Revolusi ala Samsung
Informasi tentang perangkat revolusioner dari Samsung ini memang sudah sering terdengar sebelum acara Samsung Unpacked di San Francisco, California, AS, Rabu (20/2/2019) waktu setempat atau Kamis (21/2/2019) dini hari WIB. Namun, tetap saja sekitar 5.000 orang yang memadati gedung Bill Graham Civic Auditorium dikejutkan dengan sebuah video yang memperkenalkan ponsel baru Samsung, Galaxy Fold.
Wartawan dari berbagai belahan dunia, termasuk Kompas, yang diundang Samsung, awalnya hanya mengira menghadiri acara peluncuran tiga model Galaxy S10. Namun, dalam acara itu, Galaxy Fold, sebuah ponsel dengan layar yang bisa dilipat, dikenalkan. Samsung memastikan bahwa Galaxy Fold akan mulai dijual pada April mendatang. Harganya memang masih relatif mahal, 1.980 dollar AS (Rp 27,9 juta).
Kabar ini sangat menyegarkan karena perkembangan perangkat ponsel yang bentuknya tidak banyak berubah selama beberapa tahun terakhir. Inilah sebuah revolusi dari Samsung setelah selama 10 tahun melakukan evolusi pengembangan seri Galaxy S. Puncak dari evolusi Galaxy S itu adalah diluncurkannya tiga varian Galaxy S10.
Perangkat dengan layar yang bisa dilipat tersebut menandai ponsel kategori baru. Galaxy Fold menampilkan layar Infinity Flex 7,3 inci pertama di dunia yang dapat dilipat menjadi perangkat ringkas beserta layar penutupnya. Saat dilipat, perangkat ini akan berubah menjadi ponsel dengan ukuran layar 4,6 inci.
”Hari ini, Samsung tengah memulai tahap berikutnya dalam sejarah inovasi ponsel dengan mengubah apa yang mungkin terjadi pada smartphone. Galaxy Fold memperkenalkan kategori mutakhir yang menciptakan banyak peluang baru yang belum pernah ada sebelumnya seperti pada layar Infinity Flex kami,” kata DJ Koh, Presiden dan CEO Divisi Komunikasi IT & Mobile Samsung Electronics.
Sayangnya, belum jelas kapan perangkat ini akan masuk ke Indonesia. Head of Product Marketing Samsung Mobile Samsung Electronics Indonesia Denny Galant menyebutkan, pihaknya tengah mengupayakan untuk memasukkan perangkat ini agar pengguna di Indonesia bisa menikmatinya. ”Kami berharap bisa menghadirkan Galaxy Fold, tetapi kami belum dapat konfirmasinya,” kata Denny.
Puncak evolusi
Untuk sementara, pengguna di Indonesia dapat membeli perangkat Galaxy S10 yang dijejali sejumlah inovasi baru yang menjadi jendela untuk melihat masa depan perangkat ponsel. Terdapat tiga varian S10, yakni S10+ yang menjadi versi tertinggi, S10, dan S10e yang memiliki sejumlah spesifikasi berbeda.
Ini adalah tahun ke-10 keberadaan Samsung Galaxy S yang pertama kali meluncur pada tahun 2010 lalu. Sejak itu, Galaxy S menjadi cetak biru berbagai terobosan inovasi yang dilahirkan pabrikan Korea Selatan ini, seperti teknologi kamera dan layar.
”Sejak peluncurannya 10 tahun lalu, seri Galaxy S merupakan inovasi premium, yang menawarkan pengalaman luar biasa bagi konsumen serta kemampuan menjadi perangkat yang sesuai dengan mereka,” ujar DJ Koh.
Konsumen di Indonesia bisa melakukan pemesanan melalui 12 toko daring mulai 22 Februari 2019 dan akan menerima ponsel mereka pada awal Maret. Paling kentara dalam perubahan kali ini adalah munculnya punch-hole atau lubang di bagian atas layar untuk penempatan kamera pada ketiga ponsel yang baru diluncurkan. Hal itu membuat bezel atau bingkai atas layar kian menipis.
Pabrikan ponsel telah mencoba selama bertahun-tahun untuk mengoptimalkan ruang di bagian depan handset mereka. Secara umum, mengecilnya ukuran bezel akan membuat ponsel tidak perlu menjadi terlalu besar saat pabrikan ingin menambah ukuran layarnya. Bingkai atau bezel memakai ruang lebih sedikit yang memungkinkan membesarnya layar.
Kecenderungan menuju efisiensi ini terjadi di setiap bagian ponsel. Bagian yang tidak perlu dipotong sampai hanya tersisa yang berguna saja. Keberadaan ponsel dengan bagian depan sepenuhnya layar kian menjadi kenyataan.
Permasalahannya adalah bagaimana pabrikan-pabrikan tersebut menempatkan kamera depan atau kamera selfie (swafoto) serta berbagai sensornya. Akhirnya, muncul notch, poni, atau takik di bagian atas layar, yang menjadi penghalang jalan menuju ponsel layar penuh. Pabrikan lain, misalnya, mencoba dengan membuat kamera depan yang bisa keluar masuk (sliding) sehingga tidak perlu lubang atau notch di bagian layar. Namun, desain ini belum begitu populer.
Muncul desain baru berupa lubang layar atau punch-hole di bagian atas layar menggantikan poni untuk menempatkan kamera atau sensor. Desain ini kontroversial. Ada yang menyukainya, tetapi banyak juga yang membenci hingga ada yang menyebut menjadi konsep desain ponsel paling tidak populer.
Perbedaan mendasar dua desain adalah lubang kamera pada desain punch-hole tidak menjadi bagian yang menyatu dengan bingkai seperti halnya notch.
Samsung Galaxy S10 tampaknya yang akan membuat punch-hole kian populer sebelum pabrikan menemukan inovasi baru menuju ponsel layar penuh. Tiga varian jagoan baru Samsung ini memakai desain punch-hole di atas tiga ukuran layar yang berbeda. Samsung mengenalkan layar baru yang mereka sebut Dynamic AMOLED, menggantikan layar Super AMOLED pada ponsel jagoan mereka sebelumnya.
Versi tertinggi, Galaxy S10+, memiliki ukuran layar 6,4 inci Quad HD+ Curved Dynamic AMOLED dengan kepadatan piksel 438 ppi dan rasio 19:9. Varian S10 memiliki lebar layar 6,1 inci dan 550 ppi, sedangkan varian S10e memiliki lebar layar 5,8 inci dan 522 ppi. Layar ini membuat tampilan gambar pada ponsel menjadi cerah, tajam, dan jernih.
Kamera profesional
Salah satu fitur yang juga menjadi andalan adalah kemampuan kamera yang diklaim kian meningkat daripada ponsel Galaxy S sebelumnya. Samsung menanamkan berbagai teknologi, tetapi yang paling mudah terlihat adalah fitur multikamera di bagian depan dan belakang, sesuai dengan varian. Samsung menyebut kamera di ponsel jagoan mereka ini sebagai kamera berkelas profesional, pro-grade camera.
Varian tertinggi, Galaxy S10+, memiliki tiga kamera belakang dan dua kamera depan yang menempati punch-hole di bagian atas kanan layar. Galaxy S10 memiliki tiga kamera belakang dan satu kamera depan, sedangkan S10e diberi dua kamera belakang dan satu kamera depan. Semua varian memiliki teknologi dual OIS (optical image stabilizer) pada kamera belakang mereka.
Tiga kamera belakang pada S10+ dan S10 memiliki fungsi dan teknologi berbeda. Kamera pertama telefoto dengan lebar sudut pandang (45 derajat), resolusi 12 megapiksel (MP), diafragma f/2.4 dilengkapi OIS. Kamera berikutnya adalah wide-angle (77 derajat), resolusi 12 MP, dan OIS. Kamera ketiga adalah jenis ultra-wide 16 MP (123 derajat). Sementara kamera S10e dilengkapi kamera wide angle dan ultra-wide dengan spesifikasi seperti varian lain.
Kamera ultra-wide dengan bidang pandang 123 derajat, seperti mata manusia, membuat apa yang dilihat pengguna adalah apa yang dibidik kamera. Hal itu akan menghasilkan bidikan lanskap yang impresif. Teknologi lain adalah fitur rekaman video Super Steady dengan teknologi stabilisasi digital yang membuat gambar video menjadi sangat stabil.
Perbedaan antara S10+ dan dua versi lain, selain pada dimensi layar, adalah pada kamera depannya. Kamera S10+ memiliki dua kamera, yakni kamera selfie 10 MP f/1.9 dan RGB depth 8MP f/2.2. Adapun dua varian lain hanya memiliki satu kamera dengan resolusi 10 MP.
Fitur keamanan berupa sensor sidik jari yang diletakkan di layar dengan teknologi ultrasonic fingerprint. Teknologi ini untuk memastikan keamanan yang sulit untuk dibobol. Pemindai sidik jari ini membaca kontur 3D dari cap jempol fisik Anda—dan bukan citra 2D—untuk fitur anti-spoofing sehingga lebih aman dari pemalsuan otentikasi biometrik.
Fitur lain yang bakal sangat berguna adalah keberadaan Wireless PowerShare di Galaxy S10 yang memungkinkan pengisian daya perangkat bersertifikat Qi dengan lebih mudah. Sebagai yang pertama di industri, Wireless PowerShare Galaxy S10 juga dapat mengisi daya perangkat yang dipakai secara kompatibel.
Selain itu, Galaxy S10 mampu mengisi sendiri dan perangkat kedua secara bersamaan melalui Wireless PowerShare saat terhubung ke pengisi daya biasa sehingga memungkinkan Anda untuk meninggalkan pengisi daya kedua di rumah saat dalam perjalanan. Artinya, Galaxy S10 bisa berubah menjadi perangkatpengisi daya atau charger tanpa kabel bagi perangkat lain.
Penyimpanan terabita
Setiap varian memiliki sejumlah versi, yang terbagi dengan besaran RAM dan memori yang ditanamkan. Ponsel yang akan dimasukkan ke Indonesia akan menggunakan SoC (sistem dalam cip) Exynos seri 9, yakni Exynos 9820, sedangkan di tempat lain menggunakan Qualcomm Snapdragon terbaru seri 855.
Terdapat tiga versi varian S10+ yang salah satunya akan memiliki penyimpanan masif 1 terabita (TB). Versi termahal dari seri Galaxy S ini memiliki spesifikasi RAM 12 GB dengan memori penyimpanan internal 1 TB dan masih dilengkapi dengan slot kartu micro SD hingga 512 GB. Penyimpanan yang masif ini sangat penting karena ponsel telah menjadi kehidupan digital manusia. ”Ini adalah yang pertama di industri ini karena menanamkan memori 1 tera ke dalam ponsel ini tidak mudah,” kata Denny.
Teknologi penyimpanan baru Samsung ini juga merupakan opsi penyimpanan seluler tercepat yang saat ini ditawarkan pabrikan asal Korea ini.
Jika 512 GB eUFS (embedded universal flash storage) memiliki kecepatan baca 860 MB per detik dan kecepatan tulis 255 MB per detik, opsi penyimpanan 1 TB ini mencapai 1.000 MB per detik untuk kecepatan baca dan 260 MB per detik untuk kecepatan tulis.
Untuk mendapatkan versi ini, pembeli di Indonesia harus rela merogoh Rp 23,9 juta. Versi berikutnya adalah 8 GB/512 GB yang dijual dengan harga Rp 18,49 juta, sedangkan versi 6 GB/128 GB dihargai Rp 13,99 juta. Harga ini termasuk bundling dengan Galaxy Wacth, bundling operator, dan cashback Rp 1 juta.
Varian Galaxy S10 yang akan dijual ke Indonesia adalah versi 6 GB/128 GB seharga Rp 12,49 juta. Galaxy S10e yang menjadi varian termurah dengan spesifikasi 6 GB/128 GB dijual di Indonesia dengan harga Rp 10,49 juta.
Melalui ponsel Galaxy S10, Samsung menampilkan puncak evolusi inovasi pada seri flagship mereka. Melalui Galaxy Fold, Samsung mengawali revolusi pada ponsel kategori baru, sebuah ponsel dengan layar yang bisa dilipat.