Romantisisme dalam Lembar Kain
Perbedaan bukan halangan untuk melahirkan kekuatan. Justru, di tangan Adrian Gan, perbedaan melebur menjadi keindahan. Kemegahan era Dinasti Qing, berpadu dengan romantisisme era Regency Eropa, mewujud dalam busana-busana cheongsam glamor.
Romantisisme dan kemegahan busana tersebut tampak dalam pergelaran Adrian Gan Couture Show 2019 bertajuk ”ConQuerence”, Rabu (3/4/2019) malam, di Ballroom Hotel Mulia Senayan.
Melalui 40 busana rancangannya, Adrian mengajak para penikmat mode larut dalam memori masa lalu tentang dunia Barat dan Timur. Pertemuan budaya Barat dan Timur, ciri khas Adrian, diramu menjadi busana layak pakai dengan aura keindahan, kemegahan, dan romantisisme.
Untuk membuat koleksi tersebut, Adrian butuh waktu sekitar setengah tahun. Hal itu karena ia harus memastikan benang-benang yang diperlukannya tersedia. Sebuah baju bisa terdiri dari ratusan gulungan benang karena dibutuhkan gradasi warna.
Mengawali pergelaran, Adrian menghadirkan beberapa rancangan busana berwarna putih gading dengan renda atau lace antik dipadu dengan ragam renda baru. Perpaduan renda klasik dan modern itu menghadirkan busana-busana elegan.
Tanpa berjeda, Andrian juga menghadirkan koleksi gaun dengan bordir lucu, seperti karakter tradisional wayang kertas China (paper cut), lalu dikombinasikan dengan teknik patchwork. Koleksi ini seakan mulai menggiring penonton pada nuansa lebih segar dan muda. Namun, tetap saja, perkawinan antara Dinasti Qing dan era Regency Eropa terasa kental dalam setiap motif.
Dinasti Qing terlihat dari motif burung dan serangga yang hampir selalu ada. Adapun era Regency Eropa kelihatan dari motif bunga dan garis lengkung gaya arsitektur barok.
Yang tidak ketinggalan dalam koleksi Adrian kali ini adalah busana malam, baik setelan dengan jaket maupun tidak. Salah satu inovasi tampak dari penggunaan bahan wol yang biasa digunakan untuk setelan jas pria, kali ini dibuat menjadi cheongsam.
Berani
Adrian tampak berusaha melepaskan diri dari pakem cheongsam tradisional. Oleh karena itu, ia berusaha menabrakkan siluet jubah-jubah era Dinasti Qing dengan potongan lebih berani dan modern. Misalnya, cheongsamdibuat setengah badan lalu bagian belakang dibuat menjuntai hingga lantai. Tentu, potongan baju ini dikombinasikan dengan bawahan rok melebar.
”Biasanya saya membuat koleksi cheongsamdengan mengacu pada pakem tradisional. Namun, kali ini saya berusaha mendefinisikannya dalam pakem yang lebih seru,” katanya.
Malam itu Adrian menyuguhkan cheongsam dalam rupa siluet, warna, motif, dan pengolahan material di luar yang biasa digeluti. Dalam penggunaan motif bordir, misalnya, Adrian biasanya menggunakan motif-motif tradisional China. Namun, kali ini ia menyandingkan motif itu dengan bunga-bunga gaya Eropa.
Meski begitu, sebagaimana karya-karya Adrian sebelumnya, koleksi kali ini masih tetap menggunakan jacquard (kain bermotif karena tenun) sebagai ciri khasnya, bahan sutra velvet, dan sulaman dengan benang-benang emas.
Kekuatan sulam pada koleksi Adrian pun tetap kentara. ”Untuk membuat sebuah jaket sulam, butuh waktu hingga dua bulan karena satu jaket butuh setidaknya 100 warna benang,” kata desainer yang disebut-sebut sebagai salah satu desainer cheongsamterbaik di Indonesia ini. Benang berkualitas saat ini masih dibeli Adrian dari luar negeri.
Hal menarik juga tampak dari koleksi busana pengantin yang dimunculkan sebagai penutup pergelaran. Busana pernikahan itu merupakan perpaduan dari kain sulam tua berusia 100 tahun yang ditemukan Adrian di salah satu pasar di Paris dengan jenis kain gorden lama koleksi Adrian untuk bagian dalam baju.
”Saya memang mengoleksi kain-kain tua. Bagi saya, benda-benda tua itu memiliki nyawa dan menghadirkan aura tersendiri. Karena mengaplikasikan sulam tua yang sudah rengat dengan sulam baru tidaklah mudah, butuh ketelitian dan kesabaran untuk membuatnya,” kata Adrian.
Mempertemukan sulaman lama dan baru tidaklah mudah. Adrian harus memadukan sulaman sutra kuno dengan benang rayon baru yang dinilai paling mirip. Hasilnya, fantastis. Nyaris tak kelihatan bedanya.
Secara keseluruhan, Adrian menyuguhkan busana-busana berkualitas dengan pekerjaan tangan rapi. Melalui ”ConQuerence”, Adrian ingin menyampaikan eksplorasinya dalam mengolah kain dengan keberanian. Conquerence berasal dari contradiction (kontradiksi), Q (dari Dinasti Qing), pure (murni), dan romance (romantisisme).
Benar saja. Pertemuan antara tradisional dan modern, tua dan muda, baru dan lama tidak menjadikan koleksi Adrian saling bertentangan. Perbedaan itu justru diramu menjadi keindahan melalui pekerjaan tangan rapi dengan detail-detail menawan.