Kilau Kendari Werk
Kerajinan perak Kendari telah teruji berbilang dekade, melintasi zaman, dan beragam tantangan. Hasil karya perajin berteknik tinggi ini melekat di banyak orang, hingga ke negeri jauh. Kini, kilau Kendari Werk terus diasah dan ditempa agar tetap terjaga.
Kendari Werk, dibaca werek dalam dialek lokal, atau karya Kendari dalam bahasa Belanda, adalah warisan bermutu tinggi di ibu kota Sulawesi Tenggara ini. Kerajinan ini adalah olahan perak dengan teknik benang perak (filigree). Di Kota Kendari, kerajinan perak diupayakan agar tetap bertahan. Salah satu tempat untuk melihat proses pembuatan perak ada di bengkel kerja Dekranasda Provinsi Sultra.
Selasa siang, pekan pertama Mei lalu, dengan berhati-hati, Anto Pujiono (37) mengambil satu per satu hasil kerajinan perak yang direndam dalam air raksa di sebuah stoples bening. Bros berbentuk bunga, cincin, dan ornamen kalung bertumpuk di dalamnya. Memakai pinset, ia memindahkan kerajinan itu ke baskom berisi air. Cekatan, ia lalu membersihkan hasil kerajinan itu dengan sikat kayu. Bolak-balik di kedua sisi.
”Biar yang hitam-hitam, atau bekas bakaran itu hilang benar. Tapi, tidak bisa sekali langsung hilang, bisa sampai lima kali proses seperti ini,” ucapnya.
Produk kerajinan itu lalu ia letakkan di atas meja kerja. Di depannya terhampar bermacam alat, mulai dari palu, tang kecil, gunting, pelat khusus, dan beragam perlengkapan kerja lainnya. Beberapa kerajinan perak yang telah ia bersihkan juga ia tata di depannya.
Di bawah, kaki kanannya sigap di atas pompa tradisional. Pompa dari kayu dan karet itu tersambung ke sebuah selang panjang. Setiap ia memompa, ujung selang yang terbuat dari besi akan mengeluarkan api. Semakin kuat ia memompa, tekanan api akan semakin besar. Di pegangan selang, ia memiliki semacam tombol pengatur besar-kecil api yang keluar. Serupa selang air, tetapi kali ini yang keluar api.
Ia lalu mengambil sebuah bros yang baru dibuat dengan pinset. Nyala api ia arahkan ke semua sisi bros itu. Wuuzzzz!
Api menjilat berbagai sisi. Setelah beberapa saat, kakinya berhenti memompa, lalu bros itu kembali ia masukkan ke toples berisi air raksa. ”Diulang sampai benar-benar bersih,” ucapnya.
Ini merupakan tahap akhir pembuatan kerajinan perak itu. Proses pembersihan sekaligus kontrol kualitas berulang dilakukan agar hasil dari kerajinan benar-benar bersih dan mengeluarkan kilau perak. Kemudian, kerajinan ini siap dipajang atau diserahkan kepada pemesan.
Di awal proses pembuatan, para perajin melebur perak mentah dengan pemanas pompa tradisional hingga leleh merata. Perak lalu dicetak dalam cetakan balok, kemudian ditempa.
Bahan juga dibentuk dengan mesin pres untuk menghasilkan benang-benang perak berbagai ukuran. Benang-benang itu lalu diolah dan dibentuk menjadi perhiasan. Semuanya dikerjakan dengan tangan.
Di sebuah meja panjang, Mimi Ekawati (33) seakan berada dalam dunianya sendiri. Ia tidak terganggu dengan aktivitas pembakaran atau proses pembersihan yang dikerjakan rekan di dekatnya. Bermodal pinset dan gunting, Mimi asyik membuat ”isian” kerajinan perak.
Telaten jemarinya bergerak menggulung benang perak hingga membentuk gulungan sempurna. Saat mencapai ukuran yang diinginkan, ia segera memotong. Sehelai daun tercipta dari teknik gulungan yang ia lakukan tadi. Ia lalu melanjutkan hingga mencapai lima helai. ”Nanti akan ditaburi lem perak biar tidak lepas. Kalau ini namanya teknik gulungan, lumayan mudah. Yang ribet itu teknik isian karena harus menggabungkan satu-satu,” ucap Mimi.
Teknik isian, tambah Mimi, adalah gabungan potongan pendek dari benang perak yang digulung kecil. Gulungan ini lalu disatukan dengan gulungan lainnya untuk mengisi struktur yang telah ditentukan, baik itu untuk daun, kelopak bunga, maupun struktur besar lainnya.
Secara hasil, kedua teknik ini memberikan tampilan berbeda. Jika teknik gulungan menampilkan pola simetris yang bergulung-gulung, teknik isian akan terlihat sebagai sesuatu yang sporadis, tetapi tetap indah.
Kedua teknik ini sering dipakai bersamaan dalam satu buah pola kerajinan. Hasilnya, misalnya, adalah sebuah bros berbentuk daun besar yang mengilap, rumit, dan menyajikan motif tak biasa. Bulatan kecil di beberapa bagian, gulungan yang rapat di bagian yang lain, atau motif serupa jaring di sisi lainnya.
”Harus sabar, apalagi kalau sampai terlepas, he-he-he,” kata Mimi. ”Tapi, karena terbiasa, jadi jauh lebih sabar. Kalau kami di sini, perempuan itu yang kerjakan (bagian) mengisi kerajinan. Perajin laki-laki yang bikin pola sama bahan, begitu pembagiannya.”
Adaptasi
Mimi adalah satu dari tiga perempuan perajin yang ada saat itu. Mereka bertugas mengisi pola sesuai struktur yang telah dibuat. Kreativitas dan ketelitian mereka diuji di tahap ini.
Teknik isian mereka pelajari dari para senior di bengkel kerja ini. Awalnya, teknik isian lebih banyak berupa benang-benang tipis yang dirajut sedemikian rupa. Namun, sering kali benang-benang ini habis terbakar saat proses pembersihan.
Perajin lalu memodifikasi beberapa teknik isian jaring laba-laba menjadi gulungan atau isian agar menciptakan tekstur motif yang lebih tebal dari sebelumnya. Teknik jaring laba-laba memang menjadi inspirasi awal perhiasan perak di Kendari.
Kendari Werk bermula dari kreasi seorang perajin perhiasan keturunan Tionghoa bernama Djie A Woi. Ia terinspirasi menciptakan model perhiasan dengan pola benang-benang rumit dan detail setelah melihat laba-laba membuat sarang. Bentuk sarang laba-laba itu lalu diterapkan jadi motif perhiasan perak buatannya.
Tak diketahui persis kapan Djie memulai kerajinan ini. Namun, dari buku Sejarah Kota Kendari karangan Anwar Hafid dan Misran Jafar (2007), disebutkan Kendari Werk berkembang tahun 1920.
Pada 1926, Pemerintah Hindia Belanda mengirimkan contoh karya Djie ke jaarbeus (pameran) di Amsterdam dan meraih penghargaan. Dari situlah reputasi Kendari Werk sebagai kerajinan berkualitas tinggi mencuat dan kemudian banyak diekspor ke Eropa dan Australia (Kompas, 23 Maret 2013).
Perhiasan dan kerajinan perak buatan Djie bahkan disebut-sebut pernah dipesan oleh Ratu Elizabeth II dari Inggris dan Ratu Wilhelmina dari Belanda. Kedua ratu itu memberikan piagam kepada Djie, yang sayangnya hilang ketika pendudukan Jepang.
Kini, berselang banyak dekade, Kendari Werk terus bertahan sebagai kerajinan bernilai tinggi. Meski demikian, seperti warisan turun-temurun lainnya, salah satu yang perlu terus dijaga adalah regenerasi perajin. Kini tinggal segelintir yang bertahan.
Kendari Werk telah teruji dan menampilkan kilaunya ke banyak tempat. Semoga pengalaman panjang, perhatian banyak pihak, dan kemauan tinggi para perajin membuatnya bertahan dan terus berkilau hingga bertahun-tahun ke depan.