Mode Ramah Lingkungan Merdi Sihombing di Panggung Dunia
Oleh
Andy Riza Hidayat
·3 menit baca
JAKARTA, KOMPAS — Busana karya perancang Indonesia, Merdi Sihombing, tampil di sejumlah panggung internasional, salah satunya Independent London Fashion Week Designer’s Association atau ILFWDA. Busana rancangannya mengusung konsep mode ramah lingkungan. Kreativitas itu berpotensi, selain mengangkat kekayaan kain Nusantara.
ILFWDA merupakan peragaan busana untuk mengapresiasi karya para desainer yang menerapkan prinsip keberlanjutan alam. Perancang busana Amerika Serikat sekaligus pemilik label Prophetik, Jeff Garner, merupakan sponsor utama acara nonprofit ini. Merdi mengatakan, partisipasinya pada ILFWDA adalah hasil dukungan dan rekomendasi Garner.
”Koleksi yang saya tampilkan kali ini juga didukung pihak lain, seperti Lenzing Indonesia-PT South Pacific Viscose. Mereka memproduksi benang ramah lingkungan,” kata Merdi melalui keterangan tertulis.
ILFWDA diadakan pada Jumat, 15 Februari 2019, di Beach Blanket Babylon, Nothing Hill, London, Inggris. Kala itu, Merdi menampilkan 15 koleksi busana terbarunya. Selain Merdi, ada pula Garner dan tujuh perancang mancanegara yang menampilkan karyanya.
Merdi mengangkat tema ”Sirat”, yaitu produk anyaman benang yang dibuat dengan teknik table weaving. Helaian sirat kemudian dijahit menjadi busana, baik gaun panjang, jumpsuit, maupun mantel panjang. Busana itu kemudian diberi aksen manik duri dari logam (metal spike).
Merdi mengatakan, sirat biasanya digunakan sebagai hiasan kepala pada ritual adat. Bentuknya seperti pita dengan panjang 1 meter dan lebar berkisar 5-7 sentimeter. Pada umumnya sirat terdiri dari tiga warna, yaitu putih, merah, dan hitam. Ketiga warna itu disusun berderet dan menghasilkan motif sacred geometry atau geometri sakral.
Selain itu, Merdi juga menampilkan koleksi tenun ikat Hitam Putih. Adapun kain lain yang diproduksi di Umapura Alor, pulau kecil di utara Indonesia di Pulau Ternate.
Kain-kain yang ditampilkan dan dirancang Merdi diproduksi dengan prinsip ramah lingkungan, kain dari Umapura Alor misalnya. Kain itu dibuat dengan pewarna alam, seperti tanaman kolam susu untuk warna hijau, indigo untuk warna biru, dan akar mengkudu untuk warna merah.
Pewarna alam digunakan untuk menjaga pulau tersebut. Pasalnya, hanya ada satu sumber mata air bersih di pulau itu. Oleh karena itu, masyarakat pun menjaga kelestarian lingkungan sekitar dengan ketat.
Mode ramah lingkungan
Mode ramah lingkungan ata eco-fashion patut menjadi perhatian para desainer. Pasalnya, limbah dan polusi dari industri mode setara dengan polusi yang dihasilkan batubara dan migas. Riset Ellen MacArthur Foundation pada 2017 menyebutkan, industri mode menyumbang satu juta ton mikrofiber ke laut per tahun. Angka ini setara dengan 50 triliun botol yang dibuang ke laut.
Data yang sama menunjukkan ada satu truk limbah tekstil yang dibuang atau dibakar. Kerugian atas pakaian yang tidak pernah dipakai atau tidak pernah didaur ulang ditaksir mencapai 500 miliar dollar AS. Pada 2050, industri mode diprediksi menggunakan 25 persen dari anggaran karbon dunia apabila tidak ada upaya perbaikan.
Data tersebut menunjukkan pentingnya mempertimbangkan pengembangan mode ramah lingkungan. Hal ini bisa dicapai dengan beberapa cara, misalnya menggunakan serat atau bahan yang bisa didaur ulang (seperti serat bambu) dan menggunakan pewarna alami. Hal itu pula yang dikerjakan oleh Merdi.
Merdi juga berpartisipasi pada acara peragaan busana TRESemme Bangladesh Fashion Week. Acara ini berlangsung pada Februari 2019 di International Convention City Bashundhara, Dhaka, Bangladesh. Merdi menampilkan 17 koleksi busana pada acara ini.
Busana rancangan Merdi juga diapresiasi Duta Besar Indonesia untuk Bangladesh dan Nepal Rini P Soemarno. Kedutaan Besar RI Dhaka menilai, karya Merdi berpeluang mendapat respons positif oleh warga Bangladesh. (SEKAR GANDHAWANGI)