Kelola Diri, Baru Kelola Uang
Sisihkan, bukan sisakan. Ketika kita mendapatkan gaji atau penghasilan dari usaha kita, tak jarang kita menghabiskannya bahkan sebelum tanggal gaji berikutnya. Jika demikian, akan sulit bagi kita untuk mengelola keuangan yang tentu akan berdampak pada kehidupan kita.
Berbicara mengenai pengelolaan keuangan, berarti kita harus sudah selesai dengan urusan pengelolaan diri sendiri. Sudah dapat membedakan mana keinginan, mana kebutuhan. Sudah menjadikan ”menabung” sebagai gaya hidup.
Paparan ini menguak dalam peluncuran buku Manage Your Cash Flow, Manage Your Life di Jakarta pada Sabtu (2/3/2019). Buku yang ditulis jurnalis senior harian Kompas Joice Tauris Santi dan konsultan perencanaan keuangan Mohamad Andoko ini ingin mengajak pembaca untuk menata gaya hidup guna menata masa depan yang lebih baik.
Peluncuran buku ini juga dihadiri Deputi Direktur Literasi dan Informasi Otoritas Jasa Keuangan (OJK) Greta Joice Siahaan, psikolog dan human capital coach Asep Haerul Gani, serta Redaktur Pelaksana Harian Kompas Adi Prinantyo.
Melalui buku ini, pembaca diingatkan untuk bijak dan cerdas dalam mengelola cash flow atau aliran dana. Sebab, seperti pepatah besar pasak daripada tiang, jika kita tidak bijak, tentu penghasilan kita akan tersandera dalam lingkaran utang dan cicilan.
Demikian halnya yang disampaikan Greta. Menurut dia, tidak ada siklus kehidupan manusia yang akan terlepas dari masalah keuangan. ”Dari sejak di dalam kandungan, kita terlahir, tumbuh besar, berkeluarga, menjadi tua, hingga meninggalkan dunia, semua berurusan dengan keuangan,” ujarnya.
Sayangnya, berdasarkan survei yang dilakukan OJK, hanya 29,7 persen yang memahami literasi keuangan. Artinya, dari 100 orang yang disurvei, hanya 29 orang yang memahami bagaimana mengelola keuangan.
Berdasarkan survei yang dilakukan OJK, hanya 29,7 persen yang memahami literasi keuangan.
Meski demikian, memang tidak ada satu rumus yang cocok untuk menjadi patokan pengelolaan keuangan semua orang. Namun, pada intinya, semua kembali kepada gaya hidup, bagaimana kita mengelola keuangan kita sendiri.
Sejalan dengan itu, Asep menilai, buku ini mengajarkan orang untuk sadar akan pentingnya mengelola keuangan. Ia mencontohkan, ketika kita masih memiliki rasa ingin ikut membeli apa yang dibeli oleh tetangga, berarti kita belum dapat membedakan mana kebutuhan, mana keinginan.
Jika dibiarkan, tentu rasa ketidakpuasan akan terus menghampiri dan menjadi inflasi gaya hidup. Tanpa disadari, bagi yang sudah berkeluarga, kebiasaan rumah tangga yang seperti ini juga dapat menjadi penyakit menular, tidak terkecuali kepada anak-anak.
”Anak-anak cenderung akan meneladani perilaku orangtuanya. Ketika mereka melihat bagaimana cara orangtuanya mengeluarkan uang, hal itu tentu dianggap sesuatu yang wajar bagi anak-anak. Maka, penting bagi orangtua meneladani sikap yang bijak,” tutur Asep.
Hal yang sama berlaku bagi yang belum berkeluarga. Kebiasaan buruk atau gengsi sering kali menjadi tantangan bagi anak-anak muda dalam menghabiskan uangnya untuk hal yang tidak dibutuhkannya.
”Misalnya, cara berbelanja di era digital saat ini tentu mempermudah sekaligus menjebak kita untuk terus berbelanja. Kalau tidak punya keketatan serta keteguhan dalam pengelolaan keuangan, tentu kita akan mudah tergiur dengan berbagai diskon yang pada kenyataannya belum tentu menguntungkan dan sesuai kebutuhan kita,” paparnya.
Menabung sebagai gaya hidup
Sebagian paparan yang disampaikan juga terulas dalam buku ini. Tentu pengetahuan ini dapat menjadi bekal bagi masyarakat, mulai dari orang yang baru memulai karier, baik karyawan maupun wirausaha, hingga orang yang sudah berkeluarga.
Terkait hal ini, Andoko menekankan pentingnya mengelola diri. Sering kali, ketika penghasilan kita bertambah, pada saat yang bersamaan kita juga memiliki kesempatan kehilangan pendapatan tersebut. ”Bukan saving dan invest yang bertambah, malah spending,” katanya.
Mengutip dari bukunya, dikatakan bahwa ”jangan dikira orang yang berpenghasilan besar akan mudah menyisihkan uangnya. Para profesional yang berpendapatan besar cenderung memiliki pengeluaran yang besar untuk menunjang kariernya”.
Maka, Andoko menegaskan, bukan perkara besar kecilnya pendapatan yang akan membuat kita menjadi kaya, tetapi bagaimana kebiasaan kita menghabiskan uang tersebut. ”Selama kita tidak membereskan mengatur gaya hidup (pengeluaran), maka itu akan mengganggu kehidupan lainnya,” ucapnya.
Bukan perkara besar kecilnya pendapatan yang akan membuat kita menjadi kaya, tetapi bagaimana kebiasaan kita menghabiskan uang tersebut.
Joice juga mengingatkan, anak muda hingga orang dewasa perlu menabung, setidaknya 10 persen dari penghasilan. Kemudian, 10 persen untuk kegiatan sosial, 30 persen untuk membayar kewajiban seperti cicilan. Sementara selebihnya untuk membiayai kehidupan sehari-hari.
”Menabung itu harus menjadi rutinitas, bukan hanya sekali-sekali. Sebab, melalui kebiasaan menabung yang teratur, itu akan meminimalkan risiko permasalahan keuangan yang kita hadapi,” kata Joice.
Kemampuan mengelola keuangan merupakan cermin diri dalam menjalani kehidupan yang pada akhirnya menentukan masa depan kita. Seperti yang diucapkan Bill Gates, ”If you are born poor, it is not your fault. But if you die poor, it is your fault”. (SHARON PATRICIA)