Kesetaraan jender dan konstruksi sosial kerap kali bentrok satu sama lain. Saat sebagian orang meyakini ketunggalan jender, ada pula sebagian lain yang mengamini fluiditas jender. Film Kucumbu Tubuh Indahku mengajak kita menengok konflik tersebut dalam raga Juno, sang penari lengger.
Juno kecil (Raditya Evandra) tumbuh dewasa dalam kebingungan. Setelah bapaknya pergi dan tidak pernah kembali lagi, bocah SD ini mengalami trauma mental dan fisik.
Cerita bermula saat Juno mengintip para penari lengger dari lubang di gedek atau dinding anyaman bambu. Aksi Juno lalu dipergoki guru tari lengger (Sujiwo Tejo). Setelahnya, anak itu diajari menari oleh sang guru. Katanya, Juno memiliki tubuh penari dan berbakat menari.
Pelajaran menari tidak berlangsung lama. Sang guru jadi aktor utama dalam aksi pembunuhan seorang lelaki. Perselingkuhan pasangan sang guru jadi pemicunya. Dari tempat persembunyiannya, Juno menyaksikan semuanya.
Kejadian-kejadian itu terlalu abstrak untuk dicerna Juno kecil. Pada saat yang sama, ia harus melupakan trauma itu dan melanjutkan hidup bersama bibinya (Endah Laras) yang perhatian, namun tegas.
Di kehidupannya yang baru, Juno kembali belajar menari dengan seorang guru di sekolah (Windarti). Lagi, pelajaran menari tidak berlangsung lama. Gurunya digelandang ke polisi oleh warga setempat yang mengintip sesi latihan. Sang guru dianggap menyalahi norma sosial saat mengizinkan Juno menyentuhnya seperti anak rindu ibunya.
Di sisi lain, Juno hanya bisa diam. Konstruksi sosial membentuknya untuk patuh. Ia juga dipaksa tumbuh dewasa dengan banyak pergumulan batin yang belum selesai.
Juno dewasa (Muhammad Khan) tumbuh menjadi lelaki yang berbeda. Gestur kesehariannya gemulai bagai penari, tidak seperti lelaki kebanyakan di kampungnya.
“Perbedaan” Juno makin kentara saat kemampuan menjahitnya membawa ia dekat dengan seorang petinju (Randy Pangalila). Ia juga dekat dengan penari lengger yang lebih tua, Warok (Whani Darmawan). Mengutip dari dialog pada film, tendensi Juno disebut “merusak moral anak muda”.
Perjalanan tubuh
Secara keseluruhan, Kucumbu Tubuh Indahku bercerita tentang perjalanan tubuh. Ini kisah tentang menjadi maskulin sekaligus feminin dalam satu raga. Kisah ini terinspirasi oleh kisah nyata penari dan koreografer asal Jawa Tengah, Rianto.
Kucumbu Tubuh Indahku bercerita tentang perjalanan tubuh. Ini kisah tentang menjadi maskulin sekaligus feminin dalam satu raga.
Produser Kucumbu Tubuh Indahku Ifa Isfansyah mengatakan, konteks perjalanan hidup seseorang membuat film lebih mudah dipahami. Film berdurasi 106 menit ini juga diharap bisa menggambarkan ragam fenomena sosial.
“Ada lebih dari 250 juta penduduk Indonesia yang tidak bisa diwakilkan oleh warna hitam atau putih, siang atau malam. Harus ada abu-abu dan senja,” katanya pada konferensi pers Plaza Indonesia Film Festival di Jakarta, Kamis (14/2/2019).
Film ini telah ditayangkan di sejumlah festival film dalam dan luar negeri. Film garapan Garin Nugroho ini juga dianugerahi sejumlah penghargaan, antara lain Film Terbaik pada Three Continents Film Festival di Nantes, Perancis, 2018. Film ini juga dianugerahi Cultural Diversity Award under The Petronage UNESCO Asia Pacific Screen Award 2018 dan Bisato D’Oro Award Venice Independent Film Critic 2018.
Kini, film yang kental dengan adat Jawa ini bisa ditonton di bioskop Indonesia sejak 18 April 2019.
Kontroversi
Baru-baru ini, Kucumbu Tubuh Indahku jadi pembicaraan hangat warganet. Film ini disebut mengandung unsur LGBT (lesbian, gay, bisexual, transgender).
Di media sosial, ramai beredar gambar tangkapan layar dari sebuah grup percakapan Whatsapp. Isinya tentang keresahan mereka terhadap isu tersebut. Sementara itu, Pemerintah Kota Depok melalui surat edaran telah melarang penayangan film ini.
Sutradara Garin Nugroho prihatin atas ajakan untuk tidak menonton film Kucumbu Tubuh Indahku. Menurutnya, ajakan ini setara dengan penghakiman massal atas karya seni.
“Gejala ini menunjukkan media sosial telah menjadi medium penghakiman massal tanpa proses keadilan dan melahirkan anarkisme massal,” ucap Garin melalui pernyataan tertulis di Twitter.
Ia menambahkan, anarkisme tanpa proses dialog itu akan mematikan daya berpikir terbuka dan kualitas bangsa, memerosotkan daya kerja dan cipta, serta mengancam kehendak manusia untuk hidup bebas tanpa diskriminasi dan kekerasan.