membuat kami semakin yakin untuk terlibat dalam industri ini,” tuturnya.
Jadi, industri mana lagi yang siap “terjun” menikmati kesegaran industri e-sport?