Pertama kali menggenggam tubuh kamera Fujifilm seri X-T30, seakan mengembalikan kenangan masa lalu saat memotret dengan kamera analog. Kontur tubuh dan tombol di kamera ini mengingatkan kamera era tahun 1990-an, ketika kamera masih menggunakan film negatif dan positif (slide) 35 mm.
Oleh
Eddy Hasby
·5 menit baca
Pertama kali menggenggam tubuh kamera Fujifilm seri X-T30, seakan mengembalikan kenangan masa lalu saat memotret dengan kamera analog. Kontur tubuh dan tombol di kamera ini mengingatkan kamera era tahun 1990-an, ketika kamera masih menggunakan film negatif dan positif (slide) 35 mm. Bentuk tubuh Fujifilm seri X-T30 yang klasik ini mirip dengan kamera Nikon FM2, Canon F1, Ricoh, Fujica, dan Pentax pada zamannya.
Fujifilm seri X-T30 ini merupakan replika turunan Fujica seri ST 901 dan ST 701, yang menjadi cikal bakal beberapa kamera Fujifilm seri X. Bentuk tubuhnya masih mempertahankan beberapa tombol, seperti penyentelan ASA film, bentuk jendela bidik, bahkan juga konektor pada tombol kabel rilis rana.
Kala 1990-an itu, kamera masih menggunakan film negatif dan positif, tercatat beberapa merek film 35 mm untuk kamera fotografi seperti Kodak, Ilford, Agfa, Konica, dan Fujifilm. Fujifilm sendiri saat itu meluncurkan berbagai ragam dan karakter film negatif, seperti Superia, Reala, serta film 35 mm positif atau slide Fujichrome, Velvia, dan Astia.
Ragam nada warna karakter dari Fujifilm negatif maupun positif 35mm ini diduplikasikan dalam format digital pada beberapa produk kamera digital produk Fujifilm saat ini. Hal ini membangkitkan kenangan bagi fotografer yang pernah mengalami transisi dari kamera era analog masa lalu ke kamera digital kini.
Kesinambungan evolusi warna film 35 mm produksi Fujifilm ini berlanjut pula pada kamera Fujifilm seri X-T30, yang ditanam pula duplikasi variasi efek warna 16 pilihan pada film simulation yang berlaku pada still image (foto) ataupun motion pictures (video). Misalnya simulasi dari film Provia, Velvia, Astia, Classic Chrome Negatif Hi dan Standar, Eterna yang berkarakter sinema, Acros, Monochrome, dan Sephia.
Banyaknya pilihan ini memberikan variasi warna dalam dunia digital, tetapi soal warna bergantung pada fungsi, mood atau suasana sesuai dengan colour storytelling untuk mewujudkan efek dramatis visual.
Sensor X-Trans CMOS 4 dengan ukuran 23.5mm x 15.6mm APS-C yang ditanam di kamera ini mampu menghasilkan resolusi 26,1 megapiksel (6240 x 4160) untuk gambar beku original format RAW (RAF) dan JPEG (Exif Ver.2.3). Sensor ini mengurangi efek noise dan efek pola moire (efek detail pola berulang) yang sering melanda sensor kamera digital.
Kombinasi X-Processor 4 terbaru di kamera ini menyeimbangkan kinerja Sensor X-Trans CMOS 4 dalam meningkatkan kekayaan nada warna pada film simulation. Di sini tampaknya Fujifilm tetap berkomitmen mempertahankan moto ”seindah warna aslinya”.
Paduan kedua item ini memberikan kemampuan pada kecepatan sensor yang memiliki 425 titik fokus untuk mendeteksi secara akurat pada saat subyek bergerak dalam mendeteksi gerakan wajah dan mata (face, eye detection) subyek pada saat memotret maupun merekam video.
Ada enam model pilihan untuk kepekaan dan akselerasi mendeteksi fokus subyek mengejar momen dengan kecepatan tinggi pada menu AF-C Custom Settings, dan dapat pula dibuat pengaturan pribadi sesuai dengan kebutuhan fotografer.
Dengan menggunakan rana mekanik dan elektronik, kamera ini mampu merekam foto 8 bingkai per detik hingga 30 bingkai per detik terus-menerus tanpa ada efek blackout (tidak terekamnya gambar dengan sempurna pada saat kamera melakukan rekaman secara terus-menerus).
Kamera berbobot 333 gram bermaterial bodi terbuat dari plastik komposit ini memiliki tingkatan kepekaan cahaya secara otomatis dan ISO 80 hingga 51200. LCD monitor merupakan layar sentuh 3 inci dengan 1,04 juta titik dan jendela bidik elektronik memakai OLED 2,36 juta titik.
Meski kamera ini tidak dilengkapi IBIS (in body image stabilization), kamera ini dapat bekerja dengan menggunakan lensa Fujinon seri XF yang memiliki OIS (optical image stabilization) cukup untuk menjaga kestabilan gambar pada posisi bukaan rana rendah.
Mengejar era multimedia
Fujifilm tidak terlena dengan loyalitas dalam mengembangkan ilmu warna (color science) profil warna digital Film Simulation yang kini semakin populer. Mereka juga berusaha mengejar kemajuan teknologi dari sisi videografi yang kini tumbuh pesat.
Selain pilihan warna Film Simulation, ada juga F-Log warna dasar yang memberikan kemudahan saat olah warna efek drama sinematik film dan video.
Kamera ini juga berusaha meningkatkan kualitas videonya dengan menaikkan bitrate hingga 200Mbps dengan video beresolusi 4K (3840 x 2160) 30 fps 200 Mbps, DCI 4K (4096 x 2160-17:9) 30 fps 200 Mbps, dan Full HD (1920 x 1080) 50 fps 200 Mbps berformat MOV (MPEG-4 AVC)/H.264.
Rekaman video internal mengunakan kartu memori pada kamera ini mengeluarkan data warna 4:2:0 8bit, bila menggunakan koneksi HDMI mengeluarkan data warna 4:2:2 10bit.
Bagi fotografer yang menyukai timelapse motion, kamera ini dilengkapi dengan interval timer shooting. Pemotretan dengan waktu jeda ini menghasilkan maksimum 999 bingkai gambar. Untuk video gerakan lambat atau slow motion, tersedia pilihan 120 fps dan 100 fps dengan resolusi Full HD (1920 x 1080).
Ketika mencoba kamera ini pada fasilitas eye detection untuk merekam foto dan video, indikator pada titik fokus bekerja dengan cepat mendeteksi gerakan mata dan wajah. Perkembangan teknologi ini sangat membantu fotografer dan videografer untuk tetap menjaga titik ruang fokus pada subyek yang bergerak ataupun gerakan kamera (camera movement). Menggunakan lensa Fujinon zoom seri XF, kamera untuk segmen menengah ini menghasilkan kesan warna lebih lembut (soft) dan ruang ketajaman (depth of field) lebih terasa bokeh.
Kelengkapan fitur-fitur di kamera seri X-T30 yang bertubuh mungil, hasil adopsi dari kamera Fujifilm X-T 3, patut mendapatkan apresiasi sebagai ”The Little Giant”.
Selain berbagai keunggulan itu, ada beberapa catatan terhadap kamera ini, seperti penempatan posisi baut pemasangan pelat tripod. Ini sepertinya masalah kecil, tetapi sangat penting. Ke depan, menilik perkembangan kamera Fujifilm di seri XT dua digit ini, diharapkan ada sentuhan perubahan posisi baut pemasangan pelat tripod agar lebih mempermudah saat penggantian kartu memori dan baterai.