Ali Hamzah (11) masuk ke pusat perbelanjaan Blok M Square, Jakarta Selatan, dengan wajah girang. Ia mengitari deretan rak sambil mendorong troli. Matanya memandangi deretan baju perempuan dewasa. ”Aku mau belikan baju baru buat Ibu,” katanya.
Ali tak biasa berbelanja ke mal. Ayahnya bekerja sebagai tukang ojek, sedangkan ibunya adalah ibu rumah tangga yang tak punya kemewahan untuk sering-sering berbelanja ke mal. Minggu (26/6/2019) siang menjelang Lebaran itu, Ali bisa ke mal berkat program Belanja Bareng Yatim dan Dhuafa (BBYD) yang digelar lembaga sosial Sekolah Relawan.
Dalam program itu, Sekolah Relawan mengajak 138 anak yatim dan kurang mampu berbelanja di pusat perbelanjaan. Setiap anak diberi uang Rp 250.000, lalu dipersilakan membeli barang yang mereka inginkan.
Saat masuk ke supermarket, Ali justru tak tergerak untuk langsung membeli barang untuk dirinya sendiri. Bocah yang tinggal di wilayah Menteng Dalam, Jakarta Selatan, itu justru membeli baju untuk ibunya seharga Rp 139.000.
Sisa uang baru ia belikan sepatu untuk diri sendiri. Ia mengaku membeli baju untuk ibunya agar sang ibu berbaju baru saat pulang kampung ke Kabupaten Kebumen, Jawa Tengah. ”Kasihan Ibu, bajunya sudah lama-lama. Takutnya kalau pulang kampung, dia pakai baju yang lama-lama itu,” tuturnya.
Kisah Ali hanyalah satu dari banyak cerita menyentuh saat berlangsungnya program BBYD di Blok M Square yang diikuti anak-anak dari sejumlah wilayah Jakarta. Ada juga Raffa (7) yang menggunakan seluruh uang dari Sekolah Relawan untuk membeli baju baru buat ayah dan ibunya. ”Dia malah enggak beli apa-apa,” kata Sekar Athaya (21), sukarelawan yang mendampingi Raffa.
Ia tak tampak kecewa meski tak bisa membeli barang baru untuk diri sendiri. Namun, menjelang akhir acara, tiba-tiba ada donatur yang mentransfer uang kepada seorang sukarelawan untuk membelikan baju dan celana baru buat Raffa.
Pendiri Sekolah Relawan, Bayu Gawtama, menuturkan, program BBYD bertujuan untuk mewujudkan mimpi-mimpi anak yatim dan kurang mampu. ”Kita tahulah banyak anak yatim dan duafa yang punya mimpi-mimpi, punya keinginan-keinginan seperti anak-anak lain. Di hari raya, mereka ingin punya sandal, sepatu, dan baju baru,” ujarnya.
Program BBYD tahun ini diikuti sekitar 1.200 anak yatim dan kurang mampu di sekitar 30 kota. Selain di Jakarta, acara itu juga digelar di Bogor, Depok, Tangerang, Semarang, Surabaya, Yogyakarta, Bandung, hingga Kabupaten Timor Tengah Selatan, Nusa Tenggara Timur.
Internet
Sekolah sukarelawan menggalang dana melalui berbagai cara, termasuk lewat media sosial. Sejumlah pegiat Sekolah Relawan juga menggelar kampanye daring (online) bertajuk ”Sale Care Challenge”. Dalam kampanye itu, Bayu dan kawan-kawan melelang barang pribadi melalui Facebook guna menggalang donasi untuk BBYD.
”Awalnya, saya lelang mobil mainan anak saya dengan harga minimal Rp 400.000. Ternyata ada yang mau beli dan uangnya saya pakai untuk acara BBYD,” ujar Bayu.
Langkah itu ternyata diikuti oleh orang-orang lain. Ada yang melelang tas, kaus, kalung, tasbih, dan sebagainya. Mereka yang mengikuti ”Sale Care Challenge” juga menantang teman-temannya untuk mengikuti tantangan serupa. Dengan cara ini, virus berbagi menyebar semakin luas dan menjangkiti semakin banyak orang.
Salah seorang donatur BBYD, Kartika Ayu (51), menuturkan, dirinya mengetahui program-program Sekolah Relawan dari media sosial. Penggalangan donasi secara daring ia nilai sangat memudahkan baginya untuk berbagi kepada sesama.
Media sosial untuk menggalang dana amal juga dimanfaatkan komunitas Real Action Bandung. ”Banyak sekali yang tergerak untuk berdonasi setelah kami mengajak melalui media sosial. Menurut saya, sih, kuncinya transparansi karena kami selalu menyampaikan laporan pemberian donasi lewat media sosial juga,” kata pendiri Real Action Bandung, Raden Sugiharto (35), yang akrab dipanggil Egi.
Bulan Ramadhan lalu, misalnya, Real Action Bandung membuka donasi yang disebarkan lewat Instagram dan langsung disambut antusias pengguna internet alias warganet.
”Kami berhasil mengumpulkan donasi Rp 22 juta dalam waktu tiga hari. Uang itu kami pakai untuk memberi santunan kepada 55 anak yatim dan 60 lansia duafa,” ujarnya.
Semangat berbagi saat Ramadhan juga terlihat dari peningkatan penggalangan donasi lewat situs Kitabisa.com. Selama Ramadhan terdapat sekitar 10.000 donatur yang berdonasi setiap hari.
”Nominal donasi mencapai Rp 63 miliar atau dua kali lipat dibandingkan bulan biasa,” ujar pendiri Kitabisa.com, Alfatih Timur.
Donasi itu dialokasikan untuk 100 program. Beberapa di antaranya untuk biaya sekolah anak yatim, kado Lebaran untuk kaum duafa, dan membantu pengadaan kaki palsu.
Guru Besar Fakultas Ekonomi dan Bisnis Universitas Indonesia Rhenald Kasali mengatakan, pada masyarakat Indonesia memang sudah ditanamkan budaya berbagi, baik dari ajaran agama maupun dari kearifan lokal.
Itulah mengapa banyak warga tergerak ikut berdonasi melalui program atau kegiatan sosial. Selama beberapa tahun terakhir, semangat berbagi itu membesar seiring munculnya banyak program penggalangan dana secara daring.
Teknologi itu sendiri tak punya ideologi atau emosi. Para penggunanyalah yang memberinya rupa, mau kemarahan atau amal kebaikan.(Haris Firdaus/Tatang Mulyana Sinaga)