Renungan Kamar Mandi
Intan Ayu Purnama alias Tanayu (34) tumbuh bersama rumah yang ditinggalinya sejak kanak-kanak. Di rumah berusia puluhan tahun itu, Tanayu bermetamorfosis hingga menemukan dirinya kini percaya diri menjejakkan kaki di ranah musik elektronik yang kian menjanjikan.
Tiga puluh tiga tahun lalu, dari sebuah rumah di kawasan Palbatu, Jakarta Selatan, Tanayu yang kala itu baru berusia satu tahun diboyong kedua orangtuanya ke rumah baru di kawasan Lebak Bulus. Rumah baru ini berdiri di tanah bekas rawa. Kala itu masih sepi, belum banyak orang tinggal di sana.
Lalu, seperti Tanayu kecil yang beranjak besar, begitu pula rumah yang berdiri di atas lahan 500 meter persegi itu. Sang ayah yang bergelut di dunia seni rupa dan menjalankan perusahaan desain interior juga menjadi perancang rumah keluarga ini.
”Rumah ini growing terus. Setahun atau dua tahun sekali dibongkar karena ayah senang ngebongkar rumah. Enggak ngerti juga kenapa hobi banget ngebongkar,” ujar Tanayu, Kamis (25/4/2019) siang, di teras rumah yang merdu oleh gemericik air kolam.
Dia lalu mengenang rumahnya yang terus berubah itu. Taman kecil di depan rumah itu dulu adalah ”rumah” burung merak peliharaan mereka. Kolam ikan kini jadi ruang makan di belakang rumah. ”Kamar orangtuaku juga dulu di bawah. Terus pindah ke atas. Sekarang balik lagi ke bawah,” kata Tanayu.
Begitu pun kamar Tanayu. Dulu, kamarnya berukuran 3 meter x 4 meter, tipikal kamar perempuan lajang yang jadi markas bagi teman-teman perempuannya. Sejak menikah dan memiliki anak, kamar itu semakin luas, ukurannya menjadi 5 meter x 9 meter.
Kamar yang didominasi warna putih itu kini penuh mainan anak. Koleksi Tanayu, mulai dari majalah musik, majalah seni, hingga box set favorit, seperti The Doors dan Janis Joplin, terpaksa mengalah dengan mainan Keano (3,5), buah hatinya dengan Olaf Djanuismadi.
”Teman-temanku yang dulu suka main dan nginep di sini pasti bilang kamarku berubah banget,” kata Tanayu.
Di kamar yang berubah itulah pusaran hidup Tanayu berada. Sebagai anak tunggal, Tanayu belum mengantongi ”lampu hijau” untuk meninggalkan rumah orangtuanya.
Setelah menjadi saksi perjalanan hidup lajangnya selama bertahun-tahun, kamar itu kini menjadi tempat untuk mengisi hari-harinya bersama buah hati dan suami. Juga menjadi tempat lahir karya-karya musiknya. Salah satunya singel terbaru yang dirilis pekan ini ”Together”.
”Idenya datang tiba-tiba, pas malam hari di rumah. Suami baru pulang, terus kita ngobrol. Di tengah obrolan keluar kalimat di kepala aku. Langsung aku ke kamar mandi. Selalu gitu. Biasanya nongkrong di dudukan toilet, terus rekam lagu sambil nyanyi,” ujar Tanayu.
”Kalau lagi kayak gitu, aku emang kayak butuh space sendiri dan harus selalu di kamar mandi, enggak tau kenapa.”
Menurut dia, sound kamar mandi yang memiliki gema misterius memperlancar aliran kreativitasnya. Hasil ”renungan” kamar mandi itu lalu dikirim ke produser yang lantas akan menggodoknya menjadi lagu utuh di studio. Tidak hanya lirik dan notasi, Tanayu juga selalu menyertakan bayangan aransemen dan ambienceyang diinginkan untuk lagu.
Rumah keluarga Tanayu terdiri atas bangunan tiga lantai. Lantai dasar menjadi area tempat tinggal, lantai dua sempat menjadi kantor sang ayah, tetapi kini sudah tidak difungsikan lagi. Sementara lantai tiga menjadi galeri untuk koleksi benda-benda seni sang ayah.
”Ayahku koleksi barang-barang seni, mulai dari barang antik sampai lukisan. Dulu di rumah selalu ada pelukis atau tukang ukir dari Bali yang tinggal. Ada juga yang sampai sekeluarga ngukir di sini,” kata Tanayu.
Padu padan
Kecintaan sang ayah pada benda-benda seni itu tecermin pada interior di rumah Tanayu. Tak ada gaya khusus karena sang ayah senang memadupadankan koleksi seninya. Memasuki rumah Tanayu serasa memasuki galeri seni.
Di pintu depan, sang ayah memasang pintu kayu bekas mushala dengan ukiran berbahasa Arab yang didapatnya dari Kudus, Jawa Tengah. Begitu juga dengan pintu-pintu di lima kamar yang ada di situ, termasuk pintu kamar Tanayu. Ruang tamunya penuh keramik berusia ribuan tahun.
Sebagai pembatas menuju ruang tengah, ada gebyok Madura. Juga cermin besar bergaya China yang asalnya merupakan rangka depan tempat tidur. Banyak pula patung, ukiran, dan lukisan favorit sang ayah.
Ruangan yang didominasi warna-warna cerah, seperti merah dan kuning, itu juga dipermanis dengan benda-benda hasil buruan dari luar negeri. Beberapa lampu Maroko tergantung di ruang makan, ruang televisi, dan ruang tamu.
Di lantai dua, ruangan bekas kantor sang ayah, didominasi kayu-kayu bulian dari Muara Bulian, Jambi. Kayu jenis itu sangat kokoh, biasanya digunakan sebagai tiang pancang kapal. Untuk menjaga sirkulasi udara dan cahaya, kaca-kaca dengan corak lukisan China dipasang di bagian depan rumah.
”Aku sih enggak ikut campur soal desain dan penataan interior. Paling kamar aku saja karena itu, kan, wilayah aku. Selera art aku sama ayah juga beda karena beda zaman. Paling cuma kasih saran kalau ditanya,” kata Tanayu santai.
Yang jelas rumah itu telah menjadi tempat ternyaman bagi seluruh penghuni rumah.
Toh, tak bisa dimungkiri, kecintaan sang ayah pada seni menurun pada Tanayu. Tanayu kecil yang senang ikut-ikutan sang ayah melukis kerap diperdengarkan lagu kesukaan ayahnya. The Doors, Led Zeppelin, Frank Zappa, Deep Purple, hingga Pink Floyd. Kadang juga lagu-lagu opera Kitaro, Enya, hingga Black Sabbath.
”Mungkin jadi nempel, terngiang-ngiang terus. Jadinya aku seneng karakter musik yang punya sound unik,” kata Tanayu.
Jika di awal karier karya-karyanya di jalur musik elektronik dirasakan belum maksimal, kali ini Tanayu merasa lebih total. ”Selama ini kalau bikin karya selalu mikir, entar industrinya suka apa enggak. Ada penggemarnya apa enggak. Kalau sekarang udah bener-bener keluarin visi yang segila-gilanya, yang paling liar, paling pol-polan,” katanya.
Meditasi
Keberanian untuk lebih jujur itu lahir justru setelah Tanayu merasakan beratnya perjuangan membangun karier di dunia musik. Meditasi membantunya membuka diri lebih dalam lagi. Berkarya lebih total lagi.
”Together” menjadi karya pertamanya yang digarap dengan visi lebih jujur juga secara mandiri tanpa campur tangan label. Dia yakin, era digital akan membukakan jalan yang lebih luas meski dia memilih bekerja secara mandiri.
”Enaknya dalam perjalananku mencapai apa yang aku cita-citakan ini, aku punya anak, ada orangtua yang tetap support. Kalau anakku lagi enggak bisa diajak, aku bisa titip sama oma opanya dan mereka happy -happy saja. Jadi, anakku full of love. Saat aku dan suami sibuk, dia enggak kehilangan kasih sayang. Hatinya enggak kosong karena ada oma opanya,” kata Tanayu.
Di akhir pekan, mereka biasa berkumpul sebagai keluarga besar. Makan bersama meski tak harus di meja makan. Di luar waktu itu, mereka juga biasa berkumpul di kamar Tanayu. Begitupun jika ada kerabat yang bertandang.
”Rumah ini perannya besar banget. Mungkin karena aku bertumbuh sama dia bertahun-tahun. Rumah ini selalu bisa memberi inspirasi buat aku. Kalau lagi nulis lagu, enggak pernah sampai dicari-cari, inspirasinya selalu muncul. Kedua orangtuaku adalah support system terbesarku,” kata peraih Anugerah Musik Indonesia 2013 kategori Dance Electro Terbaik ini.