Simbiosis Dua Kutub
Alam dan manusia selalu diasosiasikan dua kutub yang berlawanan. Padahal, dunia yang terus berkembang dan kehidupan manusia di dalamnya selalu berkelindan. Kedua hal ini bisa berjalan seiring dan saling menghargai satu sama lain, termasuk dalam mode yang memadukan keduanya.
Manusia adalah bagian tidak terpisahkan dari alam semesta. Manusia membuat dan menghasilkan sesuatu, dan alam juga terus berubah. Alam dan manusia bisa berjalan seiring tanpa harus ada yang mendominasi. Dengan saling berjalan beriring, memadukan banyak hal, bisa memberi arti lebih dari apa yang kita saksikan sehari-hari. Semua hal bisa lumer dalam mode.
Begitu pesan yang ingin ditampilkan Amot Syamsuri Muda saat menampilkan karya-karyanya pada Rabu (6/3/2019) di Empirica, SCBD, Jakarta. Mengambil tema ”Nower Than Now”, ia ingin mengekspresikan sesuatu yang bisa menjadi pedoman untuk hari esok, dari kolaborasi manusia dan alam.
Sebanyak 40 karya ditampilkan dalam gelaran tunggal yang pertama kali digelar oleh desainer muda lulusan LASALLE College of the Arts di Singapura ini. Ini adalah koleksi keenam yang ia tampilkan setelah selama dua tahun mengembangkan brand dengan nama sendiri.
Seorang model pria berjalan tegak melewati landas peraga yang disusun berjajar. Model ini melewati penonton yang duduk di kursi yang disediakan, sekaligus menjadi pembatas jalur yang dilewati.
Sang model memakai kemeja berwarna hijau muda dengan gambar mencolok. Tampilan seorang wanita dengan badan berupa sayap kupu-kupu tercetak jelas. Rambutnya adalah rangkaian bunga dan tanaman berwarna biru dan tambahan ornamen kuning.
Kemeja dengan ujung lengan sesiku yang longgar ini tampak padu padan dikenakan dengan celana panjang berbahan katun berwarna hitam. Celana terkesan nyaman meski bagian bawah lebih lebar sehingga terlihat gombrang.
Seorang model lainnya memakai luaran (outer) hitam dengan dua kantong di sisi kiri dan kanan. Lengan luaran ini berkibar dengan lapis dalam yang lebih pas. Di dalam luaran yang serupa jaket ini, ia memakai kemeja dengan dominasi warna pink, kuning, atau merah. Kemeja ini bergambar bunga, kupu-kupu, juga sedikit potongan wajah manusia.
Berlalu setelahnya, seorang model lain tampil dengan menunjukkan atasan gombrang yang memiliki panjang selutut. Lengannya yang menjuntai di bawah siku melebar di ujungnya. Atasan dengan model kerah tinggi mengikuti bentuk leher ini berwarna dasar krem. Cetakan warna dominasi hijau bergambar serupa alien dengan helm dan mata bulat, yang berada di antara tanaman dan bebatuan.
Sebagian besar model lainnya memakai atasan dengan warna hitam polos yang memiliki variasi potongan, baik itu di jaket, coat, kemeja, atau kaus. Beberapa lainnya memakai atasan dan bawahan senada, baik itu biru terang, perak, atau merah menyala.
Karya rancangan yang ditampilkan sebagian besar tidak meninggalkan impresi gombrang yang menjadi salah satu ciri khas Amot. Gombrang tetapi nyaman dan pas terlihat dari rancangannya. Ia juga tidak meninggalkan kesan monokromatik yang mendominasi karya-karya sebelumnya. Hanya saja, ia lebih banyak bermain dengan warna cerah, pastel, dan tanah untuk karyanya kali ini.
”Konsep Nower Than Now itu merepresentasikan hari ini dan besok. Saya ingin menampilkan sesuatu yang di level berbeda dengan hari ini. Apa yang kita pakai hari ini adalah merepresentasikan hari esok,” tutur Amot.
Kolaborasi
Dalam gelar karyanya kali ini, Amot menggandeng sejumlah seniman muda untuk berkolaborasi. Sebanyak enam seniman gambar dan seorang fotografer diajak untuk urun karya. Ketujuh seniman muda ini berasal dari Atreyu Moniaga Project, sebuah lembaga yang mengembangkan dan mengelola bakat kreatif di berbagai bidang.
Enam seniman memberikan respons terhadap ide besar Amot, yaitu bagaimana alam dan manusia bisa hidup berdampingan. Simbiosis antara buatan alam dan buatan manusia, juga antara apa yang datang dari bumi dan dari kosmik, serta memperlihatkan pakaian dengan arti lebih dari apa yang dilihat dari biasanya.
Setiap seniman ini memberikan tafsiran dalam bentuk gambar. Narasi menyatu dengan alam, mempertanyakan siapa pemilik alam, bagaimana manusia harus bersikap, tersirat dalam karya-karya mereka.
Enam buah karya seni gambar yang dominan dengan tampilan bunga, tanaman, kupu-kupu, serangga, atau pohon tadi diaplikasikan dengan metode digital printing ke bahan katun. Karya ini juga divariasikan dengan bahan denim, jersey, dan lain sebagainya. Karya-karya ini dipajang di lobi ruangan pameran, beserta kolase foto yang menampilkan fragmen berbeda.
Janeeve Gellidon, Project Manager dari Atreyu, mengungkapkan, sejumlah seniman muda yang terlibat dalam gelaran ini berusaha menarasikan tema besar yang diusung dalam gambar. Perpaduan manusia dan alam lalu mewujud dengan bingkai berbeda, tergantung sudut pandang setiap seniman.
”Paling penting itu kita ingin menyampaikan bahwa manusia itu suka lupa pada keindahan yang ada di depan dia. Ada alam, tumbuhan, hewan, dan beragam bentuk keindahan lain, tetapi kadang dirusak, dan membingungkan. Kenapa kita suka lupa dan tidak hidup berdampingan?” jelas Janeeve.
Konsep ini mulai digodok sejak Agustus 2018, kemudian didiskusikan dan dikembangkan bersama. Setelahnya, respons dari seniman muda ini diaplikasikan untuk berbagai rancangan.
Amot menuturkan, ide simbiosis alam dan manusia, melihat sesuatu yang berbeda, timbul karena ia ingin melihat sesuatu dengan perspektif yang berbeda. Tidak hanya melihat sesuatu dari sisi buruk semata, tetapi juga melihat apa yang bisa dijalankan dan dilakukan dari hal itu.
”Apa yang saya buat dan saya lakukan hari ini, I see tomorrow. Saya melihat masa depan, itu yang saya lakukan,” ujarnya.
Oleh karena itu, ia juga memadukan bahan natural dari alam dengan bahan dari pabrik. Sebagian bahan natural tersebut dipadupadankan dengan bahan berupa katun, denim, atau jersey. Potongan pola juga diaplikasikan menjadi kemeja, kaus, jaket, coat, celana, dan berbagai aksesori.
Beragam karya yang ditampilkan Amot mengusung tema season-less dan tidak terikat dengan musim mode mana pun. Selain itu, meski didesain untuk pria, rancangan Amot juga bisa dipakai wanita.
”Baju itu tidak mengenal jender, dan hanya badan manusia yang membuatnya berbeda. Maka dari itu, bentuk rancangan tidak melihat batas jender. Koleksi ini merepresentasikan bagaimana dua hal yang dianggap bertolak belakang bisa menjadi satu,” jelas Amot.