Keterlibatan Lebih Banyak Perguruan Tinggi Diperlukan
Oleh
Ingki Rinaldi
·4 menit baca
TOKYO, KOMPAS - Keterlibatan lebih banyak lagi perguruan tinggi dalam percepatan riset dan pengembangan serta implementasi elektrifikasi kendaraan di Indonesia dinilai perlu. Hal ini untuk menambah dimensi pemahaman aspek-aspek sosial, ekonomi, dan budaya selain hal-hal teknis seputar kendaraan listrik yang selama ini relatif telah dihasilkan.
Direktur Jenderal Penguatan Riset dan Pengembangan Kementerian Riset, Teknologi, dan Pendidikan Tinggi Muhammad Dimyati, Rabu (13/3/2019) petang mengutarakan hal tersebut di Tokyo, Jepang. Hal itu disampaikan usal memberikan ceramah penutup dalam pertemuan bersama perwakilan sejumlah perguruan tinggi dari Indonesia dan sejumlah perwakilan Japan Automobile Research Institute.
Perwakilan sejumlah perguruan tinggi itu berasal dari Institut Teknologi Sepuluh Nopember, Institut Teknologi Bandung, Universitas Sebelas Maret, Universitas Gadjah Mada, Universitas Indonesia, dan Universitas Udayana. Dimyati menyebutkan dalam perkembangan selanjutnya, tidak hanya enam perguruan tinggi tersebut yang diharapkan terlibat, akan tetapi juga kampus-kampus lain terutama dalam kaitannya untuk melakukan riset dan memberikan pemahaman pada aspek sosial ekonomi.
Dalam paparannya, Dimyati juga menekankan pentingnya mendorong pembentukan konsorsium untuk mengimplementaskan rencana percepatan transportasi elektrik. Hal ini berhubungan dengan upaya mewujudkan produksi dan penggunaan kendaraan berbasis listrik, dengan kendaraan hibrida sebagai jembatannya, yang melibatkan akademisi, industri, dan pemerintah untuk pengimplementasiannya.
Selanjutnya, imbuh Dimyati, Kementerian Riset, Teknologi, dan Pendidikan Tinggi akan mendorong kerjasama yang diharapkan untuk mewujudkan revolusi industri 4.0 di Indonesia dalam kaitannya dengan perbaikan regulasi pendidikan dan industri yang terutama berhubungan dengan insentif dan pengurangan pajak. Hal ini, kata Dimyati, terutama setelah beroleh sejumlah masukan dari para pakar di Japan Automobile Research Institute, The Institute of Energy Economics Japan, dan Waseda University.
“Untuk itu marilah segera kita wujudkan, minimal dengan melibatkan tentu komitmen perindustrian dengan berbagai potensi dan Kemenristek Dikti,” sebut Dimyati.
Direktur Direktorat Industri Maritim, Alat Transportasi, dan Alat Pertahanan Kementerian Perindustrian Putu Juli Ardika mengatakan bahwa terkait hal tersebut, pihaknya akan meminta agar Gaikindo (Gabungan Industri Kendaraan Bermotor Indonesia) untuk membuat semacam Japan Automobile Research Institute (JARI) ataupun Japan Automobile Standards Internationalization Center (JASIC). Hal ini terutama karena terkait dengan arah produksi industri manufaktur kendaraan bermotor di Indonesia yang diarahkan untuk pasar ekspor.
Di dalamnya termasuk peta jalan yang sudah disusun dalam jangka menengah dan panjang untuk memroduksi kendaraan roda empat dan roda dua. Ini termasuk pelibatan sejumlah perguruan tinggi deperti UNS dan ITS yang dalam penyusunan konsepnya akan melakukan riset dan pengembangan terkait sel baterai untuk kendaraan listrik.
Hal tersebut masih ditambah dengan kebuttuhan pengembangan infrastruktur standar dalam pengembangan kendaraan listrik, yang tidak bisa dilepaskan dari peran laboratorion asesor yang menetapkan standardisasi tertentu. Putu menambahkan, selain itu fakta bahwa prinsipal Jepang menguasai produk otomotif di Indonesia juga menjadi latar belakang penting mengapa pelibatan JARI menjadi penting.
Sebelumnya tatkala berbicara di depan perwakilan The Institute of Energy Economics Japan, Putu menawarkan studi kolaboratif terkait pengembangan kendaraan listrik. Hal ini terkait dengan konsorsium bersama perguruan tinggi dan pabrikan seperti Toyota yang dilakukan di Indonesia guna memelajari implikasi yang berhubungan dengan sepeda motor listrik.
Fokus Riset
Direktur Riset Divisi Riset “E-mobility” JARI Akihiko Kido mengatakan, bahwa pihaknya terutama fokus pada riset untuk mobil. Adapun yang berhubungan khusus dengan pengembangan baterai sebagai bahan bakar mobil, fungsinya tersebar di sejumlah asosiasi lain.
JARI pada mulanya adalah asosiasi pembuat mobil yang di tahun 1960an melihat ada kebutuhan untuk memastikan mobil-mobil yang melaju di jalan tol dapat dipergunakan secara aman. Saat ini, fungsi riset dan pengembangan tersebut tersebar di masing-masing produsen mobil.
Adapun untuk kerjasama dengan perguruan tinggi, biasanya dilakukan per kasus, mislanya terkait dengan keselamatan penggunaan baterai. Biasanya juga, riset dilakukan atas dasar proyek nasional dengan pelibatan banyak universitas.
Kido menambahkan, JARI yang bersifat netral dan non-profit disubsidi sebagian dana risetnya oleh pemerintah. Selain itu, terkadang ada pula permintaan riset dari Japan Automobile Manufacturers Association atau produsen mobil.