Seni dalam Sekotak Kayu
Eksplorasi atas material kayu seakan tiada habisnya. Kreasi para perancang produk kian terasah oleh ketatnya persaingan sehingga selalu muncul inovasi kerajinan yang unik dan menarik. Desain simpel, tetapi punya nilai fungsional tinggi, menjadi primadona.
Kreasi dari bahan kayu ini terlihat, di antaranya, dari sejumlah produk yang dihasilkan Galeri Lawang dan Gloya by Kriya Nusantara. Keduanya peserta pameran Inacraft yang berlangsung di Jakarta, 24-28 April 2019.
Para pengunjung tampak antusias mengamati dan bertanya-tanya kepada anggota staf Galeri Lawang, Kamis (25/4/2019) siang. Tidak sedikit di antara mereka langsung memutuskan untuk membeli produk-produk itu.
Di antara mebel, seperti lemari dan bangku, sejumlah produk tampak menarik perhatian, seperti sepasang wadah gula dan kopi, kotak tisu gulung, cantolan baju, bingkai cermin, dan kotak penyimpan perhiasan. Warna dasarnya senada, yakni coklat tua, dengan aksen dari bahan yang berbeda pada setiap produk.
Gurat-gurat kayu masih terlihat jelas, tetapi ketika disentuh permukaannya terasa halus. ”Proses mengamplas kayunya sampai empat kali sehingga hasilnya halus ketika dipegang. Ini semua dari olahan kayu limbah pabrik atau bongkaran rumah tua,” ujar Muhammad Verga Prabowo Agus (57), pemilik Galeri Lawang.
Kayu-kayu itu sudah dipanaskan dalam oven sehingga kering. Sisa-sisa limbah kayu potongan kecil dijual kiloan.
Galeri yang berbasis di Semarang dan Yogyakarta ini sudah hampir 10 tahun bergelut dengan kreasi olahan kayu. Verga bekerja sama dengan para perajin kurungan burung di pinggiran Kota Semarang. Dengan berbekal pendidikan desain dan kecintaan terhadap dunia kerajinan, dia pun membuat desain untuk dikerjakan para perajin tersebut. Setelah dibuat sesuai desain, produk dibeli oleh Galeri Lawang, lalu diberi sentuhan akhir.
Selain berkreasi sendiri, Verga juga terinspirasi oleh pengalaman mengunjungi pameran atau kafe. Untuk wadah gula dan kopi, misalnya, dia melihat banyak kafe kecil di seputar Yogyakarta.
”Saya terpikir, kenapa tidak memakai wadah dari bahan alami. Lalu muncul kotak gula kopi itu. Bagian dalamnya hanya diamplas sampai halus sehingga tidak terkontaminasi bahan kimia. Bagian luarnya diberi ukiran tulisan ’gula’ dan ’kopi’ yang simpel,” lanjut Verga.
Perajin ukir dilibatkan untuk memberi aksen manis dan tidak kaku pada produk sehingga bentuk ukirannya tidak rumit.
Tempat tisu toilet, misalnya, dibuat berbentuk kotak ramping dengan kayu bulat pada bagian bawah untuk tisu gulung. Di atasnya ada ruang kecil yang bisa dipakai untuk meletakkan sabun cuci tangan atau pewangi dan pelembab tangan. Kotak itu ditempelkan di dinding sehingga praktis.
Ada juga kotak perhiasan persegi panjang dengan sekat-sekat kecil. Tutupnya terbuat dari kaca bening sehingga terlihat barang yang disimpan di dalamnya.
Material kayu juga dipadukan dengan material lain, misalnya keramik lawas dari lemari buatan zaman kolonial Belanda. Cantolan baju diberi pemanis kaca bertekstur warna hijau atau kuning.
”Bentuknya rata-rata kotak, dengan desain minimalis. Kesan yang terlihat sengaja kami buat lawas, tetapi dipadu dengan material lain agar terlihat lebih menarik,” kata Verga.
Meskipun banyak pembeli berasal dari luar negeri, seperti Jepang, Thailand, dan Malaysia, Verga belum mengekspor produknya. Pasar lokal saja, menurut dia, masih melimpah. Area luar Jawa pun belum banyak digarap meskipun tidak sedikit pembeli yang berasal dari Sumatera.
Glamor
Keindahan seni dengan material dasar kayu juga dihadirkan Gloya by Kriya Nusantara. Dengan sentuhan tangan, material kayu yang diberi aksen ukiran logam ini tampil glamor dan sudah menembus pasar internasional.
Gloya menghadirkan kotak kayu mulai dari yang paling sederhana berupa kotak tisu hingga kotak musik bersuara musik tradisional Nusantara.
Kotak-kotak kayu indah ini ludes terjual di pergelaran Inacraft. Sejumlah konsumen harus rela inden demi memiliki clutch bag atau tas tangan kecil yang dihiasi aneka motif khas Nusantara, seperti kawung. Selain tas tangan, produk kayu lain, seperti radio antik, habis terjual.
Salah satu yang menarik perhatian adalah kotak musik. Aransemen musik serta mesin musik pada kotak ini berkolaborasi dengan Nidec Sankyo Japan yang sudah lebih dari 60 tahun memproduksi kotak musik di Jepang. Konsumen juga dimanjakan dengan beragam pilihan kotak musik. Kotak musik Giza, misalnya, didekorasi dengan pola Arabian, menyajikan musik ”Ya Mustafa”.
Lain lagi dengan kotak musik Moluccan Harmony yang menyuguhkan keindahan Pulau Maluku. Ornamen kotaknya mengambil motif senjata tradisional Maluku, yakni parang salawaku. Instrumen musik ”Rasa Sayange” disuguhkan ketika kotak kayu ini mulai dibuka. Selain Maluku, ada pula kotak musik Peksi Merak dengan kekhasan budaya Jawa.
Alunan musik Peksi Merak adalah lagu instrumental ”Bengawan Solo”, sedangkan kotaknya berhiaskan burung merak dengan ornamen bunga.
”Kotak musik mengangkat lagu Indonesia, seperti ’Kicir-kicir’, ’Janger’, ’Manuk Dadali’. Ini salah satu best seller,” kata Kepala Marketing Gloya Area Bandung Mia Megasari Sekarwati.
Hadir sejak 1990, Gloya memiliki dua kantor, di Bandung dan Jakarta. Sebanyak 90 persen dari produk Gloya ditujukan justru untuk pasar ekspor ke Arab Saudi, Qatar, Amerika Serikat, Denmark, dan Swedia.
Pasar Arab menyukai produk berupa kotak kayu sebagai wadah parfum. Konsumen Eropa menyukai produk pegangan lilin serta aneka kotak kayu. Sementara pasar Amerika Serikat lebih suka mebel, seperti meja etnik.
Untuk pasar lokal, selain radio antik dan kotak musik, pesanan lebih banyak berupa kotak suvenir dengan logo perusahaan yang dibuat sesuai pesanan. Selain bisa dijumpai di galerinya di Bandung, produk-produk Gloya bisa dibeli secara daring. ”Kami menggunakan serbuk kayu yang dipres dengan sentuhan akhir dilapis veneer kayu,” ujar Mia.
Ornamen yang dilengketkan di atas kotak-kotak kayu ini adalah kerajinan tangan yang dibuat menggunakan logam kuningan, baja tahan karat, dan tembaga. Selain kotak-kotak kayu mungil yang cocok sebagai buah tangan, Gloya juga memproduksi mihrab untuk masjid, seperti di Masjid Sunda Kelapa dan masjid di Gorontalo.