JAKARTA, KOMPAS – Tingginya jumlah penduduk berusia matang dan siap menikah serta tren positif positif perekonomian, turut mendorong berkembangnya industri pernikahan di Indonesia. Meningkatnya proyeksi nilai produk domestik bruto dan pertumbuhan ekonomi Indonesia dalam lima tahun ke depan, membuat industri ini dinilai masih sangat prospektif.
Menurut Chief Operating Officer marketplace Weddingku Reza Paramita, perkembangan industri pernikahan dipengaruhi oleh populasi penduduk. Semakin banyak penduduk berusia matang untuk menikah, semakin besar pula potensi perkembangan industri pernikahan.
“Saya mengelompokkan dua fase usia (yang umum) untuk menikah, yaitu usia 20-25 tahun dan 26-30 tahun. Pada 2019-2024, jumlah penduduk berusia 20-25 tahun tinggi. Selain itu, jumlah pengunjung dan jumlah transaksi pada festival pernikahan tahun lalu mencapai hampir 20 persen dari data festival tahun ini. Ini indikasi bahwa industri pernikahan sedang naik,” kata Reza pada konferensi pers Indonesia International Wedding Festival (IIWF) di Jakarta, Jumat (5/4/2019).
Menurut data Kementerian Perencanaan Pembangunan Nasional (Bappenas), jumlah penduduk berusia 20-24 tahun pada 2018 adalah 21,8 juta orang. Jumlah penduduk berusia 25-29 tahun pada tahun yang sama yakni 21,2 juta orang.
Sementara itu, menurut data Bappenas, proyeksi jumlah penduduk berusia 20-24 tahun pada 2019 adalah 21,96 juta orang. Proyeksi jumlah penduduk berusia 25-29 tahun adalah 21,67 juta orang.
“Selain faktor usia, PDB (produk domestik bruto) juga memengaruhi industri pernikahan. Jika angka PDB tidak baik, masyarakat akan menikah di fase kedua, yakni di usia 26-30 tahun,” kata Reza.
Ia mengatakan, nilai PDB yang tidak ideal mendorong masyarakat untuk menunda pernikahan. Pasalnya, pasangan yang akan menikah butuh menabung sekitar 3-5 tahun atau maksimal 10 tahun sebelum bisa berbelanja kebutuhan tersiernya, yakni pernikahan.
Pada 2018, PDB Indonesia tumbuh sebesar 5,17 persen. Bank Indonesia memperkirakan ekonomi Indonesia akan bertumbuh sekitar 5-5,4 persen dengan dukungan permintaan domestik yang kuat. Sementara itu, perekonomian Indonesia diperkirakan tumbuh 5,5-6,1 persen pada 2024 (Kompas, 28/3/2019).
Tren pernikahan
Prospek positif industri pernikahan tidak hanya berlaku untuk pernikahan bernuansa modern. Pada kesempatan yang sama, perwakilan Yayasan Merajut Nusantara Danny Iskandar mengatakan, tren pernikahan tradisional akan meningkat pada 2019.
“Tren ini dipengaruhi oleh media sosial. Selama dua tahun terakhir, banyak figur publik yang menjalani pernikahan tradisional dan diunggah ke media sosial. Masyarakat jadi melihat bahwa pernikahan adat bukan hanya soal adat. Bila dipegang oleh vendor yang baik, maka sentuhan (tradisionalnya) akan bagus,” kata Danny.
Oleh karena itu, Yayasan Merajut Nusantara mengumpulkan para dukun manten dan pelaku industri terkait dengan jam terbang tinggi. Menurut Danny, para dukun manten bisa menjadi rujukan untuk menjalani pernikahan adat sesuai dengan pakem yang berlaku.
Untuk mengakomodasi kebutuhan pernikahan tradisional secara luas, Yayasan Merajut Nusantara bergabung di IIWF 2019. Festival ini berlangsung di Jakarta Convention Center (JCC) pada 5-7 April 2019.
Ada lebih dari 300 vendor pada IIWF 2019. Para pengunjung bisa menemui vendor yang menangani ketersediaan hotel, katering, undangan, suvenir, kue pernikahan, busana pernikahan, hingga layanan fotografi dan videografi.
Menurut Manajer Operasional Dyandra Promosindo Marga Anggrianto, festival kali ini diselenggarakan di tiga aula JCC dengan luasan 6.500 meter persegi. Jumlah pengunjung ditargetkan mencapai 50.000 orang. sementara itu, target transaksi dari pelaksanaan festival ini adalah Rp 300 miliar.
Ahli pernikahan atau wedding expert Hendri Wirawan mengatakan, tren pernikahan pada 2019 cenderung elegan dan intim. Masyarakat kini menginginkan pernikahan yang hanya dihadiri oleh orang-orang terdekat. Selain itu, pernikahan dengan gaya tersebut lebih memungkinkan untuk membuat pengantin berbaur dengan para tamu.