JAKARTA, KOMPAS – Batik bermotif sudagaran dikenalkan kepada publik melalui buku bertajuk Batik Sudagaran Surakarta. Buku ini diharapkan dapat menjadi referensi pengetahuan bagi generasi muda dan inspirasi bagi para perajin batik.
Sudagaran merupakan motif batik yang berkembang di Surakarta dan Yogyakarta. Motif ini diciptakan oleh para saudagar batik untuk rakyat biasa pada zaman kolonial. Pasalnya, kala itu, ada batik yang diperuntukkan bagi hanya untuk para raja dan bangsawan, yakni batik motif larangan.
Batik larangan mencakup beberapa motif, antara lain parang, kawung, dan truntum. Batik ini hanya boleh dikenakan para bangsawan di wilayah Vorstenlanden, yakni wilayah yang terdiri dari empat keraton di Jawa. Keempat kerajaan itu adalah Kasunan Surakarta, Kasultanan Yogyakarta, Kadipaten Mangkunegaran, dan Kadipaten Pakualaman.
“Batik sudagaran itu tidak terikat dengan pakem batik Keraton. Motif sudagaran dibuat berdasarkan kemampuan dan kesukaan pengrajinnya. Batik ini juga terbuka oleh pengaruh-pengaruh luar, misalnya dari Pekalongan, Lasem, hingga India,” kata Hartono Sumarsono, penulis buku Batik Sudagaran Surakarta di Jakarta, Rabu (20/3/2019).
Hartono, yang juga seorang kolektor batik, ini, mengatakan, buku tersebut ditulis untuk memperkaya referensi para perajin batik. Ia juga berharap agar buku ini bisa dinikmati para pecinta batik dan mewariskan pengetahuan budaya kepada generasi muda.
Ada sekitar 247 batik sudagaran yang ditampilkan pada buku ini. Batik-batik yang ditampilkan dalam buku termasuk tua dan langka. Sebab, batik-batik tersebut dibuat pada tahun 1930-an hingga 1970-an.
Generasi muda
Batik sudagaran pun dibuat dengan tema beragam. Beberapa motif yang termasuk dalam batik sudagaran antara lain adalah motif kupu-kupu, naga, udang, buketan, hingga Garuda Pancasila. Batik-batik itu dikurasi sendiri oleh Hartono pada bukunya.
Buku yang resmi diluncurkan hari ini merupakan buku ke-5 yang ditulis Hartono. Sebelumnya, ia pernah menulis buku mengenai wastra berjudul Batik Pesisir, Benang Raja, Batik Guratan, dan Batik Betawi.
“Saya harap buku ini bisa mengenalkan batik sudagaran ke generasi muda. Saya juga ingin menyumbangkan koleksi batik saya dalam bentuk buku agar bisa dinikmati oleh masyarakat,” kata Hartono.
Ia menambahkan, ada rencana untuk menerbitkan buku-buku mengenai batik dan wastra Indonesia lainnya. Buku yang ia rencanakan untuk ditulis, antara lain mengenai batik banyumas, batik cirebon, hingga kumpulan peristiwa yang direkam oleh kain batik.
Pada kesempatan yang sama, Presiden Direktur Group of Publishing dan Education Gramedia Wandi S Brata mengatakan, ia mendukung orang-orang yang ingin memelihara kekayaan budaya Indonesia, terlebih dalam bentuk buku. Buku ini pun sejalan dengan tujuannya untuk mencerdaskan pembaca dan mewariskan nilai budaya bangsa. (SEKAR GANDHAWANGI)