JAKARTA, KOMPAS — Indonesia merupakan salah satu pasar perfilman dengan perkembangan yang pesat di kawasan Asia Pasifik, salah satunya berkat kemajuan kualitas film lokal. Berdasarkan laporan Artisan Gateway, sebuah perusahaan konsultan di bidang perfilman, Indonesia terus mengalami peningkatan pendapatan dari tiket bioskop (box office).
Pada 2017, Indonesia meraup pendapatan sebesar 340 juta dollar AS atau Rp 4,76 triliun. Angka itu meningkat menjadi 350 juta dollar AS atau Rp 4,9 triliun pada tahun 2018.
Jumlah tersebut membawa Indonesia sebagai negara dengan pendapatan terbesar ke-6 di kawasan Asia Pasifik. Indonesia berada di bawah China (9,2 miliar dollar AS), Jepang (2 miliar dollar AS), Korea Selatan (1,6 miliar dollar AS), India (1,5 miliar dollar AS), dan Australia (930 juta dollar AS). Adapun secara global, Indonesia menduduki peringkat ke-15.
Kenaikan pendapatan juga diikuti kenaikan jumlah bioskop. Indonesia memiliki 279 bioskop dan 1.518 layar pada 2017. Hingga akhir Desember 2018, Indonesia diperkirakan telah mempunyai 328 bioskop dan sekitar 1.750 layar.
Pendiri dan Chief Executive Officer (CEO) Artisan Gateway Rance Pow dalam acara Script to Screen Film Workshop Indonesia pada Kamis (21/2/2019) di Jakarta mengatakan, pertumbuhan industri film di Indonesia selama beberapa tahun terakhir sangat konsisten dan mengikuti tren negara Asia lainnya, seperti China, Korea Selatan, dan Jepang. Salah satu penyebabnya adalah pembukaan bioskop pada wilayah yang sebelumnya tidak memiliki fasilitas ini.
”Orang-orang di wilayah tersebut diperkenalkan pada pengalaman menonton film dalam layar bioskop yang berbeda jauh dengan menonton di televisi. Pada pasar-pasar terbaru ini, bioskop memperoleh pelanggan baru,” tuturnya.
Selain itu, pengusaha layanan bioskop juga berlomba-lomba melakukan inovasi guna memberikan pengalaman menonton film berbeda dari yang lain. Penawaran seperti menonton di layar cekung, kursi yang dapat diatur sandarannya (reclining seat), bioskop dengan tempat tidur, hingga bioskop empat dimensi akan semakin menarik minat penikmat film.
Rance melanjutkan, hal ini diikuti dengan peningkatan kualitas film lokal. Dari lima film asli Indonesia dengan jumlah penonton terbanyak, tiga film dirilis pada rentang waktu tiga tahun terakhir. Ketiga film tersebut adalah Pengabdi Setan yang dirilis pada 2017 meraup 4,2 juta penonton, Dilan 1990 (2018, 6,3 juta penonton), dan Warkop DKI Reborn: Jangkrik Boss Part 1 (2016, 6,8 juta penonton).
Perbaikan kualitas ini direspons positif oleh pasar luar negeri. Salah satu indikatornya adalah perusahaan hiburan asal Korea Selatan, CJ Entertainment, yang memiliki salah satu perusahaan bioskop di Indonesia, yaitu CGV. Ada pula rumah produksi 20th Century Fox dari Amerika Serikat yang turut terlibat dalam produksi film Wiro Sableng: Pendekar Kapak Maut 212 pada 2018.
Perkembangan itu juga memiliki beberapa rintangan, salah satu yang utama adalah buruknya kualitas beberapa film. Menurut Ketua Asosiasi Produser Film Indonesia (APROFI) Fauzan Zidni, hal ini dapat terjadi karena proses pembuatan yang asal-asalan.
Ada beberapa pembuat film yang lebih mengutamakan keuntungan dibandingkan kualitas cerita dan gambar. Apabila film lokal yang ditayangkan di bioskop tidak mendapat respons positif publik, jumlah penonton yang menyaksikan tayangan tersebut pun akan semakin sedikit. Hal ini akan berimbas pada penurunan pendapatan bioskop.
Salah satu faktor yang dapat menyebabkan penurunan kualitas film lokal adalah belum banyaknya program pendidikan lanjutan kepada pelaku industri. Padahal, penambahan dan pertukaran ilmu amat penting agar dapat menghasilkan karya yang baik dan mendongkrak kualitas perfilman di Indonesia.
Fauzan melanjutkan, program pendidikan sebaiknya diberikan kepada insan perfilman dengan kualifikasi terjamin. Dengan melanjutkan studi, mereka dapat menambah wawasan tentang dunia perfilman dari berbagai aspek, mulai dari kemampuan produksi hingga hal teknis seperti penyuntingan film dan penyutradaraan film yang lebih baik.
”Dengan kualitas film yang baik, akan makin banyak perusahaan luar negeri yang tertarik kolaborasi dengan pelaku industri film di Indonesia,” ucapnya. (LORENZO ANUGRAH MAHARDHIKA)