Rasa Rumah dari Hotel
Menyantap masakan khas bercita rasa rumah adalah hal yang melepaskan rindu, apalagi saat Ramadhan tiba. Dari kari iga domba khas Aceh yang merekah dengan percikan asam hingga gohu tuna yang lumer dalam sambal tomat bisa menjadi pilihan menu penawar saat waktu berbuka tiba.
T tujuh chef dengan sejumlah rekannya memasak dengan cekatan. Dapur Sailendra Restaurant, JW Marriott Jakarta, Kuningan, ramai oleh denting sendok, desis penggorengan, dan paduan alat memasak lainnya pada Selasa (2/4/2019).
Setiap chef dari tujuh hotel berbeda ini membuat masakan andalan masing-masing. Semuanya bercita rasa lokal, dengan rasa khas rumah. Semua masakan ini dibuat untuk menu menyambut Ramadhan yang sebentar lagi tiba.
Satu per satu makanan mulai keluar. Sajian pembuka beraneka rupa tersaji di atas meja. Dari tahu goreng terbalik, bubur manado, ebatan, hingga salad ayam. Sebuah padu padan yang menyenangkan. Rasa bubur manado yang gurih menjadi salam pembuka. Tahu goreng dengan sambal khusus meresapkan rasa gurih ke lidah.
Setelahnya, berupa-rupa makanan utama lalu disajikan. Bahan utamanya bermacam-macam, mulai dari ikan, kambing, domba, daging, ayam, hingga bebek. Olahan makanan ini pun berasal dari beberapa daerah, mulai dari Aceh hingga Manado. Tidak sabar rasanya memilih dan mencoba satu per satu beragam makanan ini.
Sajian masakan ini adalah beberapa menu yang ditawarkan jejaring hotel Marriott International. Menyambut Ramadhan yang sebentar lagi tiba, jejaring hotel internasional ini menyiapkan beragam olahan dari tujuh koki terbaik mereka. Tujuh chef ini berasal dari tujuh hotel berbeda dalam jejaring Marriott International.
Willem van Endem, Marriott International Regional Director of Food & Beverage APEC, menyampaikan, jaringan Marriott International ingin mempersembahkan sajian khusus dari tangan tujuh chef terbaik pada Ramadhan mendatang. Ide untuk jamuan ini muncul untuk memberikan pengalaman yang nyaman bagi para tamu saat bulan suci tiba.
”Jauh dari rumah dan orang- orang terkasih selama bulan Ramadhan bukan hal yang mudah. Untuk itu, para chef kami membuat hidangan khusus yang dekat dengan mereka untuk acara ini,” ujar Willem, awal April lalu, di Jakarta.
Tiba saat untuk mencecap makanan utama. Salah satu yang menarik perhatian adalah sebuah sajian khas Aceh. Tulang-tulang iga mencuat di atas piring. Tekstur daging yang menempel di tulang tidak terlihat jelas, terselimuti oleh bumbu berwarna coklat. Aroma bumbu menyeruak. Potongan wortel yang dipotong dadu dan juga dipotong sejajar menghiasi beberapa bagian dalam sajian.
Kari domba Aceh, nama makanan ini, serasa menantang untuk segera dilahap. Tidak terbayangkan ketika saat menunggu waktu berbuka tiba dan makanan ini berada di atas meja. Godaan bakal berlipat ganda.
Saat disantap, tekstur daging sangatlah lembut. Selain memilih bagian yang lembut, proses memasak daging melewati beberapa tahap. Rasa sedikit asam menjalar dalam rongga mulut, juga meruapkan rasa gurih dan manis. Paduan rasanya beragam, meninggalkan tekstur beraroma.
Proses masak makanan ini tidaklah sesederhana setelah tampil di atas meja makan. Iga domba diolah terlebih dulu untuk memisahkan bagian lemak. Bumbu-bumbu, bawang putih, bawang merah, dan cabai merah besar dibelender menjadi satu setelah direndam terlebih dulu. Satu bumbu yang tidak boleh dilupakan adalah asam kandis.
Bumbu ini lalu dicampur merata dengan iga domba, lalu ditambahkan santan. Semua bahan dimasak sampai mendidih, lalu didiamkan lebih kurang delapan jam. Saat waktunya tiba, olahan yang telah setengah jadi ini lalu dipanggang dalam oven bersuhu rendah selama empat jam. Tak heran daging iga domba ini lumer saat dilumat dalam mulut.
Olahan ini menjadi lebih semarak saat ditemani perkedel nasi beraroma jeruk. Daging yang lembut dan sedikit asam berpadu dengan nasi padat yang beraroma. Sajian makanan ini diolah oleh chef Dena Lesmana bersama timnya dari The Ritz-Carlton Jakarta, Mega Kuningan. Mereka juga membuat tandori chicken salad yang begitu gurih.
Lebih lokal
Selain kari domba khas Aceh, sebuah sajian lagi menggugah selera saat disajikan di atas meja. Tuna gohu sambal tomat merah adalah sajian khas Manado yang cukup sederhana. Ikan tuna segar dipotong kecil, lalu dicampur dengan sambal tomat yang telah dibuat sebelumnya.
Tidak lupa menambahkan belimbing wuluh, daun kemangi, garam, dan kacang kenari. Bersama beberapa bumbu dan bahan lainnya, semuanya dicampur dan diblender menjadi satu. Tuna gohu sambal tomat merah telah siap disantap. Crackers beras merah menjadi pemanis olahan ini.
Rasa segar ikan tuna berpadu dengan lembut tomat merah. Lembut dan gurih kacang kenari lumer dalam satu rasa. Masakan ini menawarkan rasa yang sedikit berbeda dengan olahan lainnya.
Di sebelah makanan ini ada nasi campur rembiga. Sebuah paket lengkap makanan khas Lombok dengan berbagai olahan di dalamnya. Nasi kuning dan plecing ayam mungkin biasa saja. Akan tetapi, sate ayamnya terasa sangat kuat di dalam mulut. Tekstur ayam yang lembut menyatu dengan bumbu sederhana. Nikmat tanpa embel-embel.
Hampir semua makanan ini bercita rasa lokal dan khas Indonesia. Tidak hanya makanan utama, pembuka hingga penutup juga berasal dari banyak daerah.
”Kami ingin sesuatu yang lokal dan otentik, tidak ada penggabungan yang membuat membingungkan. No fusion, no confussion,” kata Willem.
Cita rasa lokal juga diwujudkan dalam menu penutup pada sajian ini. Beragam makanan rumahan, jajan pasar, dan minuman yang berasal dari banyak daerah seakan menegaskan kelokalan.
Es timun blewah dengan berbagai buah terasa menyegarkan kerongkongan sehabis menyantap berbagai makanan pembuka dan makanan utama. Juga ada barongko, kue khas Bugis berbahan dasar pisang. Jika ingin mencoba yang lain, ada cenil, atau srikaya yang lebih manis. Ramadhan, makanan, dan rumah adalah hal yang memang selalu berkelindan.