Babak Baru Industri Pop Indonesia dan Korea Selatan
Oleh
Madina Nusrat
·3 menit baca
JAKARTA, KOMPAS — Industri musik pop Indonesia dan Korea Selatan kini memasuki babak baru. Hal ini ditandai dengan perjanjian kerja sama antara PT Trans Media Corpora dan perusahaan hiburan besar Korea Selatan, SM Entertainment.
Kerja sama kedua perusahaan itu meliputi empat bidang, yaitu manajemen bakat, produksi konten, digital, dan gaya hiburan. Kerja sama itu disepakati dengan penandatanganan pokok perjanjian kerja sama antara PT Trans Media Corpora dan SM Entertainment, di Jakarta, Kamis (21/2/2019).
Penandatanganan itu dihadiri Chairman CT Corp Chairul Tanjung, CEO Trans Media Atiek Nur Wahyuni, CEO SM Entertainment Han Se Min, dan CEO SM Southeast Asia Han Kyoung Jin.
Chairul menyampaikan, pihaknya dan SM Entertainment sepakat membentuk empat perusahaan baru di empat bidang tersebut. ”Kami harap joint venture ini bisa memberikan manfaat baik bagi kedua negara, khususnya di bidang ekonomi kreatif. Apalagi, ekonomi kreatif sedang didorong sebagai salah satu pilar pertumbuhan ekonomi kita,” katanya.
SM Entertainment merupakan salah satu dari tiga agensi hiburan terbesar di Korea Selatan, dan juga dikenal sebagai pelopor gelombang K-Pop (Korean wave) di dunia. Hingga kini, SM Entertainment telah melahirkan sejumlah grup K-Pop ternama, antara lain Super Junior, SHINee, TVXQ, Girls’ Generation, Red Velvet, dan EXO.
Kesuksesan K-Pop dalam menjangkau dunia internasional menjadi dasar dilakukannya kerja sama ini. K-Pop pun dinilai sukses mengembangkan pasarnya di luar aspek musik dan hiburan. Sejumlah pasar baru dari industri K-Pop adalah konten digital, makanan dan minuman, serta merchandise K-pop.
Industri K-Pop pun berperan besar bagi pertumbuhan ekonomi Korea Selatan. Menurut data dari Agensi Konten Kreatif Korea (Korea Creative Content Agency/Kocca), nilai ekspor dari industri konten (content industry) melebihi 5.000 miliar dollar AS pada 2014.
Berdasarkan data Pemerintah Korea Selatan dan Kocca, selama lima tahun sejak 2010, rata-rata pertumbuhan ekspor di industri ini adalah 13,4 persen. Neraca perdagangan jasa pribadi, budaya, dan rekreasi pun surplus untuk pertama kali pada 2012 dengan nilai 86 juta dollar AS. Kondisi ini tidak lepas dari pengaruh budaya pop Korea (hallyu).
”Kami harap kerja sama ini membuat kita mengikuti jejak Korea Selatan dalam menumbuhkan ekonomi kreatif. Semoga kerja sama ini bisa memberi kesempatan bagi artis-artis Korea Selatan berkarya di Indonesia. Tapi, sekaligus juga bisa mengangkat hasil karya artis-artis Indonesia ke mata dunia,” kata Chairul.
I-Pop
Kerja sama antara Trans Media dan SM Entertainment juga memiliki misi untuk mempromosikan kebudayaan Indonesia melalui industri pop. Keduanya berorientasi pada pengembangan industri I-Pop atau Indonesian pop.
SM Entertainment dan Trans Media berencana mengembangkan talenta lokal dengan standar internasional. Tujuannya agar terjadi revolusi industri hiburan nasional. Untuk mencapainya, akan diterapkan seleksi peran, pelatihan, produksi, pemasaran, dan manajemen bakat (talent management).
”Perbedaan (budaya pop) Korea Selatan dan Indonesia pasti ada. Tapi, jika perbedaan itu digabung jadi satu, itu akan menjadi sesuatu yang luar biasa,” kata Chairul.
Sementara itu, Chairman SM Entertainment Lee Soo Man mengatakan, pihaknya akan membuat program pelatihan yang selama ini menjadi ikon pengembangan para bintang K-pop. Menurut dia, Indonesia akan menjadi pusat budaya dan pintu masuk terhadap akses kebudayaan.
”Kami akan terus mengembangkan proyek yang menarik di masa depan. Kami mengharapkan dukungan penuh dari masyarakat untuk mencapainya,” kata Lee.
Sebagai aksi konkret, penyanyi dalam negeri Rossa dipinang sebagai artis pertama dalam naungan kerja sama ini. Ia akan berkolaborasi dengan personel Super Junior, Leeteuk. Kolaborasi ini direncanakan rampung pada semester II-2019.
”Saya menantikan kolaborasi seperti apa yang akan kami lakukan. Mudah-mudahan saya bisa membawa nama Indonesia menjadi lebih baik lagi,” kata Rossa. (SEKAR GANDHAWANGI)