Hening di Keriuhan
Anggapan perpustakaan adalah ruang publik yang padat dengan himpunan literatur dan membosankan dijungkirbalikkan di Singapura. Beragam keriaan di Perpustakaan Nasional Singapura berlangsung tanpa menghilangkan marwah sebagai wahana membaca yang tenang.
Awal Maret lalu, beberapa manula asyik menggeser layar sentuh komputer. Mereka piawai menggunakan gawai tersebut untuk membaca koran digital. Suasana di perpustakaan itu semakin modern dengan sejumlah papan elektronik.
Papan-papan itu mencantumkan petunjuk mengenai pembaruan perangkat lunak anggota perpustakaan, antivirus, kata sandi akun pribadi yang lebih aman, hingga pencegahan peretasan. Bahkan, papan elektronik lain menyediakan hadiah jika pengaksesnya punya wawasan siber yang mumpuni.
Petugas perpustakaan membantu pengunjung mencari buku yang dicari dengan komputer. Di sisi lain, terlihat situasi lazim perpustakaan dengan rak-rak buku dan koran yang berderet rapi. Sejumlah petugas lain dan pengunjung juga berbincang dengan suara perlahan sesuai etika perpustakaan.
Di lantai tujuh perpustakaan itu, suasananya tak jauh berbeda. Rak-rak yang dipadati buku dan beberapa komputer ditempatkan di depan pilar perpustakaan. Fasilitas futuristis di lantai itu pun kentara dengan dipasangnya televisi layar lebar yang menayangkan informasi mengenai buku-buku.
Di balik tampilan yang canggih, Perpustakaan Nasional Singapura menjadi wujud kesadaran untuk menerapkan green building atau konsep desain berwawasan lingkungan. Aplikasi paling nyata, hampir semua dinding perpustakaan terbuat dari kaca sehingga penerangannya alami.
Meski demikian, pendingin udara membuat ruangan itu tetap sejuk. Di luar kaca-kaca itu terbentang panorama kepadatan gedung pencakar langit diselingi hijaunya pepohonan rimbun. Tangga berjalan hanya bergerak jika pengunjung melewati sensornya sehingga menghemat listrik.
Ima Purbasari (47), warga Jakarta, mengatakan, aktivitas menarik kerap digelar di Perpustakaan Nasional Singapura sehingga gedung itu tak hanya dikunjungi pelajar. ”Saya lihat, wisatawan juga singgah ke Perpustakaan Nasional Singapura,” ujar Ima, awal Maret 2019.
Rekreasi
Daya tarik perpustakaan dan upaya-upaya edukasi diwujudkan sehingga perpustakaan itu tak hanya menjalankan fungsi informasi, tetapi juga rekreasi.
”Sangat menyenangkan. Perpustakaan itu menjadi bagian dari rutinitas sehari-hari mulai dari anak, remaja, hingga manula,” ujar Ima.
Tak heran, di Perpustakaan Nasional Singapura juga terlihat para warga lanjut usia yang membaca buku dan mengakses internet. ”Perpustakaan Nasional Singapura sangat hidup berkat bermacam-macam aktivitas, seperti pameran, talk show (bincang-bincang), dan membaca dongeng,” katanya.
Perpustakaan itu memang bukan sekadar tempat untuk membaca buku. Di lantai tiga, hiruk-pikuk pementasan teater sering bergema di Pusat Drama Singapura. Tak hanya mementaskan teater, lantai tersebut juga digunakan untuk pementasan musik, tari, peluncuran produk, hingga seminar.
Auditorium berkapasitas 615 penonton itu terdiri dari lantai utama dan dua balkon. Ruangan lain, yaitu black box, bisa menampung 120 penonton. Para pengunjung berdatangan untuk menyaksikan kebudayaan Singapura, Malaysia, China, dan Indonesia.
Pusaran keriuhan para seniman itu sama sekali tak mengganggu keheningan di ruang membaca. Keramaian tersebut diredam lantai-lantai yang berada di antara perpustakaan dan Pusat Drama Singapura. Di lantai empat, misalnya, terdapat Arsip Film Asia (AFA).
Tayangan film melalui televisi yang ditempatkan di depan kantor organisasi nonprofit itu mencuri perhatian para pengunjung. Jika ditilik dari gaya rambut, pakaian, dan kendaraannya, film lawas itu sezaman dengan karya-karya Usmar Ismail di tahun 1960-an.
Rol-rol film disimpan di kantor itu. Sejak didirikan pada 2005, AFA telah menyelamatkan sekaligus merawat banyak karya sinematik sebagai rekaman beragam masa yang sangat berharga. Koleksi AFA mencapai 1.872 judul film Asia. Selain itu, 966 rol telah dibersihkan.
Perpustakaan Nasional Singapura juga acap kali menjadi balai untuk berbaur dengan acara-acara yang digelar di pelatarannya. Nanyang Polytechnic School of Design Graduation (SDN) Show 2019, misalnya, diselenggarakan di beranda yang disebut The Plaza.
Stan-stan yang memajang karya 167 lulusan SDN itu diadakan pada 7-9 Maret 2019. Mereka memamerkan rupa-rupa desain spasial, rancangan industri, dan komunikasi visual. Pameran tahunan itu juga diadakan untuk memeriahkan Singapore Design Week yang berlangsung 4-17 Maret 2019.
Menurut Michello Lubis (25), warga Jakarta, perpustakaan sepatutnya tak hanya berfungsi untuk menambah wawasan dan mudah dicapai dengan biaya rendah.
”Perpustakaan Nasional Singapura menjadi tempat yang sangat menyenangkan. Minat publik untuk datang ke perpustakaan itu pun tinggi,” kata Michello yang datang ke Perpustakaan Nasional Singapura.
Banyaknya pengunjung lansia yang datang ke perpustakaan itu juga menjadi cerminan budaya membaca yang baik di Singapura. ”Senang sekali melihat mereka tak hanya membaca, tetapi juga melek teknologi,” ujar Michello.
Hemat energi
Pendiri Studio Arsitektropis, Ren Katili, mengatakan, mereka yang datang ke Perpustakaan Nasional Singapura juga bisa belajar mengenai bangunan hemat energi. Gedung itu dikenal sebagai perpustakaan yang dibangun khusus untuk negara tropis dengan teknik desain bioklimatik.
”Banyak ruang terbuka di dalam gedung itu sehingga udara mengalir dengan baik. Udara panas naik. Lalu, udara dingin masuk sehingga suhunya tidak tinggi,” katanya. Aliran udara di gedung itu juga lancar karena lokasinya di sudut blok dipadukan dengan rongga atau void di tengah bangunan.
Selain itu, Perpustakaan Nasional Singapura juga dipasangi banyak naungan. Kerai yang dipasang di setiap bagian atas jendela mengurangi panas karena sengatan sinar matahari. Kerai itu dibentuk dengan kisi-kisi agar udara panas bisa keluar.
”Jadi, energi yang digunakan untuk pendingin udara lebih rendah. Pemilihan warna putih juga bertujuan menangkal panas,” ujar Ren. Karena itu, arsitektur Perpustakaan Nasional Singapura diganjar sejumlah penghargaan bergengsi, seperti Green Mark Platinum Award.
Penghargaan itu diberikan Building and Construction Authority Singapura pada April 2005. Otoritas itu juga menyerahkan penghargaan perak Universal Design Award pada Mei 2007 karena pencahayaan gedung yang baik, ruangan luas, dan kemudahan pengunjung mencari tujuan.
Perpustakaan Nasional Singapura pun masih menyisakan humanisme di tengah belantara beton Singapura. Seorang pria lanjut usia tertidur pulas di kursi. Dengkurannya terdengar hingga beberapa pengunjung yang lewat tak kuasa menahan senyum. Mereka memaklumi sehingga membiarkan bapak itu terlelap.