Vivo memamerkan Apex, ponsel yang menampilkan segenap kecanggihan teknologi yang bisa dihadirkan untuk pasar. Sayangnya, ponsel ini tidak akan bisa dibeli konsumen.
Oleh
Didit Putra Erlangga Rahardjo
·4 menit baca
Seri ponsel yang dipamerkan Vivo pada Jumat (26/4/2019) pagi itu bernama Apex, singkatan dari All Prototype Experience. Seperti namanya, ponsel purwarupa itu mengumpulkan keunggulan teknologi dan dimampatkan di satu produk. Hanya satu kabar buruk: konsumen tidak mungkin membelinya.
Terdapat dua ponsel Apex yang disediakan Vivo Indonesia untuk dicoba-coba selama acara tersebut. Waktu lebih banyak dihabiskan untuk memahami fitur-fitur menarik yang diimplementasikan, seperti absennya lubang dan tombol fisik di sekeliling badan. Berbagai pertanyaan pun langsung muncul di kepala, seperti cara ponsel mengeluarkan suara, manajemen suhu, mengisi daya, hingga pengalaman bagi pengguna.
Namun, pada saat yang sama, menggenggam ponsel Apex cukup menarik karena mengundang rasa penasaran akan teknologi yang bisa dinikmati oleh para pengguna.
Super unibody design adalah penjelasan dari Vivo mengenai wujud ponsel yang terbilang janggal itu. Desain produk ini memungkinkan bagian tanpa celah dari ponsel. Ponsel yang ada setidaknya membutuhkan tiga tombol fisik, sepasang untuk pengatur kelantangan suara dan satu lagi untuk daya.
Masalah itu diselesaikan dengan teknologi touch sense yang diperkenalkan berikutnya. Secara sederhana, touch sense memungkinkan pengguna untuk mendapatkan tombol virtual di badan ponsel. Tidak lagi menekan, tetapi meremas bagian tersebut dengan jari dan disambut getaran umpan balik untuk memberi respons ke kepala pengguna bahwa ”tombol sudah ditekan”.
Grill pengeras suara adalah keharusan dari setiap ponsel agar suara yang dihasilkan bisa lantang terdengar. Karena hal itu absen dari desain super unibody yang diterapkan Vivo, solusi berikutnya yang dipakai adalah body soundcasting technology.
Memanfaatkan getaran yang diproduksi secara unik dan khusus di bagian belakang, Apex bisa mengatasi pertanyaan soal produksi bunyi meski harus diuji secara terpisah dari sisi kualitas dengan ponsel seri lain.
Pertanyaan paling menggelitik tentu terkait pengisian daya. Teknologi yang sekarang dipergunakan adalah colokan untuk kabel micro USB, USB Type-C, hingga lightning seperti diterapkan untuk Iphone. Ini adalah lubang terakhir yang ditutup Vivo.
Sebagai gantinya, Vivo memperkenalkan magport berbasis magnet. Terdapat tujuh konektor berbentuk pelat kecil di punggung ponsel sebelah bawah yang dihubungkan melalui kabel dengan arus magnet untuk memastikan koneksi dengan ponsel terjadi dengan mantap.
Begitu terdengar klik dan magnet di kabel menempel ketat di badan ponsel, koneksi daya dan data pun bisa dilangsungkan. Magnet juga memandu pengguna agar tidak menghubungkan secara terbalik.
Demonstrasi
Tentu ada begitu banyak pertanyaan lanjutan dari solusi yang ditawarkan Vivo. Misalkan, jaminan ketersediaan perangkat yang mendukung teknologi magport atau kompensasi dari koneksi berbasis magnet, misalnya kecepatan transfer data atau pengisian daya.
Pun sama dengan body soundcasting technology, terkait kualitas yang dihasilkan. Apakah itu hanya formalitas demi menghilangkan colokan audio dan menggiring pengguna untuk memakai produk nirkabel melalui koneksi bluetooth.
Teknologi dari touch sense juga tidak luput dari pertanyaan, sejauh mana tombol sentuh ini memberikan kontrol kepada pengguna, termasuk melakukan fungsi khusus, seperti mengambil tangkapan layar (screenshot) dengan kombinasi tombol daya dan volume, termasuk mengaktifkan moda pemulihan (recovery) untuk pemasangan ROM atau lainnya.
Dan sayangnya, jawaban akan pertanyaan tersebut belum terungkap dalam waktu dekat karena Vivo hadir untuk memberikan pesan, bukan yang lain. Tidak ada kesempatan untuk mengujinya di pasar karena memang tujuan Apex bukan untuk itu.
”Ponsel Apex memang ada untuk menunjukkan teknologi-teknologi yang bisa diakomodasi oleh Vivo. Pertanyaan berikutnya bahwa apakah teknologi itu akan hadir di Indonesia akan dijawab melalui pertimbangan pasar setiap negara,” ujar Yoga Samiaji, Senior Product Marketing Vivo Indonesia.
PR Manager Vivo Indonesia Tyas Rarasmurti menyebut, teknologi yang diusung Apex menjadi kisi-kisi dari inovasi Vivo untuk seri-seri ponsel mereka yang akan hadir di Indonesia. Meski bukan datang secara keseluruhan, seri berikutnya, baik kelas menengah maupun unggulan, bisa jadi mengadopsi salah satu dari teknologi tersebut.
Salah satunya adalah teknologi full screen fingerprint display yang kini memungkinkan verifikasi keamanan biometrik lewat sidik jari di sekujur permukaan layar, tidak lagi hanya terpaku pada satu titik yang saat ini berada di tengah layar sebelah bawah. Pada Apex seri tahun sebelumnya, teknologi tersebut baru bisa dieksekusi untuk separuh layar bawah.
Penjelasan itu bisa diartikan, meskipun canggih, pertimbangan bahwa teknologi ini akan bisa mendatangkan calon konsumen untuk membeli produk Vivo juga masih harus dibuktikan. Lagi-lagi, setiap teknologi baru butuh waktu untuk memberikan pemahaman kepada calon konsumen, termasuk menanti ekosistem perangkat pendukung siap.
Namun, setidaknya konsumen bisa mendapatkan gambaran sejauh mana teknologi ponsel sudah berjalan. Perkara apa yang bisa mereka temui di pasar tentu adalah hasil pertimbangan kelaikan pasar di setiap negara. Yang bisa dilakukan adalah menunggu.
Editor:
Bagikan
Kantor Redaksi
Menara Kompas Lantai 5, Jalan Palmerah Selatan 21, Jakarta Pusat, DKI Jakarta, Indonesia, 10270.
Tlp.
+6221 5347 710
+6221 5347 720
+6221 5347 730
+6221 530 2200
Kantor Iklan
Menara Kompas Lantai 2, Jalan Palmerah Selatan 21, Jakarta Pusat, DKI Jakarta, Indonesia, 10270.