Keintiman Si.Se.Sa
Buah jatuh tak jauh dari pohonnya. Menyaksikan sang ibu menghidupi kecintaannya pada dunia rancang busana, membuat Siriz Tentani, Senaz Nasansia, dan Sansa Enandera mantap memasuki dunia yang sama. Ikatan darah mereka menjadi kekuatan besar untuk menjejaki jalan panjang dunia rancang busana yang menantang.
Siriz Tentani, Senaz Nasansia, dan Sansa Enandera adalah sosok dibalik merek busana hijab Si.Se.Sa. Merek itu diambil dari petikan nama si sulung Siriz, Senaz yang di tengah, dan si bungsu Sansa. Ketiganya bersaudara, anakanak dari perancang busana hijab Merry Pramono.
Sebagai anak seorang perancang busana, Siriz, Senaz dan Sansa terbiasa bersinggungan dengan proses kerja sang mama. Sejak kecil, mereka kerap ikut keluar masuk toko bahan, berurusan dengan penjahit, melayani pelanggan di butik sang mama, hingga mahir membuat baju mereka sendiri.
”Sampai kami mau promnite, juga jahit-jahit (baju) sendiri,” kenang Senaz seraya tergelak diikuti tawa Siriz dan Sansa yang tak kalah riang saat ditemui di butik Si.Se.Sa di Jakarta Selatan. Kamis (13/4/2019) siang itu, tiga bersaudara ini tengah menyiapkan peragaan busana Si.Se.Sa bertajuk ”The Journey” yang digelar pekan berikutnya.
Suasana butik ramai dengan kesibukan menjelang pergelaran busana. Ada juga reseller (pedagang) dan pelanggan yang datang. Namun, tak ada ketegangan di wajah tiga bersaudara itu. Selama obrolan berlangsung, tawa lepas ketiganya kerap terdengar.
Kedekatan dan keakraban tertangkap kental di antara mereka. Kadang mereka saling menggelendot manja, kadang saling memeluk. Panggilan mbak (kakak) dan dik (adik) selalu muncul di tengah obrolan.
Langkah kecil
Relasi yang kuat sebagai saudara kandung menjadi dasar lahirnya Si.Se.Sa. Relasi itu pula yang hingga kini ibarat penjaga yang terus menyatukan dan merekatkan ketiganya dalam perjalanan Si.Se.Sa sebagai sebuah merek yang dirintis delapan tahun lalu. Semua berkat dorongan sang mama.
”Banyak pelanggan mama yang menanyakan baju-baju yang nuansanya lebih muda. Kalau rancangan mama, kan, lebih high end. Akhirnya mama bilang, kenapa enggak kalian bikin line aja bertiga,” kata Siriz.
Mereka lalu memantapkan hati, mengikuti panggilan mereka pada dunia rancang busana. Tahun 2011, mereka mulai dengan menitip baju-baju rancangan mereka di butik sang mama.
”Passion kami memang baju meski enggak terlalu sadar di awal. Cita-cita kami sepertinya bukan jadi desainer karena semuanya berjalan biasa saja. Dari kecil sudah biasa lihat mama menjahit, di meja makan juga mama suka cerita suka dukanya running bisnisnya. Jadi, ya, sudah, bismillah saja,” kata Siriz.
Pelan tetapi pasti, jalan makin terbuka. Dari yang semula hanya menitip di butik sang mama, Si.Se.Sa bertumbuh semakin besar. Kreativitas terus mengalir. Karakter Sisesa menjadi nyawa bagi rancangan Si.Se.Sa. Siriz dengan garis-garisnya yang formal, Senaz yang girly, dan Sansa lebih sporty.
”Saat itu meski sudah membuat baju hijab, signature-nya belum muncul. Yang ada, kami malah jadi mengikuti tren. Kalau pas giliran Mbak Siriz, yang keluar koleksi yang formal-formal. Sansa yang sporty. Aku yang girly. Jadi, belum konsisten,” kata Senaz.
Dua tahun kemudian, pada 2013, setelah sama-sama memutuskan mengenakan baju hijab panjang, karakter mereka melebur menjadi satu. Rancangan-rancangan baru pun terus lahir, memberi banyak pilihan gaya berbusana mulai sporty, girly, hingga formal.
Mereka menjadikan diri sebagai patokan. Sebagai sesama pemakai baju hijab panjang, mereka ingin baju-baju yang mereka rancang nyaman dipakai untuk segala aktivitas. Begitu juga dengan modelnya. Mereka tak mau membuat baju yang tak nyaman dipakai atau modelnya tak sesuai selera.
Strategi itu rupanya ampuh menggaet perhatian konsumen. Banyak dari mereka yang lantas menjadi konsumen setia hingga akhirnya berteman dekat seperti layaknya saudara dengan Sisesa. Para konsumen setia itu menyebut diri mereka ”Sisesa lovers”.
Uji coba terus dilakukan. Sansa, yang lebih banyak bertanggung jawab soal desain mencoba membuat rancangan khimar, kerudung panjang yang nyaman dipakai dan cocok untuk semua jenis wajah.
Begitu juga dengan pilihan warna yang digunakan. Mereka berupaya menciptakan tren dalam gaya busana hijab panjang. Tidak membuat rancangan dengan warna-warna gelap seperti umumnya baju hijab panjang, tetapi lebih berani mengeksplorasi warna asal tak terlalu menarik perhatian, khususnya warna-warna pastel.
Saat diluncurkan pertama kali di Indonesia Fashion Week 2013, responsnya sungguh di luar dugaan. Ludes pada hari pertama hingga menumpuk pre-order (PO) ribuan potong.
Sejak itu, langkah Sisesa semakin jauh. Mereka konsisten pada rambu-rambu rancangan, seperti potongan yang longgar, tidak tembus pandang, dan tidak membentuk tubuh. Begitu juga dengan jilbab, selain menutup dada, bagian belakangnya juga menutup sampai ke bokong. Meski banyak rambu, bukan berarti kreativitas Sisesa terbelenggu.
Eksplorasi tetap mereka lakukan pada bagian-bagian yang memungkinkan seperti di bagian tangan atau bagian bawah yang kerap dipercantik menggunakan detail frill.
Pada bagian tertentu seperti bagian dada sama sekali tidak diutak-atik. Untuk memberikan detail khusus, seperti di bagian kerudung atau tangan, mereka menggunakan kristal Swarovski yang sudah menjadi partner sejak tahun 2015.
Mereka juga terus konsisten mengeluarkan karya. Dalam satu bulan setidaknya Si.Se.Sa mengeluarkan dua buah koleksi kapsul. Dalam satu tahun berarti setidaknya ada 24 koleksi kapsul bahkan bisa lebih.
Tak pernah habis
Dengan model kerja seperti itu, energi besar memang sangat dibutuhkan. Namun, energi mereka memang seolah tak pernah habis. ”Kekuatan kami memang karena kami kerja dengan family, maksudnya dengan saudara, adik-adik. Kalau aku lagi enggak ada, ada mereka berdua. Jadi, bisa saling backup,” kata Siriz.
Bertiga menjadikan energi kreatif mereka tak pernah kering. Bukan berarti tak pernah ada konflik. Namun, ikatan darah di antara mereka tak pernah membuat konflik menjadi besar atau rumit. Tumbuh besar bersama-sama membuat ketiganya lebih mudah mengerti dan memahami satu sama lain.
”Misalnya Mbak Siriz lagi sebel, tetapi karena kami tahu Mbak Siriz itu seperti apa kalau lagi sebel, kami tahu kalau ketemu sama Mbak Siriz ngomong-nya gimana. Atau kalau aku lagi ngambek, ya sudah didiemin aja beberapa hari, nanti juga balik lagi,” kata Senaz yang menurut Sansa paling judes saat ngambek dan paling moody di antara ketiganya.
Sementara si sulung Siriz selalu menjadi sosok yang paling didengar kata-katanya. Sementara si bungsu Sansa yang selalu ketiban sampur menurut dan mengalah pada kedua kakaknya.
”Yang paling happy itu sebenarnya papa sama mama. Dengan kami ada Si.Se.Sa, semua ngumpul jadi satu,” kata Siriz.
Si.Se.Sa mengeratkan relasi mereka sebagai kakak beradik sekaligus keluarga besar, anak-anak, dan pasangan mereka. Saat ini, selain mengelola penjualan secara daring dan memiliki tujuh butik di kota besar di Indonesia, mimpi mereka belum usai. Masih banyak hal yang ingin mereka capai.
Maka, mereka tak henti untuk terus berinovasi, baik dari sisi desain maupun material yang digunakan, serta tetap fokus pada pasar di dalam negeri. ”Masih banyak yang ingin kami sentuh,” kata Senaz.