Pernah Dicinta, Kian Bernilai
Di tengah zaman yang mengusung semangat ”melihat dan dilihat” atau to see and to be seen, dengan media sosial sebagai kanalnya, sebagian orang mungkin ingin selalu terlihat berbaju baru. Terlebih lagi, industri mode makin mendorong konsumerisme produk mode. Pengaruh industri mode cepat atau fast fashion pun mendorong gejala itu cukup signifikan.
Industri mode cepat (fast fashion) adalah industri yang mengeluarkan koleksi barang mode terkini setiap enam hingga delapan minggu (satu-dua bulan) dengan harga relatif rendah dan diskon untuk koleksi sebelumnya. Padahal, semula siklus peluncuran koleksi mode umumnya mengikuti pakem periodisasi musim semi-panas dan gugur-dingin. Pada model siklus yang lazim itu, peluncuran koleksi cukup dua-empat kali setahun.
Fenomena mode cepat ini berdampak pada ledakan produksi. Penjualan pakaian global diprediksi akan meningkat hingga lima kali lipat pada 2050. Jejak industri mode cepat ini dapat meluas ke proporsi bencana karena besarnya dampak lingkungan meski daur ulang atau pakai ulang produk mode, dapat menjadi solusinya.
Ellen MacArthur Foundation dalam laporan hasil penelitian bertajuk A New Textiles Economy: Redesigning Fashion’s Future yang diluncurkan 2017 menyebut industri mode cepat mengarah pada peningkatan produksi tekstil hingga dua kali lipat dalam periode yang sama.
Hal ini akan berdampak besar pada lingkungan karena polusi yang dihasilkan industri mode sama dengan polusi yang dihasilkan batu bara dan migas.
”Garage sale”
Salah satu cara kita untuk tidak berkontribusi pada dampak buruk mode cepat adalah dengan mengonsumsi produk mode seken atau kini beken disebut preloved alias barang yang pernah dicinta. Di Jakarta, misalnya, minat terhadap barang seken lewat garage sale, bazar preloved, hingga donasi pakaian seken kian terasa.
Pasangan musisi dan penyanyi Petrus Briyanto Adi dan Bonita Adi, saat memutuskan pindah dari tempat domisili mereka di Cinere, Jawa Barat, menuju Salatiga, Jawa Tengah, awal Februari lalu, memilih untuk tak menyia-nyiakan barang seken dengan menggelar garage sale di rumah mereka yang dikenal dengan sebutan Rumah Bonita. Itu kali pertama mereka menggelar garage sale.
”Banyak barang yang masih dalam kondisi layak pakai. Alangkah baiknya jika barang- barang itu bisa digunakan oleh orang yang membutuhkannya,” tutur Adoy, panggilan akrab Petrus Briyanto Adi.
Pengumuman garage sale mereka lakukan melalui media sosial dan lisan antarteman saja. Adoy dan Bonita pun tak mematok harga tinggi. ”Harganya sangat miring, bahkan ada yang kami berikan cuma-cuma. Yang penting tidak perlu kami bawa pindah ke rumah baru,” kata Adoy.
Tinggi minat
Terinspirasi dari rekan-rekannya yang telah terlebih dahulu membuat garage sale, pelawak tunggal Ernest Prakasa juga berencana menggelar garage sale, Mei mendatang. Karena tinggal di apartemen, ia akan memanfaatkan ruang publik di Kinosaurus Kemang untuk menjual barang-barang pribadi keluarganya. ”Barang kami kayaknya kebanyakan. Daripada diam di lemari. Sayang dianggurin, jarang bisa dipakai,” kata Ernest.
Barang seken yang akan dijualnya sangat beragam, seperti celana, jaket, sepatu, dan mainan yang masih dalam kondisi bagus. Beberapa di antaranya hanya dipakai satu atau dua kali. ”Seminggu lalu ada teman yang juga bikin garage sale. Beberapa barang dipajang di Instagram. Saya mau yang itu. Kebetulan suka, bisa dipakai dan murah. Saya enggak tipe hunting,” ujarnya.
Mewadahi tingginya minat penjualan barang seken, muncul bisnis baru yang menyediakan jasa penyelenggaraan garage sale, seperti Pink Garage Sale. Salah satu pengelola Pink Garage Sale, Kartika, menyebut pihaknya menyediakan tempat dan mempertemukan penjual barang seken dengan konsumennya. Penjual hanya perlu membayar uang sewa meja Rp 235.000 per hari atau Rp 350.000 untuk dua hari pada akhir pekan.
Kartika dan beberapa rekannya memulai Pink Garage Sale sejak 2013. Seiring waktu, peserta garage sale yang digelar di kawasan Kebayoran Baru ini terus meningkat. Konsumennya berdatangan untuk mencari harga murah. Pakaian yang harga barunya sekitar Rp 300.000 bisa diperoleh dengan hanya
Rp 10.000 dengan kondisi yang sangat bagus. ”Sebulan minimal sekali garage sale. Tempat yang tersedia selalu penuh,” ujar Kartika.
Tingginya minat terhadap barang seken, terutama yang bermerek, juga tampak di Butik Adelsbrandedbags di Dharmawangsa Square. Pemiliknya yang juga penggagas Irresistible Bazaar, Marisa Tumbuan, menginformasikan, jumlah penjual dan pembeli terus meningkat di bazar yang khusus menjual barang-barang mode bermerek sejak 2014 ini.
Hampir setiap kali digelar, kunjungan ke Irresistible Bazaar naik 15-20 persen dengan lebih dari 25.000 pengunjung. Bazaar pun digelar tiga-empat kali setahun dengan lebih dari 80 gerai setiap kali bazar. Irresistible Bazaar Expo yang digelar 3-7 April mendatang di Mal Gandaria City akan diikuti 100 gerai barang seken bermerek.
Cara bijak
”Tren peminat naik terus. Dulu orang sembunyi-sembunyi ketika menjual barang. Dulu dianggap bangkrut. Sekarang jual barang bukan menandakan kesulitan ekonomi, melainkan cara untuk tetap menghargai barang yang mereka punya. Mereka sadar ini salah satu cara bijak berbelanja,” kata Marisa.
Penggemar barang seken pun kini bisa berbelanja sembari berdonasi lewat Salur (@salurindonesia). Penyanyi Andien Aisyah, yang kini mengelola Salur, menuturkan, Salur menerima donasi barang-barang seken, lalu dijual kembali dengan harga murah dan hasilnya didonasikan.
”Ada nilai tersendiri yang bisa diambil. Salah satunya berdonasi. Selain itu, bisa mengurangi sampah. Kita tahu fast fashion menyumbang banyak sampah. Jika kita menargetkan beli pakaian empat atau lima potong sebulan, setengahnya kasihlah dari barang preloved,” ujar Andien.
Salur bersama beberapa pihak juga sedang menggelar Preloved Bazaar di Neo Soho Mall, Jakarta, yang berlangsung 12 Maret hingga 7 April 2019.
Hasil penjualan digunakan untuk membantu pembangunan kembali sebuah sekolah di Flores, Nusa Tenggara Timur. Barang-barang yang dijual di bazar tersebut adalah baju pria dan wanita, sepatu, serta tas. Harganya pun terjangkau pada kisaran Rp 40.000-Rp 75.000.
Saat ini Salur masih bekerja sama dengan pasar virtual (marketplace) Bukalapak untuk penjualan, tetapi ke depan akan menggunakan platform sendiri, baik lewat media sosial, seperti Instagram, maupun situs web. Untuk donasi, Salur bekerja sama, antara lain, dengan kitabisa.com dan Yayasan Amal Khair Yasmin. Donasi dari Salur itu digunakan Yayasan Amal Khair Yasmin untuk membiayai program pendidikan gratis.
Sebagai penggemar preloved, Andien juga rutin mengadakan garage sale untuk amal, salah satunya Koperku Garage Sale, yang diminati banyak orang. Dia mengajak teman-temannya untuk donasi barang yang akan dijual. Biasanya sekitar 30 persen dari hasil penjualan disalurkan untuk amal.
Tahun lalu, dia mengadakan garage sale bekerja sama dengan gerakan anak-anak muda dan 100 persen hasilnya untuk amal. ”Bisa dibilang sukses. Dua hari bisa dapat Rp 200 juta lebih dari baju-baju yang harganya Rp 10.000-Rp 100.000. Bisa kebayang, kan, berapa banyak orang yang beli dan yang mau menyumbang,” ucapnya.
Konsep jual-beli barang preloved sebagai bagian dari semangat berdonasi tersebut justru kian meningkatkan nilai barang-barangnya. Walaupun seken, berjiwa.
Ellen MacArthur Foundation, antara lain, menyarankan pemakaian ulang pakaian agar tidak berakhir menjadi limbah. Kerugian setiap tahun dari pakaian yang jarang dipakai atau tak pernah didaur ulang diperkirakan mencapai 500 miliar dollar AS. Data Ellen MacArthur Foundation juga menunjukkan industri mode telah membuang 1 juta ton mikrofiber per tahun ke laut. Itu setara dengan 50 triliun botol plastik.
Ingin bermanfaat bagi lingkungan? Yuk, bisa dimulai dengan menggunakan barang seken demi menipiskan jejak dosa (karbon) kita pada Ibu Bumi. Pakai baju yang sama berulang-ulang seperti Kate Middleton pun kenapa tidak?
(FRO/LKS/DOE/WKM)