Mediterania-Indonesia di Meja Segundo
Lezatnya masakan Indonesia yang dikawinkan dengan kuliner Mediterania racikan Chef Andrea Peresthu sungguh menggugah selera. Sajian ini dapat dinikmati di Restoran Segundo, Hotel Monopoli Jakarta.
Chef Andrea Peresthu yang telah memiliki 10 restoran di tiga kota di Indonesia memang menjanjikan rasa masakan yang bakal bikin hati terkenang-kenang. Hidangan khas dari Spanyol, tapas platter, racikan Andrea di Segundo, misalnya, berhasil melambungkan rasa.
Sepiring makanan pembuka ini terdiri dari udang, jamur, irisan paprika, irisan terung, dan zukini. Setiap irisan sayur yang sudah difermentasi lalu dipanggang ini dimakan dengan cocolan mayones Spanyol yang disebut aioli. Berbeda dengan mayones kebanyakan, aioli semakin gurih diolah dengan campuran bawang putih.
Rasa Mediterania dari tapasplatter disandingkan dengan roti pita, yaitu roti kosong bulat kecil yang banyak dikonsumsi dalam berbagai masakan Timur Tengah, Mediterania, dan Balkan.
”Saya lama tinggal di Spanyol, makanan mereka fresh, tasteful, dan sehat,” kata Chef Andrea yang tinggal 15 tahun di sejumlah negara di Eropa.
Belum selesai mengagumi rasa makanan pembuka ala Spanyol, menu utama yang sangat Indonesia segera terhidang di meja. Kali ini adalah ayam klaten. Bahan baku ayam yang digunakan selalu hanya ayam kampung berukuran jumbo.
Sepotong paha ayam klaten telah terlebih dulu dibacem dan dibakar sebelum kemudian disajikan bersama dengan sambal segar. ”Dibakar sehingga ada asapnya. Sesuai platform makanan di sini, harus ada grilled-nya,” tambah Andrea.
Pilihan untuk menyajikan ayam bakar klaten cukup sederhana. Hal ini lebih karena Andrea sangat menyukai menu tersebut. Seluruh menu masakan Indonesia di Segundo memang mencerminkan karakteristik pribadinya.
Singgang ayam padang, misalnya, mengingatkan pada kebiasaan masa kecilnya ketika gemar ”mencuri” ayam singgang yang digunakan untuk sesaji di pemakaman.
Tidak hanya menunya yang merupakan representasi dari selera Sang Chef, cara makan aneka hidangan itu pun juga sesuai dengan kebiasaan makannya. ”Ini semua comfort food saya. Taste dan cara saya makan. Maunya saya, ya, pakai tangan kalau makanan Indonesia. Makan ramai-ramai pakai tangan,” ujar Andrea.
Sambal juara
Keindonesian itu semakin lekat di ingatan karena pilihan bahan baku yang mengutamakan kualitas. Untuk aneka sambal segar, terasi yang digunakan adalah terasi pilihan dari Pulau Bangka. Orang bisa bikin seribu sambal dengan seribu rasa yang berbeda karena terasinya beda. Terasi Bangka dipilih karena dibuat dari udang rebon yang difermentasi dengan cara dikubur di pasir laut 3-4 hari lalu digiling tanpa tambahan bahan kimia atau pengawet.
Sambal Segundo terasa juara karena masih disentuh dengan ulekan cobek dengan tangan. ”Sebagian diblender, sebagian diulek. Kekasaran menentukan karakter. Karakter sangat menentukan rasa. Aroma, flavor, dan tekstur harus jadi perhatian. Saya juga harus memastikan sumber bahan masakan saya masih natural,” kata Andrea.
Untuk menjamin kesehatan dari bahan baku makanan, seluruh daging harus melalui pembekuan. Dengan membekukan daging hingga suhu minus 25 derajat celsius, seluruh bakteri akan mati. Proses satu kali pembekuan ini menjadi prosedur yang tak boleh dilewatkan di Segundo untuk menjamin kualitas bahan baku.
Terasi segar dalam adonan sambal tomat segar juga bisa dirasakan dalam menu spesial bazaar iftar yang khusus dihadirkan pada bulan Ramadhan. Bazaar iftar berupa sepiring besar masakan khas Indonesia.
Dian Ayu Kusumo, General Manager Hotel Monopoli, menyebutkan, tamu restoran bisa memilih perpaduan antara ayam dan seafood, daging sapi, atau kambing. ”Kita buat spesial menu dengan set, bukan prasmanan,” kata Dian.
Dalam bazaar iftar terdapat dua pilihan nasi, yaitu nasi kuning dan nasi butter. Daging ayam bakarnya selalu ayam kampung, sedangkan daging kambing diimpor dari Selandia Baru. Lauk pelengkapnya adalah balado telur dan perkedel dengan taburan aneka sayur mentah. Sambal embe khas Bali yang diolah dari bawang goreng dan sambal tomat segar bakal mendongkrak selera makan.
Makanannya boleh sangat Indonesia, tetapi gaya penampilannya ala Maroko dan Turki dengan penyajian di piring besar. Cara menghidangkannya pun seru karena aneka daging, seperti ayam, kambing, dan cumi, ditusuk dengan besi panjang. Menu panggangan dirasa paling cocok untuk menumbuhkan gairah makan di bulan puasa.
Penampilan ”rustic”
Di piring besar ini, nasi diletakkan di bagian paling bawah seperti terinspirasi adat makan bersama atau bajamba khas Minangkabau. Seporsi bazaar iftar ini bisa disantap dua hingga empat orang. Gaya penampilannya juga rustic atau dibiarkan apa adanya. Sayuran mentah ditaruh begitu saja—tanpa dihias—di atas beragam masakan tadi.
”Tetapi, enggak berarti gampang. Kalau enggak ada feeling, enggak jadi,” kata Andrea.
Meskipun mengawinkan menu Mediterania dengan Indonesia, Andrea mengaku bukan penggemar menu fusion. Dua makanan dari tradisi berbeda itu ditaruhnya di meja yang sama, tetapi tidak dalam satu piring.
Karena menargetkan pasar anak muda dan keluarga, menu sengaja dirancang lebih populer. Pilihan menunya pun tipe individual menu yang lebih digemari anak muda.
Pernah bekerja sebagai Assistant Professor (Urban & Regional Planning) di Delft University of Technology, Belanda, Andrea yang adalah seorang arsitek sudah menyukai masak-memasak sejak umur tujuh tahun. Kegemaran memasak itu lalu ditekuninya secara profesional lima tahun terakhir.
Ia kemudian melahirkan Javanegra Gourmet Atelier, Restoran Daun Muda, hingga Resto Cielo 37 di Yogyakarta. ”Start dari iseng. Saya hobi party. Terima memasak untuk dua atau empat orang. Setelah dua tahun buka satu restoran, tahun ke tiga buka dua restoran. Saya dari kecil masak dan saya bawel ketika makan. Enggak banget, nih, saya masak, deh,” kisah Andrea tentang perjalanannya.