Cinta dalam Rentang Zaman
Menandai rentang masa 30 tahun berkarya, desainer Didi Budiardjo mengekspresikan perjalanannya dengan melihat lebih jauh. Ia serupa terlahir kembali, sekaligus melahirkan kreasi baru. Dua hal yang tidak mungkin mewujud tanpa cita dan cinta.
Zaman selalu memiliki ritme, gaya, dan ciri khasnya masing-masing. Selain itu, menyimpan cerita personal bagi tiap orang. Rentang zaman akan mengukur, mengasah, atau menguatkan konsistensi hidup. Pada rentang itu, seseorang mengikuti alur hidup yang sesekali menantang dan bergejolak.
Tidak terkecuali seorang desainer matang serupa Didi Budiardjo. Mulai berkarya 30 tahun lalu, zaman menuntun Didi menemukan cinta, menghidupi, sekaligus mempersembahkannya untuk orang banyak. Lewat gelaran Terlahir Kembali, ia merepresentasikan cinta dan hidupnya dalam sebuah tampilan sarat warna, anggun, dan elegan khas Didi.
Akhir Maret lalu, denting piano mengisi udara ruang pertunjukan mewah di Jakarta Selatan. Suasana ruangan yang temaram berubah memerah. Asap putih berembus pelan, membuat atmosfer syahdu dan sedikit kabur.
Seorang model berjalan perlahan melintasi landas peraga. Ia memakai gaun terusan yang semakin ke bawah terus melebar. Bagian depan terlihat polos. Namun, di bagian punggung, lipatan tersusun rapi. Saat lampu sorot menyinari ujung lintasan, terlihat gaun terusan berwarna dasar hitam itu kaya motif bunga. Beberapa ekor rusa juga tercetak di beberapa bagian gaun.
Setelahnya adalah gaun merah menyala yang dipakai perempuan berkaki jenjang, pas merangkul tubuh. Berbahan jacquard dengan ornamen bunga di satu sisi dan bahan polos di sisi lain. Tampilannya elegan, namun tetap merona.
Lipatan yang cukup rumit di bagian depan dengan taburan ornamen serupa permata menambah pesona. Sebuah adibusana bergaya Parisian yang menonjolkan ketelitian dan kematangan.
Malam itu, para model melintasi landas peraga, menyuguhkan 30 tampilan yang beraneka siluet. Dari tiered dress yang glamor, jaket ekstra longgar (oversized), hingga gaun-gaun dramatis.
Salah satu gaun dramatis disuguhkan di bagian akhir pergelaran. Seorang model berjalan pelan dalam gaun putih mengembang dengan ekor menjuntai. Aksen permata disematkan di bagian pinggang yang mengecil. Aplikasi ruffles besar melingkari bagian dada hingga punggung. Serupa bunga mawar putih yang baru saja mekar.
Tampilannya menawan, mewah, tetapi sekaligus menunjukkan sesuatu yang sederhana. Tidak ribet, namun menyeruakkan nuansa elegan.
Pergelaran malam itu diberi tajuk Terlahir Kembali. Nuansa yang berkarakter mewah, modern, dengan sentuhan lokalitas Indonesia yang khas terasa kuat. Didi Budiardjo sekali lagi menunjukkan kualitas dan kecintaannya pada dunia mode yang digelutinya 30 tahun terakhir.
”Tema 30 tahun, sebetulnya ingin sesuatu yang bertema cinta. Pesan yang ingin saya sampaikan, bahwa kalau tidak mencintai profesi ini, bagaimana saya melalui selama ini. Cinta adalah pegangan. Tanpa cinta, tidak mungkin semuanya bisa sampai tahap ini,” ujarnya.
Epos cinta
Pergelaran Terlahir Kembali punya arti spesial bagi Didi. Untuk koleksi pada pergelaran, ia menggali inspirasi dari sosok Shinta, karakter yang penuh cinta dalam epos Ramayana.
”Dia diuji melalui banyak hal, tetapi dia bisa melalui dengan perjuangan kuat. Di balik sosok penuh cinta tersebut, banyak tantangan dan perjuangan. Itu jadi benang merah dan pemilihan skema warna,” ujar Didi.
”Lalu (ada) twist juga memasukkan unsur-unsur apa yang saya cinta dan apa yang ingin saya sampaikan,” kata Didi saat ditemui di kediamannya, dua hari sebelum pergelaran berlangsung.
Ia lalu menerjemahkan konsep cinta berdasarkan pengalaman berkarya, juga inspirasi akan sosok Shinta dan potongan kisah Ramayana dalam koleksi busana ini. Salah satunya pada pemilihan warna yang beragam.
Warna putih melambangkan cinta yang tulus, juga ekspresi saat Rama melintasi samudra luas. Hitam diambil dari rangkaian kisah yang bergejolak, juga potongan adegan ketika Shinta ditelan bumi. Selain itu, ada merah yang melambangkan cinta membara, juga kisah saat Shinta terbakar.
”Warna emas itu kemenangan. Saat tahun ’80-an, ada idola saya yang mengeluarkan koleksi dengan warna metalik dan emas, sesuatu yang turut menginspirasi karya saya,” lanjut Didi.
Pada koleksinya kali ini, ia juga membebaskan penyuka karyanya untuk memilih. Tentang siluet, misalnya, ia sengaja memilih beragam bentuk untuk merepresentasikan sisi individual setiap orang. Selain gaun, pada koleksi ini juga ada berbagai model luaran ataupun jaket.
Pada pergelaran ini, Didi memperkenalkan pula logo baru jenama miliknya.
Pengembaraan
Selama 30 tahun berkarya, Didi telah melalui banyak hal. Seperti pengembaraan, lika-liku jalan hidup telah ia lalui. Mulai berkarya sejak 1980-an, ia melahirkan merek adibusana Didi Budiardjo pada 1996.
Lini ini ditandai dengan karakter bergaris kuat. Tampilannya banyak dicirikan dengan gaya Parisian yang anggun, berstruktur rumit, dan aksen mewah.
Melewati banyak hal, Didi memilih konsisten di jalan mode. ”Tema Terlahir Kembali muncul karena saya merasa setelah 30 tahun ini sudah melalui siklus hidup. Saya melewati banyak hal baru dan juga merasakan hal yang sudah dilalui harus dilalui kembali,” ujar Didi.
Didi mencontohkan, tahun lalu, ia mengadakan pergelaran kecil di sebuah hotel, bekerja sama dengan Kedutaan Besar Perancis. Tidak disangka, lokasi pergelaran itu adalah tempat pertama kali ia melakukan peragaan busana, 30 tahun lalu. ”Lucu juga kalau dipikir-pikir, ha-ha-ha,” katanya.
Di akhir 1980-an, Didi mulai memantapkan langkahnya di dunia mode Indonesia. Ia bercerita, saat itu desainer muda harus menawarkan hal baru untuk mendapat tempat di kancah mode. Karakter yang diusung harus diperkenalkan kepada banyak pihak. Tak pelak, hal ini membuat desainer bekerja lebih keras menemukan jati diri dan karakter masing-masing.
”Fashion itu jati diri, dan karakter individualnya harus muncul,” ucapnya.
Memasuki dekade keempat berkarya, Didi terbuka dengan segala kemungkinan. Sebagai desainer, mode adalah denyut jantung yang berkesinambungan. Ia akan terus berkarya dan memberi warna tentang apa yang ia cinta.