JAKARTA, KOMPAS — Industri olahraga elektronik atau e-sport masih dibayangi anggapan negatif dari sebagian masyarakat. Untuk itu, sosialisasi dari berbagai pihak masih dibutuhkan untuk menghapuskan citra negatif tersebut.
Hal tersebut diungkapkan Pendiri dan Chief Executive Officer (CEO) Rex Regum Qeon (RRQ) Andrian Pauline dalam konferensi pers kerja sama Pop Mie dan dua tim e-sport Indonesia, yaitu RRQ dan Evos E-Sport, di Jakarta, Selasa (26/2/2019). Turut hadir dalam acara itu Co-Founder Evos E-Sport Hartman Harris Christian dan Senior Brand Manager Pop Mie Noodle Division PT Indofood CBP Sukses Makmur Vemri Veradi Junaidi.
Menurut Andrian, perkembangan e-sport di Indonesia terbilang cukup pesat. Hal ini terlihat dari antusiasme masyarakat menyaksikan olahraga ini saat ajang ekshibisi e-sport di Asian Games 2018.
Tak hanya itu, pemerintah juga mulai menaruh perhatian pada e-sport. Hal ini salah satunya terlihat dari penyelenggaraan Piala Presiden E-Sport.
Hal lain, menurut lembaga riset konsumen Newzoo, Indonesia termasuk 20 besar negara dengan pendapatan dari industri gim video terbanyak di dunia. Dengan populasi dalam jaringan (daring) sebesar 82 juta orang, Indonesia berhasil meraup pendapatan sebesar 1,130 juta dollar AS.
Meski demikian, Andrian menilai, masih dibutuhkan sosialisasi kepada publik untuk mengenalkan e-sport. Pasalnya, ada sebagian masyarakat yang menilai e-sport hanya permainan belaka dan tidak ada manfaatnya.
Bentuk sosialisasi misalnya dengan mengadakan seminar. Kemudian, para pihak yang berkecimpung di e-sport bisa berbagi pengalaman, sekaligus menepis hal-hal negatif tentang e-sport yang berkembang di masyarakat.
”Upaya-upaya seperti ini tidak bisa hanya dilakukan oleh tim e-sport. Sekolah-sekolah, orangtua, hingga pemerintah juga perlu melakukan kegiatan serupa untuk mendukung pertumbuhan ekosistem e-sport,” lanjutnya.
Harris pun melihat sosialisasi tentang e-sport masih perlu dilakukan. Saat ini, masih ada yang beranggapan e-sport mengharuskan seseorang bermain gim terus-menerus setiap hari. Mereka pun khawatir akan efek buruknya. Mereka khawatir anak akan kecanduan gim.
Padahal, menurut Vemri, e-sport tidak seperti pandangan negatif sebagian orang. Banyak orang, berusia 16-34 tahun, serius memainkannya, mendapatkan uang dari e-sport, bahkan bisa meraih prestasi di tingkat internasional sehingga turut mengharumkan nama bangsa.
”Kami ingin turut terlibat dalam membesarkan e-sport di Indonesia. Salah satu upayanya, memberi bantuan ke dua tim ini (RRQ dan Evos) untuk pembinaan pemain dan kegiatan sosialisasi dan promosi e-sport,” ucap Vemri. (LORENZO ANUGRAH MAHARDHIKA)