Regal Berbalut Kontemporer
Mentari pagi nan hangat menerobos langit-langit kaca di atas landas peraga. Warna-warna dramatis muncul dari koleksi musim gugur/musim dingin 2019 karya perancang mode Sapto Djojokartiko. Nuansa regal hadir dalam visual kontemporer membalut keanggunan masa lalu yang tak lekang waktu.
Setelah menggelar peragaan busana pada pagi hari di selasar Istora Senayan untuk koleksi musim semi/musim panas 2019, Sapto kembali menyajikan konsep yang sama untuk koleksi berikutnya. Kali ini, Sapto memilih kelab Lucy in the Sky yang berlangit-langit kaca di kawasan SCBD Jakarta sebagai tempat para model membawakan rancangannya.
Alasannya, cahaya alami sang surya akan membuat busana terlihat lebih riil. Apalagi, gaun-gaun itu dimaksudkan untuk pemakaian sehari-hari, bukan pertunjukan di panggung.
Sebanyak 35 tampilan busana dipamerkan dalam pergelaran yang padat, Selasa (26/3/2019). Sekitar pukul 10.30, model pertama melenggang dan langsung memikat dengan gaun panjang warna merah.
Warna ini terbilang tak biasa untuk rancangan Sapto yang lebih dikenal dengan warna-warna pastel yang lembut dan monokromatik. Sapto mengakui, dia semakin percaya diri dan lebih berani keluar dari zona nyaman melalui desain dengan warna-warna yang dramatis dan berani.
”Saya menantang diri saya, berani enggak bikin (busana) yang tidak berwarna seperti (biasanya) itu. Kalau kami posting di media sosial baju dengan warna pastel, yang like pasti banyak. Untuk warna-warni, tidak terlalu banyak. Tetapi, di situlah tantangannya, membuat orang terbiasa melihat yang berbeda agar desain saya tidak stagnan,” papar Sapto, sebelum peragaan busana.
Kombinasi warna yang tidak biasa, seperti biru tua, merah, hijau zaitun, juga warna emerald, ruby, dan magenta, muncul dalam sebagian rancangannya. Sambil tertawa, dia mengistilahkan warna itu sebagai ”gonjreng ala Sapto”.
Rangkaian warna baru itu hadir berseling dengan corak warna khas Sapto selama ini, seperti hitam, truffle, frost, spruce, oyster, dan slate. Sapto menambahkan, meskipun bereksperimen dengan warna baru, dia tetap tidak akan menutup ciri khasnya yang sudah diakrabi para pencinta mode di Tanah Air.
Koleksi gaun malam musim gugur/musim dingin 2019 tersebut terinspirasi dari kemegahan masa lalu, tepatnya kala Wangsa Syailendra menguasai Nusantara sekitar abad ke-7. Pesona peninggalan dinasti yang pernah memerintah Kerajaan Sriwijaya itu hadir melalui pola-pola simetris, titik, garis, dan ornamen yang menghiasi busana.
Bentuk-bentuk arsitektur kuno semacam kuil yang atapnya meruncing, mahkota, dan ukiran tampil menonjol dalam beberapa rancangan. Kesan megah juga hadir lewat sulaman benang emas dan perak. Sekilas terlihat seolah-olah seperti kain songket dan ikat.
”Semakin banyak orang memilih berbusana modern yang cenderung minimalis, tetapi peninggalan sejarah semacam ini mengingatkan dan menghidupkan kembali nuansa megah dalam berbusana,” tutur Sapto.
Ringan
Kendati bernuansa regal dan megah, gaun-gaun tersebut tak lantas menjadi berat. Dengan pilihan material tule, organsa, velvet, dan satin yang dibuat dengan teknik patchwork, multiwarna, dan multibahan, gaun-gaun itu mudah dikenakan, terlihat ringan, melayang, dan terasa nyaman bagi pemakainya.
Ini tampak, misalnya, dalam gaun malam lengan panjang warna truffle berbahan tule dengan taburan sulaman benang perak yang tipis ringan. Desainnya pun simpel sehingga terlihat semakin ringan saat dikenakan.
Sulaman benang emas dan perak pada motif kuil besar yang mendominasi busana memperlihatkan kesan anggun dan megah pada gaun panjang tanpa lengan berwarna oyster berbahan transparan. Ada kelembutan dalam potongannya yang longgar dari dada hingga kaki.
Sapto bermain-main dengan teknik lipatan (pleating) yang halus dan sulaman yang rumit untuk menambah kesan regal yang anggun. Misalnya, dalam gaun warna hijau tanpa lengan dengan lipatan pada bagian bawah dengan paduan warna kuning dan sulaman benang perak yang rumit. Atau, pada gaun warna magenta tanpa lengan dengan belahan V pada bagian dada yang berlipat di dari belahan tersebut hingga ke bagian bawah gaun.
Salah satu rancangan yang berbeda adalah celana panjang merah berpadu atasan serupa kemben putih yang dilengkapi luaran berbahan organsa nan halus berwarna kombinasi putih merah yang lembut. Luaran dilengkapi selempang transparan dengan hiasan titik-titik kecil yang menjuntai ke salah satu sisi, menampilkan gaya kasual, tetapi tetap feminin.
Efek yang ditampilkan dalam rancangan multiwarna dan multibahan ini menjadi menarik karena perbedaan karakter yang dipadukan menjadi satu. Ada elemen yang mengentak dari padu-padan yang unik.
”Ada kejutan yang muncul dari perlakuan hal-hal yang berbeda-beda itu. Kadang gagal, tetapi bisa berhasil pada akhirnya. Mungkin karena kita tidak terbiasa saja menanganinya,” papar Sapto.
Dalam beberapa rancangan, Sapto menambahkan tas selempang maupun tas jinjing sebagai pelengkap penampilan. Tas semacam itu telah diperkenalkan dalam pergelaran koleksi sebelumnya dan mendapat sambutan baik dari penggemarnya.
Jembatan
Sapto menuturkan, koleksi busana musim gugur/musim dingin 2019 menjadi jembatan antara masa lalu dan masa depan. Dia berkomitmen untuk terus menggali kekayaan warisan budaya Indonesia sebagai inspirasi karya-karyanya, lalu melahirkannya kembali dalam desain yang modern.
Dia mengambil spirit dari berbagai peninggalan bersejarah dan pengaruh multikultural, kemudian mengembangkannya dalam sentuhan yang kontemporer. Aplikasinya pada busana dibuat lebih praktis sesuai kebutuhan masyarakat modern.
Sebagai perancang yang lahir dan dibesarkan di Solo, Jawa Tengah, Sapto akrab dengan warisan budaya tradisional yang banyak menginspirasi karyanya. Dia berharap untuk bisa terus mengeksplorasi budaya tradisional
Busana-busana tersebut, lanjut dia, juga tidak sekadar penutup badan, tetapi sekaligus bentuk nostalgia, pengingat tren dan budaya yang berkembang dari masa ke masa.
Ada semangat pelestarian tentang kebesaran bangsa ini yang tersaji dalam sepotong gaun malam.